Monday, 28 September 2015

MAKALAH ILMU NEGARA TENTANG TIPE NEGARA ROMAWI KUNO DAN TIPE NEGARA YUNANI KUNO DI SUSUN OLEH : SUPARNO (2012020368) DOSEN PEMBIMBING : IBU EKA MARTIANA WULANSARI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG A. PENDAHULUAN Pada bagian ini akan dibicarakan penggolongan negara berdasarkan ciri-ciri pokok yang dominan. Klasifikasi negara menurut berbagai tipe ini dibuat berdasarkan pandangan Eropa Sentris. Mereka melakukan penggolongan negara menurut ciri-ciri dominan dari negara berdasarkan perjalanan sejarah umat manusia. Umumnya, orang menggolongkan tipe-tipe negara dalam 5 golongan atau tipe, yakni : 1) Tipe negara Timur Kuno 2) Tipe negara Yunani Kuno 3) Tipe negara Romawi Kuno 4) Tipe negara Abad Pertengahan 5) Tipe negara Modern Dalam makalah ini akan di bahas lebih spesifik tentang tipe negara Yunani Kuno dan tipe negara Romawi Kuno. a) Tipe Negara Yunani Kuno Ciri utama negara Yunani Kuno adalah Negara Kota (polis, city-staat, stad-staat) dan demokrasi langsung. Sejalan dengan ajaran para filsuf yunani bahwa manusia adalah zoon politicon (ajaran Aristoteles), mereka merasa bahwa hidup tidak bermakna jika tidak bermasyarakat. Mereka mengutamakan status activus, yakni aktif terlibat dalam urusan pemerintahan. Dengan demikian terjadi demokrasi langsung di Yunani Kuno. Hal itu di mungkinkan karena : • Waktu itu luas negara Yunani masih seluas kota • Persoalan kenegaraan belum terlalu kompleks • Setiap warga negara adalah negara minded . Meskipun demikian, demokrasi yang di Yunani saat itu tidak murni karena tidak semua penduduk mempunyai hak untuk berdemokrasi. Ada 3 golongan penduduk Yunani,yaitu : • Pendatang • Budak • Pendukuk Asli Golongan pendatang tidak mempunya hak untuk berdemokrasi, golongan budak tidak termasuk subjek hukum, tetapi menjadi objek hukum jadi tidak mempunyai hak apa-apa. Penduduk asli hanya orang-orang merdeka yang mempunyai hak berdemokrasi, yaitu laki-laki dewasa. Perempuan dan anak-anak tidak mempunyai hak . Segenap warga Yunani kuno diwajibkan memenuhi tugas kenegaraan dan tugas keagamaan. Dalam memenuhi tugas kenegaraan, mereka adalah staatsgemeinschaft, artinya mereka adalah warga masyarakat negara sehingga wajib memenuhi tugas-tugas negara. Dalam memenuhi tugas keagamaan, mereka adalah kulgemeinschaft, artinya mereka adalah warga keagamaan sehingga wajib memenuhi tugas-tugas keagamaan. Agar dapat terlibat secara aktif, warga harus di didik terlebih dahulu untuk mengetahui segala macam ilmu pengetahuan, yang disebut encyclopaedie (lingkaran pengetahuan). Berdasarkan hal itu mereka berpandangan bahwa orang-orang yang duduk dalam pemerintahan harus berasal dari kalangan orang pintar (bentuk aristokrasi). b) Tipe Negara Romawi Kuno Ciri-ciri utama tipe negara Romawi Kuno adalah dapat dilihat dari 4 fase sejarah ; 1) Masa kerajaaan, contohnya kerajaan Sparta 2) Masa Republik, contohnya Republik Athene 3) Masa principat 4) Masa Dominat Pada tahap awal, masa kerajaan dan masa republik di Romawi kuno mereka masih mengikuti ajaran-ajaran dari Yunani. Baik Sparta maupun Athene adalah dua negara kota di Yunani. Karena pada zaman itu tipe negara Romawi kuno sama dengan tipe negara Yunani kuno. Ketika negara kota berkembang menjadi Vlakte-Staat (Country State), muncul tokoh Ulpianus yang mulai membangun teori-teori kenegaraan baru sebagaimana terlihat pada zaman pricipat dan dominat. Ulpianus mengajarkan bahwa demokrasi langsung tidak mungkin dapat dijalankan. Rakyat berdasarkan kepercayaan harus menyerahkan kekuasaan kepada kaisar (sehingga disebut Caesarismus). Penyerahan dilakukan melalui suatu perjanjian, yang kemudian dituangkan dalam Lex-Regia, yaitu undang-undang yang memberi hak kepada kaisar untuk memerintah. Dengan demikian , kaisar menjadi absolut dan berkuasa penuh. Pada masa itu dikenal dua pepatah romawi : Princeps legibus solutus est Salus Publica suprema lex Artinya hanya kaisar yang membuat undang-undang, yang mengatasi segala peraturan hukum karena undang-undang yang dibuat oleh kaisar adalah untuk kepentingan umum . Ciri lainnya adalah pada permulaan pemerintahan, negara Romawi Kuno menganut Primus Inter Pares, artinya yang memimpin adalah yang terkemuka dari yang sama. Kemudian berubah menjadi raja atau kaisar yang absolut. Selain itu pada zaman itu sudah dikenal kodifikasi hukum. 2 kodifikasi hukum yang sangat terkenal adalah Corpus Luris Civilis dan Corpus luris Canonici, yang hingga kini masih berlaku di banyak negara barat dan timur. B. ANALISIS PERMASALAHAN 1) MASA YUNANI PURBA / KUNO Sepanjang pengetahuan menurut ilmu, penyelidikan tentang negara timbul dan berkembang setelah di Yunani Purba mengalami pemerintahan yang demokratis. Setiap orang bebas menyatakan hasil pikiran dan isi hatinya. Oleh karena itulah penyelidikan tentang negara bertepatan sekali dengan kebudayaan Yunani Purba/Kuno. Sehubungan denga hal tersebut diatas di kalangan pemerintahan lazimnya berwujud demokrasi langsung atau directe demokratie (direct democracy atau klassieke democratie) rakyat di dalam polis tersebut ikut menentukan kebijakan pemerintah atau adanya direct goverment by all the people . Oleh karena itu turut sertanya rakyat didalam pemerintahan merupakan ciri mutlak dari demokrasi. Dan turut sertanya rakyat secara langsung ini dalam pemerintahan merupakan ciri khas yang didapatkan di dalam kebudayaan Yunani Purba. Maka dengan turut sertanya rakyat dalam pemerintahan secara langsung ini berarti yang melakukan pengawasan adalah rakyat. Dlam hal ini tentu saja yang harus diperhatikan benar-benar pengawasanan rakyat ini yaitu siapakah yang disebut rakyat (who are the peple control)? Yang disebut rakyat adalah warga kota yang disebut citizen yang merupakan bagian kecil saja dari mereka yang merupakan penduduk Athena. Mengenai kontrole atau pengawasan rakyat itu dijalankan denga musyawarah rakyat, diYunani disebut : ecleseia, sedangkan di Romawi disebut cometia Dalam kata polis ini dihasilkan perkataan Politeia atau Politica. Belum terdapat pengertian pemecahbelahan ilmu pengetahuan pada masa itu, sehingga Politeia atau Politica dengan itu merupakan ilmu pengetahuan tunggal atau suatu ganzheit. Dalam masa itu terdapat beberapa filsuf yakni : Socrates Plato Aristoteles Epicurus Zeno Hal tersebut mempengaruhi kebudayaan barat dan bertalian dengan itu melalui proses akulturasi atau proses perpaduan diantara kebudayaaan-kebudayaan yang menimbulkan peresapan, ajaran mereka itu kiranya sedikit banyaknya telah mempengaruhi kebudayaan kita saat ini. Socrates (+ 470 – 399 S.M.) Pada masa itu terdapat kesempatan yang baik untuk menghasilkan karya sastra, berfikir serta ada kebebasan berfikir tanpa ada kekangan-kekangan yang bersifat mengharuskan. Ditambah lagi dengan kemenangan Yunani terhadap Persia, sehingga meninggikan derajat martabat Yunani, perasaan kebangsaan mulai tumbuh. Kemakmuran tumbuh, berkembang dan dirasakan sebagi hasil pelajaran dan perdagangan. Disamping itu pengetahuan terhadap dunia luar makin diperluas. Juga sifat agamnaya, keadaan geografis dan bentuk negaranya. Akan tetapi didalam keadaan serba mewah dan gilang gemilang itu, bersemayamlah para pembesar negara yang melupakan tugas dan kehilangan rasa susilanya, sehingga timbullah tindakan-tindakan yang bersifat bersimaharajalela, sewenang-wenang, korupsi, pemerasan dan tindakan yang tidak adil. Di tengah suasana demikian muncullah para filsuf dari luar negeri terutama dari daratan asia kecil karena baginya hal tersebut merupakan kesempatan besar untuk menjual ilmunya di Yunani. Mereka in tergolong kaum Sophis dan alirannya di sebut Sophisme. Kaum Sophis ini menyebarkan dan menganjurkan paham-paham mengenai hukum, keadilan serta negara yang bersifat merusak masyarakat sebagiamana Thrasymachus mengajarkan, bahwa : Justice is the interest of the stronger (keadilan itu merupakan keuntungan atau apa yang berguna daripada yang lebih kuat). Di tengah keadaan dan suasana yang memperkosa hukum, menginjak-injak dan mempersundal peri kemanusiaaan yang amat sangat membahayakan negara, maka muncullah Socrates laksana penjelmaan “Sri Rama” untuk berjuang memberantas dan mengikis dengan tiada gentar sedikitpun dimana saja dia berdiam serta kapan saja dia berada. Meskipun Socrates tidak membentuk suatu sistem ajaran dan tidak pula meninggalkan buku-buku, namun masih tetap segar dan akan tetap tergores dalam ingatan beberapa prinsip dan ajarannya itu lewat jasa muridnya : Plato. Cara belajar Socrates seperti telah dikemukakan diatas, yaitu dengan metode dialektis atau tanya jawab (dialog), dengan itu mencoba mencari pengertian-pengertian tertentu, yaitu mencari dasar-dasar hukum dan keadilan yang bersifat objektif dan dapat dijalankan serta diterapkan kepada setiap manusia. Menurut pendapatnya, di setiap hati kecil manusia terdapat rasa hukum dan keadilan yang sejati, bergemalah detak-detak kesucian sebab setiap insan itu merupakan sebagian daripada nur Tuhan yang Maha Pemurah, rasa adil dan kasih sayang, meskipun detak-detak kesucian itu dapat terselubung dan ditutupi oleh kabut tebal kepemilikan dan ketamakan, kejahatan dan aneka ragam kedholiman, namun tetap ada serta tidak dapat dihilangkan laksana cahaya abadi. Negara bukanlah suatu organisasi yang dibuat untuk manusia demi kepentingan dirinya sendiri, melainkan negara itu suatu susunan yang objektif berdasarkan kepada sifat hakikat manusia karena itu bertugsa melaksanakan dan menerapkan hukum-hukum secara objektif termuat “keadilan umum” dan tidak hanya melayani para penguasa negara yang saling berganti-ganti orangnya. Sangatlah disesalkan serta disayangkan ajaran Socrates tersebut pada tahun 399 S.M. dipandang serta dianggap berbahaya bagi negara dan merusak aklak budi pekerti generasi muda Yunani Purba karena itu ia dituntut dan dijatuhi hukuman mati dengan jalan minum racun oleh negara yang ia taati, sebab bagaimanapun juga negara itu harus dipatuhi walaupun negara itu harus diperbaiki. Tanpa keraguan dengan bekal keyakinan dan kepastian serta kepatuhan luar biasa, dia menolak semua usul-usul dan bantuan murid-muridnya untuk menyelamatkan jiwanya, ia tetap berpendirian bahwa putusan negara harus dipenuhi. Walaupun kebangsaan yang berlainan dan dipisahkan oleh jarak antara tempat dan zaman berkurun-kurun, menembus beratus-ratus generasi, namun budi pekerti yang bersamaan, maka lahirlah kata-kata dari seorang negarawan Inggirs Lord Palmerston yang terkenal namanya itu menyatakan bahwa “right or wrong my country”. Plato (429 – 347 S.M.) Ia dilahirkan pada tahun 429 S.M. di Athena, tergolong ke dalam keluarga bangsawan serta mendapat pendidikan yang tinggi. Plato berlainan dengan Socrates sebagai gurunya, sebab Plato telah meninggalkan sejumlah karangan buku-buku, antara lain tulisannya dalam bentuk-bentuk percakapan secara tanya jawab dengan Socrates yang memegang peranan pokok. Buku-buku terpenting dari Plato yang sering disinggung-singgung dalam ilmu pengetahuan baik untuk ilmu negara maupun untuk ilmu politik, ada 3 buku, yaitu : 1. Politeia (the Replubic) mengenai negara 2. Politicos (the Statement) mengenai ahli negara 3. Nomoi (the Law) mengenai undang-undang Disamping itu masih terdapat buku-buku lainnya antara lain : 1. Gorgias, yang mengupas tentang kebahagiaan 2. Sophist, yang mengupas hakikat pengetahuan 3. Phaedo, yang mengupas keabadian jiwa 4. Phaedrus, yang mengupas soal cinta kasih 5. Protagoras, yang mengenai hakikat kebajikan Disamping itu janganlah dilupakan pengaruh-pengaruh gurunya, yaitu Socrates yang selalu berjuang dan mengikis tiada gentar sedkitpun segala ketidakadilan, kemurkaan, kedholiman dimana saja dia berada, kapan saja dia berdiam. Aristoteles (384-322 S.M.) Aristoles adalah murid Plato, ia berasal dari kerajaan Macedonia dan datang dari Yunani waktu berusia 17 tahun untuk berguru pada Plato dan melanjutkan pemikiran idealisme Plato ke realisme. Oleh karena itu filsafat Aristoteles adalah ajaran tentang kenyataan (ontologie) yaitu suatu cara berfikir yang realistis. Sehingga metode penelitiannya bersifat induktif-empiris. Oleh karena itu ia dijuluki Bapak Ilmu pengetahuan Empiris. Dengan dijulukinya Aristoteles sebagai “Bapak Ilmu Pengetahuan Empiris” di konstatasi, bahwa di dalam kenyataannya bentuk negara cita, seperti monarchi, aristokrasi dan Politeia (Polity) tidak pernah terlaksana, melainkan selalu menjadi bentuk campuran (mixed form). Oleh sebab itu disimpulkan dalam kenyataannya bentuk negara itu menjadi : a. Bentuk negara campuran (mixed form) b. Bentuk negara pemerosotan (corruption or degenerate form) Bertalian dengan hal tersebut diatas maka Aristoteles dianggap sebagai salah seorang dari para perintis sosiologi hukum. Epicurus (342-271 S.M.) Ia seorang ahli pikir dan ahli hukum, lahir di Samos, mendapat pendidikan di Yunani serta hidup dalam keadaan keruntuhan negara-negara di Yunani sesudah Yunani menjadi jajahan Macedonia. Dia berpendapat terjadinya negara disebabkan terdorong karena ada kepentingan sebagai unsur-unsur perseorangan. Dan tujuan negara hanya menjaga tata tertib dan keamanan dalam masyarakat dengan tidak memperdulikan macam apa dan bagaimana negeri itu. Kalau dilihat pikiran Epicurus ini merupakan pikiran yang putus asa tatkala negara sedang menghadapi masa keruntuhan dimana rasa kebangsaan menipis, karena tidak diperdulikan lagi siapa dan cara bagaimana negara itu diselenggarakan, sehingga pendapatnya itu hanyalah menggambarkan negara dan huklum pada suatu saat tertentu. Zeno (+ 300 S.M.) Ia pun hidup di dalam keadaan serba lesu dan morat-marit. Pemimpin dari aliran filsafat Stoazijnen yang berasal dari perkataan stoa artinya jalan pasar yang bergambar, dan ia memberikan serta mengajarkan pahamnya itu kepada murid-muridnya dengan mengambil tempat di jalan yang banyak gambar dan banyak tonggak temboknya. Hasil aliran ini timbul dalam kebudayaan Yunani apa yang disebut “Hukum Alam” atau Hukum Asasi (Natuurrecht). Maka oleh ajaran hukum alam dibedakan menjadi 2 alam : 1. Kodrat Manusia (natuur van de mens) 2. Kodrat Benda (natuur van de zaak) Yang dimaksudkan dengan kodrat manusia yaitu dilihat dari sifat-sifat manusia, ialah kodrat yang terletak dalam budi manusia yang merupakan zat hakikat sedalam-dalamnya dari manusia dan budi itu bersifat tradisional. 2) MASA ROMAWI PURBA / KUNO Setelah Yunani disatukan oleh orang Romawi pada tahun 146 S.M. kemudian gabungkan, sehingga menjadi daerah bagian belaka dari Imperium Romawi. Oleh karena itu orang-orang Romawi tidak mempunya banyak waktu untuk berfikir dan menulis sebagaimana halnya orang-orang Yunani, maka orang-orang Romawi tidak banyak meninggalkan tulisan – tulisan berupa buku-buku mengenai kenegaraan. Mereka sibuk dengan mengurus kenegaraannya yang begitu luas daerahnya, sehingga mereka lebih mengutamakan pembentukan organisasi-organisasi dan peraturan-peraturan yang bersifat praktis yang dapat menjangkau dan mengatur persoalan-persoalan kenegaraan. Sebab itulah sifatnya menjadi berbeda yakni :  Sifat bangsa Yunani ahli pikir.  Sifat bangsa Romawi selaku ahli praktek, yaitu menjalankan dan mempraktekan segala sesuatu yang timbul dan hidup dalam alam pikirannya. Sama halnya dengan kenegaraan dalam kebudayaan Yunani, maka dalam kebudayaan Romawi ilmu kenegaraan itu masih juga belum terpisah-pisah. Bertalian dengan ditirunya bangunan-bangunan polis, orang-orang Romawi itu meniru bangunan kedaulatan rakyat (volkssouvereiniteit) dari orang-orang Yunani, berhubung di dalam polis terdapat demokrasi langsung. Dan sekedar untuk mengetahui hal itu perlulah diselami dan diketahui perkembangan sejarah politik Romawi yang mencakup dan meliputi 4 tingkatan masa : 1. Masa Kerajaan Yaitu masa Koningschap atau Kerajaan. Yang jadi pimpinan seorang raja, sehingga bentuk negara merupakan monarkhi. Pada masa ini tidak begitu penting dalam pertaliannya dengan isi kedaulatan rakyat. Masa tersebut disebut legende. 2. Masa Republik Republik atau Republiek berasal dari perkataan Res berarti “kepentingan” dan “Publica”berarti umum. Republik artinya suatu pemerintahan yang menjalankan kepentingan umum. Pada masa itu yang menjalankan pemerintahan adalah konsul-konsul yang menyelenggarakan dan menjalankan pemerintahan demi kepentingan umum. Biasanya pemerintahan dipegang oleh 2 orang konsul, akan tetapi didalam keadaan bahaya atau darurat maka para warganya memilih seseorang, menunjuk dan mengangkat untuk memegang segala kekuasaan didalam pemerintahan itu selama keadaan bahaya tersebut demi untuk mengatasinya, sehingga timbullah seorang Diktator. Tetapi meskipun demikian adakalnya dikatator itu membawa kebaikan, namun tidak jarang membawa kesusahan dan malapetaka, sebagiman halnya Marius yang menginjak-injak dan membuang konstitusi dan kemudian tindakannya itu ditiru oleh Solon, Pompey dan Caesar. Keadaan tersebut dinamakan adanya diktator purba sebagai lawan daripada adanya diktator modern. Menurut istilah Roelof Kranenburg Modern autocratie (otokrasi modern) atau de eenparty staat (negara partai tunggal). 3. Masa Prinsipat Masa prinsipat ini dimulai dengan masa Caesar. Meskipun pada waktu para Princep’s atau raja-raja Romawi belum mempunyai kewibawaan (gezag) namun pada hakikatnya mereka merupakan orang yang memerintah secara mutlak. Kemutlakan ini didasarkan kepada Caesarismus yaitu adanya perwakilan yang menghisap dari pihak Caesar terhadap kedaulatan rakyat. Dan untuk keperluan ini orang-orang Romawi sibuk mencari dasar atau landasan-landasan hukum agar segala tindakan raja yang menyeleweng dari kedaulatan rakyat dapat dibenarkan atau dihalalkan. Perlu diketahui sehubungan dengan hal itu ada 5 orang ahli hukum (doctoris iuris) yang sangat terkenal dan termashyur, yaitu :  Gajus  Modestinus  Paulus  Papinianus  Ulpianus Mereka hidup pada masa republik. Dengan demikian sesungguhnya masa Romawi telah merupakan monarkhi mutlak yang memuat Caesarismus akibat konstruksi Ulpianus, sehingga menimbulkan pengorbanan-pengorbanan dikalangan rakaya Romawi kala itu. 4. Masa Dominat Atau masa dominaat, yaitu masa para kaisar telah terang-terangan dan tanpa malu-malu lagi menjadi raja mutlak bertindak menyeleweng secara sewenang-wenang memperkosa hukum dan menginjak-injak peri kemanusiaan. Hal itu terlihat dengan adanya manusia dibakar hidup-hidup atau diadukan dengan manusia lagi (para gladiator) atau dengan bianatang buas seperti singa di arena terbuka untuk umum dan ditonton sebagai barang hiburan oleh kaisar dan pengkutnya sambil minum anggur, dan makan makanan yang enak dan lezat, sedangkan rakyat Romawi pada saat itu sedang dilanda kelaparan. 5. Cicero Pemikir ini hidup sekitar tahun 106-43 S.M. Ia mendapat pengaruh dari Plato dan terutama sekali dari Zeno. Ditulisnya buku-buku yang berjudul De Replubica atau tentang Negara dan De Legibus atau tentang Undang-undang yang melukiskan pikiran-pikiran ketatanegaraan pada masa imperium Romawi. Hukum dipandangnya sebagai satu-satunya ikatan dalam negara, sebab pikiran yang murni itu merupakan hukum yang benar. Dengan terjadinya perkembangan politik pada masa itu di romawi dan ia sebagai pengikut partai senat akhirnya ia dibuang dan meninggal karena dibunuh. Ternyata bahwa didunia ini tidak ada yang abadi dan langgeng. Begitupun dengan imperium Romawi yaitu Roma jatuh waktu diserbu kaum Barbar bangsa Jerman Kuno pada abad ke 4-5. Sedangkan bagian baratnya lenyap sebab diserbu oleh bangsa Jerman pada tahun 476. Kemudian menyusul jatuh pada bagian timur disebabkan penyerbuan oleh orang-orang Turki pada tahun 1453. C. PENUTUP Pertumbuhan dan perkembangan suatu ilmu pengetahuan pada dasarnya bebas untuk berfikir dan menyatakan hasil berfikir dari manusia itu, karena itu jika ada kebebasan menyatakan pendapat yang merupakan hasil pemikiran kemasyarakatan luas, harus ada hal-hal yang menyebabkan sampai dilakukan penyelidikan. Biasanya ada keadaan yang tidak sesuai dengan pandangan hidup didalam masyarakat itu. Demikianlah ilmu itu tumbuh dan berkembang. Karena itulah ilmu adalah lambang yang utama dari kemajuan. DAFTAR PUSTAKA • Dr.Max Boli Sabon, S.H.,M.Hum Ilmu Negara Jakarta: Penerbit Universitas Atmajaya 2012 • Dr.Ni’matul Huda, S.H.,M.Hum Ilmu Negara Jakarta: Penerbit Rajawali Pers 2012 • Prof. Dr. Sjachran Basah, S.H.,CN Ilmu Negara Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti 2011
TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA DENGAN JUDUL : “WAYANG” KESENIAN DAERAH JAWA TENGAH 1. PENDAHULUAN WAYANG salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan. Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia. Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam pewayangan sengaja diciptakan para budayawan In¬donesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk mem¬perkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan. Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang. 2. ASAL USUL Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt. Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain. Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India. Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain. Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuno ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga India, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuno, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi India, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 – 1160). Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawayang” dan `aringgit’ yang maksudnya adalah pertunjukan wayang. Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehistoric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indonesia halaman 987. Kata `wayang’ diduga berasal dari kata `wewayangan’, yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum ada. Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita cerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Songo. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan. Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit. Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan Mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem. Wayang kulit salah satu warisan budaya yang perlu dilestarikan, karena kesenian tersebut masih memiliki banyak penggemar. Hal itu tidak mengherankan jika wayang kulit memiliki berbagai nilai. Salah satu cara menentukan nilai atau bobot dalam kesenian wayang kulit dengan mendeskripsikan makna-makna yang terkandung di dalamnya. Adalah salah besar jika kita sebagai pemilik kebudayaan wayang, tidak mengerti wayang sama sekali, atau dalam pepatah Jawa Wong Jawa ora ngerti jawane. Agar kita tidak dikatakan sebagai orang yang tidak tahu akan diri kita sendiri, maka peneliti akan mencoba mengupas simbolisme ukiran gunungan atau kayon pada wayang kulit. Gunungan merupakan simbol kehidupan, jadi setiap gambar yang berada di dalamnya melambangkan seluruh alam raya beserta isinya mulai dari manusia sampai dengan hewan serta hutan dan perlengkapannya. Gunungan dilihat dari segi bentuk segi lima, mempunyai makna bahwa segi lima itu lima waktu yang harus dilakukan oleh agama adapun bentuk gunungan meruncing ke atas itu melambangkan bahwa manusia hidup ini menuju yang di atas yaitu Allah SWT. Gambar pohon dalam gunungan melambangkan kehidupan manusia di dunia ini, bahwa Allah SWT telah memberikan pengayoman dan perlindungan kepada umatnya yang hidup di dunia ini. Beberapa jenis hewan yang berada didalamnya melambangkan sifat, tingkah laku dan watak yang dimiliki oleh setiap orang. Gambar kepala raksasa itu melambangkan manusia dalam kehidupan sehari mempunyai sifat yang rakus, jahat seperti setan. Gambar ilu-ilu Banaspati melambangkan bahwa hidup di dunia ini banyak godaan, cobaan, tantangan dan mara bahaya yang setiap saat akan mengancam keselamatan manusia. Gambar samudra dalam gunungan “kayon” pada wayang kulit melambangkan pikiran manusia. Gambar Cingkoro Bolo-bolo Upoto Memegang tameng dan godho dapat diinterpretasikan bahwa gambar tersebut melambangkan penjaga alam gelap dan terang. gambar rumah joglo melambangkan suatu rumah atau negara yang di dalamnya ada kehidupan yang aman, tenteram dan bahagia. Gambar raksasa digunakan sebagai lambang kawah condrodimuka, adapun bila dihubungkan dengan kehidupan manusia di dunia sebagai lambang atau pesan terhadap kaum yang berbuat dosa akan di masukkan ke dalam neraka yang penuh siksaan. Gambar api merupakan simbol kebutuhan manusia yang mendasar karena dalam kehidupan sehari-hari akan membutuhkannya. 3. SEJARAH PERKEMBANGAN KESENIAN WAYANG Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa. Pertunjukan Kesenian wayang adalah merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang Jawa yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme dan dinamisme. Tentang asal-usul kesenian wayang hingga dewasa ini masih merupakan suatu masalah yang belum terpecahkan secara tuntas. Namun demikian banyak para ahli mulai mencoba menelusuri sejarah perkembangan wayang dan masalah ini ternyata sangat menarik sebagai sumber atau obyek penelitian. Menurut Kitab Centini, tentang asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa kesenian wayang, mula-mula sekali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang / Kediri. Sekitar abad ke 10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar. Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Ceritera Ramayana sangat menarik perhatiannya karena Jayabaya termasuk penyembah Dewa Wisnu yang setia, bahkan oleh masyarakat dianggap sebagai penjelmaan atau titisan Batara Wisnu. Figur tokoh yang digambarkan untuk pertama kali adalah Batara Guru atau Sang Hyang Jagadnata yaitu perwujudan dari Dewa Wisnu. Masa berikutnya yaitu pada jaman Jenggala, kegiatan penciptaan wayang semakin berkembang. Semenjak Raja Jenggala Sri Lembuami luhur wafat, maka pemerintahan dipegang oleh puteranya yang bernama Raden Panji Rawisrengga dan bergelar Sri Suryawisesa. Semasa berkuasa Sri Suryawisesa giat menyempurnakan bentuk wayang Purwa. Wayang-wayang hasil ciptaannya dikumpulkan dan disimpan dalam peti yang indah. Sementara itu diciptakan pula pakem ceritera wayang Purwa. Setiap ada upacara penting di istana diselenggarakan pagelaran Wayang Purwa dan Sri Suryawisesa sendiri bertindak sebagai dalangnya. Para sanak keluarganya membantu pagelaran dan bertindak sebagai penabuh gamelan. Pada masa itu pagelaran wayang Purwa sudah diiringi dengan gamelan laras slendro. Setelah Sri Suryawisesa wafat, digantikan oleh puteranya yaitu Raden Kudalaleyan yang bergelar Suryaamiluhur. Selama masa pemerintahannya beliau giat pula menyempurnakan Wayang. Gambar-gambar wayang dari daun lontar hasil ciptaan leluhurnya dipindahkan pada kertas dengan tetap mempertahankan bentuk yang ada pada daun lontar. Dengan gambaran wayang yang dilukis pada kertas ini, setiap ada upacara penting di lingkungan kraton diselenggarakan pagelaran wayang. Pada jaman Majapahit usaha melukiskan gambaran wayang di atas kertas disempurnakan dengan ditambah bagian-bagian kecil yang digulung menjadi satu. Wayang berbentuk gulungan tersebut, bilamana akan dimainkan maka gulungan harus dibeber. Oleh karena itu wayang jenis ini biasa disebut wayang Beber. Semenjak terciptanya wayang Beber tersebut terlihat pula bahwa lingkup kesenian wayang tidak semata-mata merupakan kesenian Kraton, tetapi malah meluas ke lingkungan diluar istana walaupun sifatnya masih sangat terbatas. Sejak itu masyarakat di luar lingkungan kraton sempat pula ikut menikmati keindahannya. Bilamana pagelaran dilakukan di dalam istana diiringi dengan gamelan laras slendro. Tetapi bilamana pagelaran dilakukan di luar istana, maka iringannya hanya berupa Rebab dan lakonnya pun terbatas pada lakon Murwakala, yaitu lakon khusus untuk upacara ruwatan. Pada masa pemerintahan Raja Brawijaya terakhir, kebetulan sekali dikaruniai seorang putera yang mempunyai keahlian melukis, yaitu Raden Sungging Prabangkara. Bakat puteranya ini dimanfaatkan oleh Raja Brawijaya untuk menyempurkan wujud wayang Beber dengan cat. Pewarnaan dari wayang tersebut disesuaikan dengan wujud serta martabat dari tokoh itu, yaitu misalnya Raja, Kesatria, Pendeta, Dewa, Punakawan dan lain sebagainya. Dengan demikian pada masa akhir Kerajaan Majapahit, keadaan wayang Beber semakin Semarak. Semenjak runtuhnya kerajaan Majapahit dengan sengkala ; Geni murub siniram jalma ( 1433 / 1511 M ), maka wayang beserta gamelannya diboyong ke Demak. Hal ini terjadi karena Sultan Demak Syah Alam Akbar I sangat menggemari seni karawitan dan pertunjukan wayang. Pada masa itu sementara pengikut agama Islam ada yang beranggapan bahwa gamelan dan wayang adalah kesenian yang haram karena berbau Hindu. Timbulnya perbedaan pandangan antara sikap menyenangi dan mengharamkan tersebut mempunyai pengaruh yang sangat penting terhadap perkembangan kesenian wayang itu sendiri. Untuk menghilangkan kesan yang serba berbau Hindu dan kesan pemujaan kepada arca, maka timbul gagasan baru untuk menciptakan wayang dalam wujud baru dengan menghilangkan wujud gambaran manusia. Berkat keuletan dan ketrampilan para pengikut Islam yang menggemari kesenian wayang, terutama para Wali, berhasil menciptakan bentuk baru dari Wayang Purwa dengan bahan kulit kerbau yang agak ditipiskan dengan wajah digambarkan miring, ukuran tangan di-buat lebih panjang dari ukuran tangan manusia, sehingga sampai dikaki. Wayang dari kulit kerbauini diberi warna dasar putih yang dibuat dari campuran bahan perekat dan tepung tulang, sedangkan pakaiannya di cat dengan tinta. Pada masa itu terjadi perubahan secara besar- besaran diseputar pewayangan. Disamping bentuk wayang baru, dirubah pula tehnik pakelirannya, yaitu dengan mempergunakan sarana kelir / layar, mempergunakan pohon pisang sebagai alat untuk menancapkan wayang, mempergunakan blencong sebagai sarana penerangan, mempergunakan kotak sebagai alat untuk menyimpan wayang. Dan diciptakan pula alat khusus untuk memukul kotak yang disebut cempala. Meskipun demikian dalam pagelaran masih mempergunakan lakon baku dari Serat Ramayana dan Mahabarata, namun disana- sini sudah mulai dimasukkan unsur dakwah, walaupun masih dalam bentuk serba pasemon atau dalam bentuk lambang-lambang. Adapun wayang Beber yang merupakan sumber, dikeluarkan dari pagelaran istana dan masih tetap dipagelarkan di luar lingkungan istana. 4. JENIS –JENIS WAYANG Wayang kulit dilihat dari sisi bayangannya: • Wayang Gagrag Yogyakarta • Wayang Gagrag Surakarta • Wayang Gagrag Banyumasan • Wayang Gagrag Jawa Timuran • Wayang Bali • Wayang Kulit Banjar (Kalimantan Selatan) • Wayang Palembang (Sumatera Selatan) • Wayang Betawi (Jakarta) • Wayang Cirebon (Jawa Barat) • Wayang Siam Gambar. Batara Guru Siwa (dalam bentuk seni wayang Jawa). Gambar. Wayang Bali. 5. PENUTUP Wayang adalah seni pertunjukkan asli Indonesia yang berkembang pesat Pulau Jawa dan Bali. Selain itu beberapa daerah seperti Sumatera dan Semenanjung Malaya juga memiliki beberapa budaya wayang yang terpengaruh oleh kebudayaan Jawa dan Hindu. UNESCO, lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB, pada 7 November 2003 menetapkan wayang sebagai pertunjukkan bayangan boneka tersohor dari Indonesia, sebuah warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity). Sebenarnya, pertunjukan boneka tak hanya ada di Indonesia karena banyak pula negara lain yang memiliki pertunjukan boneka. Namun pertunjukan bayangan boneka (Wayang) di Indonesia memiliki gaya tutur dan keunikan tersendiri, yang merupakan mahakarya asli dari Indonesia. Untuk itulah UNESCO memasukannya ke dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia pada tahun 2003. Tak ada bukti yang menunjukkan wayang telah ada sebelum agama Hindu menyebar diAsia Selatan. Diperkirakan seni pertunjukan dibawa masuk oleh pedagang India. Namun demikian, kejeniusan lokal dan kebudayaan yang ada sebelum masuknya Hindu menyatu dengan perkembangan seni pertunjukan yang masuk memberi warna tersendiri pada seni pertunjukan di Indonesia. Sampai saat ini, catatan awal yang bisa didapat tentang pertunjukan wayang berasal dari Prasasti Balitung di Abad ke 4 yang berbunyi si Galigi mawayang. Ketika agama Hindu masuk ke Indonesia dan menyesuaikan kebudayaan yang sudah ada, seni pertunjukan ini menjadi media efektif menyebarkan agama Hindu. Pertunjukan wayang menggunakan cerita Ramayana dan Mahabharata. Demikian juga saat masuknya Islam, ketika pertunjukan yang menampilkan “Tuhan” atau “Dewa” dalam wujud manusia dilarang, munculah boneka wayang yang terbuat dari kulit sapi, dimana saat pertunjukan yang ditonton hanyalah bayangannya saja. Wayang inilah yang sekarang kita kenal sebagai wayang kulit. Untuk menyebarkan Islam, berkembang juga wayang Sadat yang memperkenalkan nilai-nilai Islam. Wayang kulit merupakan salah satu kesenian wayang yang popular di Indonesia, terutama di kawasan pulau Jawa. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang sekaligus menjadi narrator dialog tokoh-tokoh wayang. Wayang kulit biasanya dibuat dari kulit hewan, seperti kulit kambing, sapi dan kerbau. Namun yang paling bagus, terbuat dari kulit kerbau. Sedangkan tangkai atau gapitnya, biasa disebut cempurit dibuat dari tanduk kerbau. Pertunjukkan wayang kulit sudah diakui UNESCO sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga pada tanggal 7 November 2003. Pertunjukkan wayang kulit biasanya diiringi dengan musik gamelan yang dimainkan oleh sekelompok niyaga dan juga tembang yang dinyanyikan oleh pesinden. Wayang kulit dimainkan oleh dalang dibalik kelir (layar yang terbuat dai kain putih). Di depan kelir diberi lampu minyak (blencong), sehingga penonton bisa melihat bayangan wayang dari sisi lain dari layar (belakang layar). Cerita yang diangkat biasanya bersumber dari Epos Mahabharata dan Ramayana. Indonesia memiliki dalang-dalang wayang kulit yang hebat dan melegenda, diantaranya adalah Alm. Ki Narto Sabdo (Semarang), Alm. Ki Surono (Banjarnegara), Ki Timbul Hadi Prayitno, Alm. Ki Hadi Sugito (Kulonprogo, Yogyakarta), Ki Anom Suroto, Ki Mantep Sudarsono, Ki Enthus Susmono, Ki Agus Wiranto. DAFTAR PUSTAKA : 1) Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau 2) Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), Ir. Sri Mulyono 3) Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehistoric Research in the Netherland Indie (1945) 4) Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indonesia halaman 987. 5) Mair, Sumarsam (15 December 1995).Gamelan: Cultural Interaction and Musical Development in Central Java. University of Chicago Press. p.30.ISBN978-0-226-78011-5. 6) Eckersley. M.(ed.) 2009. Drama from the Rim: Asian Pacific Drama Book. Drama Victoria. Melbourne. 2009. (p15) 7) Ganug Nugroho Adil, 'Joko Sri Yono: Preserving "wayang beber"', The Jakarta Post, 27 8) smktpp.wordpress.com/2009/04/30/kesenian-wayang-kulit
TEORI – TEORI DAN KEBIJAKAN PIDANA Di buat untuk memenuhi tugas tertulis Mata Hukum Pidana Dosen : Ibu Eka Martiana Wulansari SH.,MH Di buat oleh : Suparno (2012020368) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG TANGERANG SELATAN 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan TUGAS yang berjudul “TEORI-TEORI DAN KEBIJAKAN PIDANA” ini dengan lancar. Penulisan tugas ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Sosiologi Hukum Ibu Eka Martiana Wulansari SH., MH TUGAS ini disadur dari buku karangan Prof. Dr. Muladi, S.H. dan Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, S.H. yang berjudul teori-teori dan kebijakan pidana cetakan 4 tahun 2010 dengan Penerbit P.T. ALUMNI Jl. Bukit Pakar Timur II/09 Telp. 022.2501251, 022.2503038, 022.2503039 dan Fax. 022.2503044 – Bandung 40197 Tangerang Selatan, 18 Juni 2013 Penulis BAB I PIDANA DAN PEMIDANAAN A. Pengertian Pidana Istilah “hukuman” yang merupakan istilah umum dan konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Oleh karena itu “pidana” merupakan istilah khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang menunjukan ciri-ciri atau sifat-sifatnya yang khas. Untuk memberikan gambaran yang lebih luas, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat atau defenisi dari para sarjana sebagai berikut : 1) Prof. Sudarto, SH Pidana adalah penderitaaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. 2) Prof. Roeslan Saleh Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berujud suatu nestapa yaang dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik itu. 3) Fitgerald Punishment is the authoritative infliction of suffering for an offence. 4) Ted Honderich Punishment is an authority’s infliction of penalty (something involving deprivation or distress) on an offender for an offence. 5) Sir Rupert Cross Punishment means “The infliction of pain by the State on someone who has been convicted of an offence”. 6) Burton M. Leiser A punishment is a harm inflicted by a person in a position of authority upon another who is judged to have violated a rule or a law. 7) H.L.A. Hart Punishment must : a) Involve pain or other consequences normally considered unpleasant b) Be for an actual or supposed offender for his offence c) Be for an offence againt legal rules d) Be intentionally administered by human beings other than the offender e) Be imposed and administered by an authority constituted by a legal system againts waith the offence is committed. 8) Alf Ross Punishment is that social response which : a) Occurs where there is violation of a legal rule b) Is imposed and carried out by authorised. Persons on behalf of the legal order to which the violated rule belongs c) Involves suffering or at least other consequences normally considered unpleasant. d) Expresses disapproval of the violator. 9) Di dalam “Black’s Law Dictionary” dinyatkan bahwa “punishment” adalah : “Any pain, penalty or confinement inflicted upon a person by authority of the law and the judgement and sentence of a court, for some crime or offence committed by him, or for his omission of a duty enjoined by law”. Dari beberapa definisi diatas dapatlah disimpulkan bahwa pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut : 1) Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan. 2) Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang). 3) Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang. B. Teori-teori pemidanaan (Dasar-dasar Pembenaran dan Tujuan Pidana) Secara tradisional teori-teori pemidanaan pada umumnya dapat dibagi dalam 2 kelompok teori, yakni : 1) Teori Absolut atau teori pembalasan (retributive/vergeldings theorieen) 2) Teori Relatif atau teori tujuan (utilitarian/doeltheorieen Ad. 1. Teori Absolut Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quiapeccatum est). Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Jadi dasar dari pembenaran pidana adalah terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan itu sendiri. Ad. 2. Teori Relatif Menurut teori ini memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Sehubungan dengan masalah tujuan pidana, berikut ini dikemukakan pendapat para sarjana sebagai berikut : 1. Richard D. Schwartz dan Jerome H. Skolnick Sanksi pidana dimaksudkan untuk : a. Mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana (to prevent recidivism) b. Mencegah orang lain melakukan perbuatan yang sama seperti yang dilakukan oleh si terpidana (to deterother from the performance of similiar acts) c. Menyediakan saluran untuk mewujudkan motif-motif balas dendam (to provide a channel for the expression of retalatory motives) 2. John Kaplan Di samping mengemukakan adanya empat teori mengenai dasar-dasar pembenaran pidana (yaitu teori Retribution, Deterenence, Incapacitation dan Rehabilitation), John Kaplan mengemukakan pula adanya dasar-dasar pembenaran pidana yang lain yaitu sebagai berikut: a. Untuk menghindari balas dendam (avoidance of blood feuds) b. Adanya pengaruh yang bersifat mendidik (the educational effect) c. Mempunyai fungsi memelihara perdamaian (the peace-keeping function) 3. Emile Durkheim Fungsi dari pidana adalah untuk menciptakan kemungkinan bagi pelepasan emosi-emosi yang ditimbulkan atau diguncangkan oleh adanya kejahatan (the function of punishment is to create a possibility for the release of emotions that are aroused by he crime). 4. Fouconnet Penghukuman; dalam arti pemidanaan, dan pelaksanaan pidana pada hakikatnya merupakan penegasan kembali nilai-nilai kemasyarakatan yang telah di langgar dan di rubah oleh adanya kejahatan itu (....the conviction and the execution of the sentences is essentially a ceremonial reaffirmation of the societal values that are violated and challenged by the crime). 5. Roger Hood Sasaran pidana di samping untuk mencegah si terpidana atau membuat potensial melakukan tindak pidana untuk : a. Memperkuat kembali nilai-nilai sosial (reinforcing social values) b. Menentramkan rasa takut masyarakat terhadap kejahatan (allaying public fear of crime) 6. P. Peter Hoefnagels Tujuan pidana adalah untuk : a. Penyelesaian konflik (conflict resolution) b. Mempengaruhi para pelanggar dan orang-orang lain ke arah perbuatan yang kurang lebih sesuai dengan hukum (influencing offenders and possibly other than offenders toward more or less Law-conforming behavior) 7. R. Rijksen Membedakan antara dasar hukum dari pidana dan tujuan pidana. Dasar hukum dari pidana terletak pada pembalasan terhadap kesalahan yakni dalam pembalasan itu trerletak pembenaran daripada wewenang pemerintah untuk memidana (strafbevoegdheid van de overheid). Apakah penguasa juga akan menggunakan wewenang itu tergantung kepada tujuan yang dikehendaki. Tujuan-tujuan itu menurut R. Rijsen serta penulis-penulis yang lain yaitu Van Veen, Hulsman dan Hoefnagels adalah penegakan wibawa, penegakan norma, menakut-nakuti, mendamaikan, mempengaruhi tingkah laku dan menyelesaikan konflik. 8. Roeslan Saleh Dalam bukunya yang berjudul “Suatu reorientasi dalam hukum pidana”, Roeslan Saleh mengemukakan bahwa pada hakikatnya ada dua poros yang menentukan garis-garis hukum pidana yaitu : a. Segi prevensi, yaitu bahwa hukum pidana adalah hukum sanksi, suatu upaya untuk dapat mempertahankan kelestarian hidup bersama dengan melakukan pencegahan kejahatan. b. Segi pembalasan, yaitu bahwa hukum pidana sekaligus merupakan pula penentuan hukum, merupakan koreksi dari dan reaksi atas sesuatu yang bersifat tidak hukum. Dengan demikian, pada hakikatnya dia (pidana) adalah selalu perlindungan terhadap masyarakat dan pembalasan atas perbuatan tidak hukum. Di samping itu, Roeslan Saleh juga mengemukakan bahwa pidana mengandung hal-hal lain, yaitu bahwa pidana diharapkan sesuatu yang akan membawa kerukunan dan pidana adalah suatu proses pendidikan untuk menjadikan orang dapat diterima kembali dalam masyarakat. 9. Dr. Sahetapy Dalam disertasinya yang berjudul “Ancaman pidana mati terhadap pembunuhan berencana”, dikemukakan olehnya bahwa pemidanaan bertujuan “Pembebasan”. Pidana harus dapat membebaskan si pelaku dari cara atau jalan yang keliru yang telah ditempuhnya. Makna pembebasan tidak identik dengan pengertian rehabilitasi atau reformasi. Makna membebaskan menghendaki agar si pelaku bukan saja harus dibebaskan dari alam pikiran yang jahat, yang keliru, melainkan ia harus pula dibebaskan dari kenyataan sosial dimana ia terbelenggu. Menurut Sahetapy tidak dapat disangkal bahwa dalam pengertian pidana tersimpul unsur penderitaan. Akan tetapi, penderitaan dalam tujuan membebaskan bukanlah semata-mata untuk penderitaan agar si pelaku menjadi takut atau merasa menderita akibat dari suatu pembalasan dendam melainkan derita itu harus dilihat sebagai obat atau sebgai kunci jalan keluar yang membebaskan dan yang memberi kemungkinan bertobat dengan penuh keyakinan. 10. Bismar Siregar Dalam kertas kerjanya yang berjudul “Tentang pemberian pidana” pada simposium pembaharuan pidana nasional di Semarang tahun 1980, Bismar menyatkan antara lain “........yang pertama-tama patut diperhatikan dalam pemberian pidana, bagaimana caranya agar hukuman badaniah mencapai sasaran, mengembalikan keseimbangan yang telah terganggu akibat perbuatan si tertuduh, karena tujuan penghukuman tidak lain adalah mewujudkan kedamaian dalam kehidupan manusia”. Mengingat pentingnya tujuan pidana adalah sebagai pedoman dalam memberikan atau menjatuhkan pidana, maka di dalam Konsep Rancangan Buku I KUHP Nasional yang disusun oleh LPHN pada tahun 1972 dirumuskan dalam pasal 2 yakni : a. Maksud tujuan pemidanaan adalah : • Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman negara, masyarakat dan penduduk. • Untuk membimbing agar terpidana insyaf dan menjadi anggota masyarakat yang berbudi baik dan berguna. • Untuk menghilangkan noda-noda yang diakibatkan oleh tindakan pidana. b. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. Dalam konsep Rancangan Buku I KUHP tahun 1982/1983, tujuan pemberian pidana dirumuskan sebagai berikut :  Pemidanaan bertujuan untuk  Ke-1 mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat.  Ke-2 mengadakan koreksi terhadap terpidana dan dengan demikian menjadikannya orang baik dan berguna, serta mampu untuk hidup bermasyarakat.  Ke-3 menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindakan pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai di tengah masyarakat.  Ke-4 membebaskan rasa bersalah pada terpidana  Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. C. ALIRAN – ALIRAN DALAM ILMU HUKUM PIDANA Aliran-aliran dalam ilmu hukum pidana ini tidaklah mencari dasar hukum atau pembenaran dari pidana, tetapi berusaha memperoleh suatu sistem hukum pidana yang praktis dan bermartabat. Secara garis besar, aliran-aliran ini dibagi menjadi 2 aliran yaitu aliran klasik dan aliran modern. 1. Aliran Klasik Aliran ini merupakan reaksi terhadap ancien regiem yang arbitrair pada abad ke-18 di Perancis yang banyak menimbulkan ketidakpastian hukum, ketidaksamaan dalam hukum dan ketidakadilan. Aliran ini terutama menghendaki hukum pidana yang tersusun secara sistematis dan menitikberatkan kepada kepastian hukum. Dua tokoh utama aliran klasik adalah Cesare Beccaria dan Jeremy Bentham. 2. Aliran Modern Aliran ini timbul pada abad ke-19 dan yang menjadi pusat perhatiannya adalah si pembuat. Aliran ini juga sering disebut aliran positif karena dalam mencari sebab kejahatan menggunakan metode ilmu alam dan bermaksud untuk langsung mendekati dan mempengaruhi penjahat secara positif sejauh dia masih dapat diperbaiki. Jadi, aliran ini menghendaki adanya individualisasi pidana yang bertujuan mengadakan resosialisasi si pembuat. Aliran modern ini dipelopori antara lain ; Lombroso, Lacassagne dan Ferri. Yang terakhir ini terkenal dengan keberhasilannya mengetuai sebuah panitia yang menyusun Naskah Rencana KUHP Italia. Sehubungan dengan kedua aliran tersebut diatas, kiranya akan lebih jelas bilamana dibuat suatu daftar karakteristik utama untuk dapat membedakan yang satu denganyang lain. Sue Titus Reid, membedakan aliran klasik dan aliran modern berdasarkan karakteristik sebagai berikut : NO Classical School Positive School 1 Legal definition of crime Rejected legal definition Garofalo substituted “natural crime” 2 Let the punishment fit the crime Let the punishment fit the crime 3 Doctrine of free will Doctrine of determinism 4 Death penalty for some offenses Abolition of the death penalty 5 Anecdotal method ; no empirical Research Emperical Research : Use of the inductive method 6 Definite sentence Indeterminate sentence E. JENIS-JENIS PIDANA 1) Menurut hukum pidana positif (KUHP dan diluar KUHP) Jenis pidana menurut KUHP, seperti terdapat dalam pasal 10, dibagi dalam dua jenis : a) Pidana Pokok, yaitu : i. Pidana mati ii. Pidana penjara iii. Pidana kurungan iv. Pidanan denda v. Pidana tutupan (ditambahkan berdasarkan UU No.20/1946) b) Pidana Tambahan, yaitu : i. Pencabutan hak – hak tertentu ii. Perampasan barang-barang tertentu iii. Pengumuman putusan hakim Di samping jenis sanksi yang berupa pidana, dalam hukum pidana dikenal juga jenis sanksi yang berupa tindakan, misalnya : I. Penempatan di rumah sakit jiwa bagi orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit (lihat pasal 44 ayat 2 KUHP) II. Bagi anak yang sebelum umur 16 tahun melakukan tindakan pidana, Hakim dapat mengenakan tindakan berupa (lihat pasal 45 KUHP) ;  Mengembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharnya, atau  Memerintahkan agar anak tersebut diserahkan kepada Pemerintah. III. Penempatan di tempat bekerja Negara (Lands-werkinrichting) bagi penganggur yang malas bekerja dan tidak mempunyai mata pencaharian, serta mengganggu ketertiban umum dengan melakukan pengemisan, gelandangan atau perbuatan asusila (Stb. 1936 No,160) IV. Tindakan tata tertib dalam hal tindak pidana ekonomi (pasal 8 UU No.7 Drt. 1955) dapat berupa :  Penempatan perusahaan si terhukum di bawah pengampuan untuk selama waktu tertentu (3 tahun untuk kejahatan TPE dan 2 tahun untuk pelanggaran TPE)  Pembayaran uang jaminan selama waktu tertentu  Pembayaran sejumlah uang sebagai pencabutan keuntungan menurut taksiran yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan  Kewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak, meniadakan apa yang dilakukan tanpa hak, dan melakukan jasa-jasa untuk memperbaiki akibat-akibat satu sama lain, semua atas biaya si terhukum sekedar Hakim tidak menentukan lain. 2) Menurut Konsep Rancangan KUHP tahun 1972 Ketentuan tentang “Pidana” dalam konsep terdapat dalam Bab V, mulai pasal 43 s/d pasal 82. Pembagian jenis pidananya sebagi berikut : I. Pidana Mati II. Pidana Pemasyarakatan, yang terdiri dari :  Pidana Pemasyarakatan istimewa (untuk yang melakukan tindak pidana karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati)  Pidana Pemasyarakatan khusus (untuk yang melakukan tindak pidana karena kebiasaan)  Pidana Pemasyarakatan biasa (untuk yang melakukan tindak pidana karena kesempatan) III. Pidana Pembimbingan, yang terdiri dari :  Pidana pengawasan  Pidana penentuan tempat tinggal  Pidana latihan kerja  Pidana kerja bakti IV. Pidana Peringatan, yang terdiri dari :  Pidana denda  Pidana teguran V. Pidana Perserikatan, yang terdiri dari :  Pidana perserikatan  Penuntutan (penutupan) usaha sebagian atau seluruhnya  Penempatan usaha di bawah pengawasan pemerintah untuk jangka waktu yang ditentukan oleh Hakim  Pembayaran uang jaminan yang jumlahnya ditentukan oleh Hakim  Penyitaan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana  Perbaikan akibat-akibat dari tindak pidana VI. Pidana TAMBAHAN, yang terdiri dari :  Pencabutan hak tertentu  Perampasan barang tertentu  Pengumuman keputusan Hakim  Pengenaan kewajiban ganti rugi  Pengenaan kewajiban agama  Pengenaan kewajiban adat BAB II DAMPAK DISPARITAS PIDANA DAN USAHA MENGATASINYA A. Pendahuluan Dalam sistem penyelenggaraan hukum pidana (criminal justice system) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Hal ini disebabkan karena keputusan di dalam pemidanaan akan mempunyai konsekuensi yang luas, baik yang menyangkut langsung pelaku tindak pidana maupun masyarakat secara luas. Tidak hanya Indonesia saja, tetapi hampir seluruh negara di dunia, mengalami apa yang disebut sebagai “the disturbing disparity of sentencing” yang mengundang perhatian lembaga legislatif serta lembaga lain yang terlibat di dalam sistem penyelenggaraan hukum pidana untuk memecahkannya. Yang dimaksud dengan disparitas pidana (disparity of sentencing) dalam hal ini adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama (same offence) atau terhadap tindak-tindak pidana yang sifat berbahaya dapat diperbandingkan (offences of comparable seroiusness) tanpa dasar dasar pembenaran yang jelas (Cheang, 1977:2) Di dalam ruang lingkup ini, maka disparitas pemidanaan mempunyai dampak yang dalam, karena di dalamnya terkandung perimbangan konstitusional antar kebebasan individu dan hak negara untuk memidana). B. Dampak Disparitas Pidana Disparitas pidana akan berakibat fatal, bilamana dikaitkan dengan “correction administration”. Terpidana yang setelah memperbandingkan pidana kemudian merasa menjadi korban “the judicial caprice”, akan menjadi terpidana yang tidak menghargai hukum, padahal penghargaan terhadap hukum tersebut merupakan salah satu target di dalam tujuan pemidanaan. Dari sini akan tampak suatu persoalan yang serius, sebab akan menjadi suatu indikator dan manefestasi daripada kegagalan suatu sistem untuk mencapai persamaan keadilan di dalam negara hukum dan sekaligus akan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem penyelenggaraan hukum pidana. Sesuatu yang tidak diharapkan akan terjadi bilamana disparitas pidana tersebut tidak dapat diatasi, yaitu timbulnya demoralisasi dan anti-rehabilitasi di kalangan terpidana yang dijatuhi pidana lebih berat daripada yang lebih berat yang lain di dalam kasus yang sebanding. C. Faktor-faktor Penyebab Disparitas Mengingat kompleksitas daripada kegiatan pemidanaan serta adanya pengakuan bahwa masalah pemidanaan hanyalah merupakan salah satu sub sistem di dalam sistem penyelenggaraan hukum pidana, maka sebelumnya dapat diperkirakan bahwa faktor-faktor tersebut akan bersifat multi kausal dan multi dimensial. Pertama-tama dapat dikemukakan bahwa disparitas pidana dimulai dari hukum itu sendiri. Didalam hukum pidana positif di Indonesia, Hakim mempunyai kebebasan yang sangat luas untuk memilih jenis pidana (strafsoort) yang dikehendaki, sehubungan dengan penggunaan sistem alternatif di dalam pengancaman pidana di dalam undang-undang. Menelaah secara mendalam sumber-sumber disparitas pidana tersebut, maka sebenarnya semuanya bermuara pada wawasan (outlook) dalam arti pemahaman serta konsistensi kita bersama di dalam mengikuti aliran hukum pidana. Aliran-aliran ini tidak mencari dasar pembenaran dari pidana, melainkan berusaha memperoleh sistem hukum pidana yang praktis dan bermanfaat. Secara garis besar, aliran-aliran dapat dibagi menjadi tiga yakni Klasik, Modern dan Neo – Klasik. 1. Aliran Klasik Timbulnya aliran ini merupakan reaksi terhadap “ancien regime” yang arbitrair pada abad ke-18 di Perancis yang banyak menimbulkan ketidakpastian hukum, ketidaksamaan hukum dan ketidakadilan. Karakteristik daripada aliran ini adalah sebagai berikut :  Legal definition of crime  Let the punishment fit the crime  Doctrine of free will  Death penalty for some offenses  Anecdotal method – no empirical research  Definite sentence 2. Aliran Modern Aliran ini timbul pada abad ke-19 dan yang menjadi pusat perhatiannya adalah si pembuat. Aliran ini sering di sebut aliran positf, karna di dalam mencari sebab kejahatan menggunakan metode ilmu alam dan bermaksud untuk langsung mendekati dan mempengaruhi penjahat secara positf sejauh mana dia masih bisa diperbaiki. Karakteristik daripada aliran ini adalah sebagai berikut :  Rejected legal definition of crime and substituted natural crime  Let the punishment fit the criminal  Doctrine of determinism  Abolition of the death penalty  Empirical research, use of the inductive method  Indeterminate sentence 3. Aliran Neo Klasik Aliran ini berkembang selama abad ke-19 dan mempunyai dasar yang sama dengan aliran klasik dengan “doctrine of free will”-nya tetapi dengan modifikasi tertentu. Untuk menambah kejelasan, di bawah ini dikemukakan beberapa karakteristik dari aliran ini, yaitu :  Modifikasi dari “doctrine of free will”, yang dapat dipengaruhi oleh patologi, ketidakmampuan, penyakit jiwa, atau keadaan – keadaaan lain.  Di terima berlakunya keadaan-keadaan yang meringankan (mitigating circumstances) baik fisik, lingkungan maupun mental.  Modifikasi dari doktrin pertanggungjawaban pidana guna menetapkan peringanan pidana dengan pertanggungjawaban sebgaian di dlam hal-hal yang khusus, misalnya gila, di bawah umur dan keadaan-keadaan lain yang mempengaruhi pengetahuan dan niat seseorang pada waktu terjadinya kejahatan.  Diperkenankan masuknya kesaksian ahli (expert testimony) untuk menentukan derajat pertanggungjawaban. Di dalam disparitas pidana, yang penting adalah sampai sejauh manakah disparitas tersebut mendasarkan diri atas “reasonable justifications” D. Usaha-usaha Untuk Mengatasi Akibat Disparitas Pidana Di dalam hal ini digunakan 2 macam pendekatan yakni :  Pendekatan untuk memperkecil disparitas (approach to minimize disparity)  Pendekatan untuk memperkecil pengaruh negatif disparitas (approach to minimize the effect of disparity) E. Kesimpulan  Masalah disparitas pidana (disparity of sentencing) merupakan masalah universal yang merupakan “criticism of sentencing”, sebab persoalan ini hampir terjadi di negara manapun juga.  Yang dimaksud dengan disparitas pidana dalam hal ini tidak hanya meliputi penerapan pidana yang tidak sama untuk tindak-tindak pidana yang sama tanpa dasar pembenaran yang jelas, tetapi juga untuk tindak pidana yang “comparable seriousness”.  Disparitas pidana mempunyai dampak yang luas karena di dalamnya terkandung perimbangan konstitusional antara kebebasan individu dan hak negara untuk memidana.  Untuk memecahkan masalah disparitas pidana ini, pada dasarnya dapat dilakukan dua pendekatan yaitu pendekatan untuk memperkecil disparitas (yang berupa penciptaan pedoman pemberian pidana oleh pengundang-undang, meningkatkan peranan dari peradilan banding, pembentukan lembaga semacam “sentencing council” dan latihan para Hakim dalam masalah pemidanaan) dan pendekatan untuk memperkecil pengaruh negatif disparitas (berupa peningkatan peranan Lembaga Pemasyarkatan di dalam kerangka “indeterminate sentence”, guna penyesuain pidana.
HAK GADAI Dibuat untuk memenuhi tugas tertulis Mata Hukum Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat perlu dana maupun modal. Misalnya untuk membuka suatu lapangan usaha tidak hanya dibutuhkan bakat dan kemauan keras untuk berusaha, tetapi juga diperlukan adanya modal dalam bentuk uang tunai. Hal itulah yang menjadi potensi perlu adanya lembaga perkreditan yang menyediakan dana pinjaman. Untuk mendapatkan modal usaha melalui kredit masyarakat membutuhkan adanya sarana dan prasarana. Maka pemerintah memberikan sarana berupa lembaga perbankan dan lembaga non perbankan. Salah satu lembaga non perbankan yang menyediakan kredit adalah Pegadaian. Pegadaian merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang usaha intinya adalah bidang jasa penyaluran kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai. Lembaga pegadaian menawarkan peminjaman dengan sistem gadai. Jadi masyarakat tidak perlu takut kehilangan barang-barangnya. Lembaga pegadaian memiliki kemudahan antara lain prosedur dan syarat-syarat administrasi yang mudah dan sederhana, dimana nasabah cukup memberikan keterangan-keterangan singkat tentang identitasnya dan tujuan penggunaan kredit, waktu yang relatif singkat dana pinjaman sudah cair dan bunga relatif rendah. Hal ini sesuai dengan motto dari pegadaian itu sendiri, yaitu : ”Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”. Masalah jaminan utang berkaitan dengan gadai yang timbul dari sebuah perjanjian utang-piutang, yang mana barang jaminan tersebut merupakan perjanjian tambahan guna menjamin dilunasinya kewajiban debitur pada waktu yang telah ditentukan dan disepakati sebelumnya diantara kreditur dan debitur. Adanya perjanjian gadai tersebut, maka diperlukan juga adanya barang sebagai jaminan. Jaminan yang digunakan dalam gadai yaitu seluruh barang bergerak, yang terdiri dari: 1) Benda bergerak berwujud, yaitu benda yang dapat dipindah-pindahkan. Misalnya : televisi, emas, dvd, dan lain-lain. 2) Benda bergerak yang tidak berwujud. Misalnya : surat-surat berharga seperti saham, obligasi, wesel, cek, aksep, dan promes. Sebagai suatu bentuk jaminan yang diberikan atas benda bergerak yang mensyaratkan pengeluaran benda gadai dari tangan pemilik benda yang digadaikan tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dari pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan untuk menjadi pedoman dalam pembahasan makalah ini. Adapun perumusan permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Apa yang dimaksud gadai dan unsur-unsurnya? 2) Apa yang menjadi obyek dan subyek gadai? 3) Apa saja yang menjadi hak-hak dan kewajiban pemegang gadai dan hapusnya gadai tersebut? BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Gadai Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda bergerak, yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya sebagai jaminan pembayaran dan memberikan hak kepada kreditur untuk mendapat pembayaran lebih dahulu daripada kreditur-kreditur lainnya atas hasil penjualan benda (pasal 1150 BW). Dari pengertian gadai diatas ini ternyata hak gadai adalah tambahan saja atau buntut (bersifat accesoir) dari perjanjian pokok yaitu perjanjian pinjaman uang. Maksudnya adalah untuk menjaga jangan sampai debitur lalai membayar kembali uang pinjaman atau bunganya. Dimasukkannya hak gadai ini ke dalam pengertian hak kebendaaan (zakelijk recht), oleh karena dapat dikatakan bahwa hak gadai senantiasa melekat atau mengikuti bendanya dan akan tetap ada meskipun mungkin milik benda itu kemudian jatuh ke tangan orang lain, misalnya kepada ahli waris. Dan kalau seorang pemegang gadai (pardnemer) kehilangan benda gadai itu, maka ia berhak meminta kembali benda itu dari tangan siapapun benda tersebut berada selama 3 tahun. Hak untuk meminta kembali ini menurut pasal 1977 ayat (2) BW diberikan kepada pemilik benda bergerak, maka dengan pasal 1152 ayat (2) BW seolah-olah hak gadai dalam hal ini disamakan dengan hak milik. Unsur terpenting dari hak gadai ialah bahwa benda yang dijaminkan harus berada dalam kekuasaan pemegang gadai. Hak gadai tidak mungkin ada kalau benda yang dijaminkan masih berada dalam kekuasaan debitur yang memberikan gadai (pandgever), atau dikembalikan kepadanya atas kemauan pemegang gadai (pasal 1152 BW). Namun penguasaan benda oleh pemegang gadai bukan untuk menikmatinya, memakai dan memungut hasil, melainkan hanya untuk menjadi jaminan pembayaran hutang pemberi gadai kepada pemegang gadai. B. Obyek dari hak gadai Sebagaimana terlihat pada definisi hak gadai sendiri, yang menjadi obyek dari hak gadai adalah benda bergerak. Benda bergerak yang dimaksudkan meliputi benda bergerak yang berwujud (lichamelijke zaken) dan benda bergerak yang tidak berwujud (onlichamelijke zaken) berupa hak untuk mendapatkan pembayaran uang yang berwujud surat-surat berharga. Surat-surat berharga ini dapat berupa: 1) Atas bawa (aan toonder), yang memungkinkan pembayaran uang kepada siapa saja yang membawa surat-surat itu seperti saham dan obligasi, cara mengadakan gadai itu ialah dengan cara menyerahkan begitu saja surat-surat berharga tersebut kepada kreditur pemegang gadai. 2) Atas perintah (aan order), yang memungkinkan pembayaran uang kepada orang yang disebut dalam surat seperti wesel, cek, aksep, promes, cara mengadakan gadai masih diperlukan penyebutan dalam surat berharga tersebut bahwa haknya dialihkan kepada pemegang gadai (endossement menurut pasal 1152 bis KUHPerd). Disamping endossement, surat-surat berharga tersebut harus diserahkan kepada pemegang gadai. 3) Atas nama (op naam), yang memungkinkan pembayaran uang kepada orang yang namanya disebut dalam surat itu, maka cara mengadakan gadai menurut pasal 1153 KUHPerd adalah bahwa hal menggadaikan ini harus diberitahukan kepada orang yang berwajib membayar uang. Dan orang yang wajib membayar ini dapat menuntut supaya ada bukti tertulis dari pemberitahuan dan izin pemberi gadai. Perbedaan cessie dan gadai sebagai berikut : 1) Untuk adanya cessie diperlukan adanya akta otentik atau dibawah tangan. Sedangkan pada gadai perjanjiannya tidak terikat pada suatu bentuk tertentu (bebas). Tapi dalam prakteknya jarang tidak tertulis seringnya di bawah tangan). 2) Pada cessie dengan adanya akta itu perbuatan hukum itu selesai, sedangkan pemberitahuan kepada debitur supaya debitur terikat oleh adanya cessie. Pada gadai dengan adanya akta saja perbuatan hukum itu belum selesai dan baru selesai setelah adanya pemberitahuan. 3) Pada cessie pemberitahuan itu harus dilakukan oleh juru sita dengan exploit artinya dengan surat pemberitahuan untuk menghadap di pengadilan oleh juru sita. Sedangkan pemberitahuan pada gadai dapat dilakukan dengan bebas, baik secara tertulis maupun secara lisan (dalam praktek perbankan biasanya dalam bentuk surat menyurat). Sebagaimana telah dikemukakan bahwa salah satu prinsip yang terpenting dari hak gadai menurut BW ialah bahwa penguasaan pemegang gadai atas benda yang dijaminkan bukan untuk menikmati, memakai dan memungut hasil, melainkan hanya untuk menjadi jaminan pembayaran hutang pemberi gadai kepada pemegang gadai. Sebagai konsekuensi dari ketentuan ini maka kalau yang digadaikan adalah surat-surat berharga yang memberikan berbagai macam hak kepada pemegangnya antara lain berupa bunga, pasal 1158 BW menentukan bahwa pemegang gadai dapat memungut biaya/bunga itu, tetapi bunga itu harus diperhitungkan dengan jumlah uang pinjaman maupun bunganya yang harus dibayar pemberi gadai kepada pemegang gadai. C. Subyek Hak Gadai Seperti halnya perbuatan perbuatan hukum yang lain, pemberi dan penerima gadai hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum, akan tetapi, bagi pemberi gadai ada syarat lagi yaitu ia harus berhak mengasingkan (menjual, menukar, menghibahkan dan lain-lain) benda yang digadaikan. Sebab perbuatan menggadaikan suatu benda termasuk perbuatan mengasingkan benda itu, meskipun secara tidak langsung yaitu membuka kemungkinan dijualnya benda tersebut untuk membayar hutang. Tetapi karena gadai justru hanya mengenai benda-benda bergerak saja, maka bagi penerima gadai sangat sukar untuk menyelidiki apakah pemberi gadai benar-benar berhak untuk mengasingkan benda itu, maka pada pasal 1152 ayat (4) KUHPerd menentukan bahwa kalau kemudian ternyata pemberi gadai tidak berhak untuk mengasingkan benda itu, gadai tidakbisa dibatalkan, asal saja penerima gadai betul-betul mengira bahwa pemberi gadai adalah berhak memberi gadai itu. Kalau penerima gadai mengetahui atau seharusnya dapat menyangka bahwa pemberi gadai tidak berhak memberi gadai, penerima gadai tidak mendapat perlindungan hukum dan hak gadai harus dibatalkan. D. Cara mengadakan hak gadai Adanya hak gadai berdasarkan atas suatu perjanjian (pand overeenkomst) antara penerima gadai (kreditur) dengan pemberi gadai (biasanya adalah debitur sendiri). Untuk membuat perjanjian, “mengadakan gadai”, BW tidak menentukan syarat apa-apa, artinya perjanjian itu dapat dibuat secara tertulis (otentik atau dibawah tangan) dan dapat di buat secara lisan. Inilah yang dimaksudkan dalam pasal 1151 BW yang menyatakan bahwa perjanjian gadai dapat dibuktikan semua alat-alat bukti yang diperbolehkan buat membuktikan perjanjian pokok yaitu perjanjian peminjaman uang. Akan tetapi dengan perjanjian gadai tidak berarti hak gadai telah terbentuk dengan sendirinya, melainkan harus disertai dengan “penyerahan benda yang digadaikan” oleh pemberi gadai kepada penerima gadai. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1152 BW yang menentukan bahwa benda yang digadaiakan harus berada dalam kekuasaan kreditur selaku penerima gadai. Dalam praktek hal ini seringkali menimbulkan kesulitan, jika saja debitur tidak mempunyai benda lain yang digadaikan selain benda yang sehari-hari dipergunakan untuk berusaha, dimana hasilnya kemudian diperuntukkan buat melunasi hutangnya. Jika barang-barang yang dipergunakannya untuk berusaha tersebut ditarik dari kekuasaannya, maka sudah tentu ia tidak dapat berusaha lagi, hal mana jelasa menyebabkan kesukaran baginya untuk melunasi hutang-hutangnya itu. Jalan keluar yang ditempuh untuk mengatasi kesulitan ini adalah dengan mempergunakan suatu bentuk jaminan yang dinamakan “fiduciare eigendoms overdracht” yang sering disingkat feo yaitu penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan bahwa penyerahan hak milik tersebut hanyalah sebagai jaminan untuk pembaran hutang, dengan tetap menahan benda yang di-feo-kan berada dalam kekuasaan yang menyerahkan hak milik (debitur). Bentuk jaminan ini pada hakikatnya merupakan semacam penyelundupan undang-undang tetapi menurut Hooge Raad diperbolehkan karena kebutuhan masyarakat, lagipula perjanjian ini bukan pandovereenkomst. Hooge Raad di negeri Belanda mulai mengakui bentuk jaminan ini dalam keputusannya tanggal 25 Januari 1929 yang terkenal dengan nama “bierbrouwerijarrest” (arrest mengenai perusahaan bir). Di Indonesia jaminan feo ini diakui sejak tahun 1931 oleh yurisprudensi (arrest Hoog Gerechtshof dalam perkara BPM Clignet). ) Meskipun pada mulanya lembaga jaminan feo ini ditujukan buat benda-benda bergerak, namun dalam Keputusan Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional mengenai “Hipotik dan Lembaga-lembaga Jaminan lainnya” yang diselenggarakan di Yogyakarta tanggal 28 s/d 30 Juli 1077 disarankan bahwa selain terhadap benda-benda bergerak, feo dapat juga dilakukan terhadap benda-benda yang tak bergerak berupa bagian-bagian dari flat, banguan yang terdiri diatas tanah hak pakai, tanah hak pakai, tanah hak pakai yang diberikan kepada perseorangan dan badan hukum. ) Sementara itu Mahkamah Agung dalam keputusannya tanggal 1 September 1971 No.372 K/Sip/1970 dalam perkara antar Bank Negara Indonesia Unit 1 Semarang (penggugat kasasi) melawan Lo Ding Siang (tergugat kasasi) menyatakan tidak sah terhadap fuducia mengenai bangunan diatas tanah hak guna bangunan. ), akan tetapi yang masih menjadi persoalan adalah apakah dengan keputusannya itu Mahkamah Agung bermaksud untuk membatasi kemungkinan penggunaan feo hanya mengenai benda-benda bergerak saja seperti memang demikian dalam sejarahnya, atau hanya untuk tidak membenarkan penggunaan feo mengenai tanah hak milik dan tanah hak guna bangunan sebab untuk ini dapat diadakan hipotik dan credietverband. E. Hak-Hak Pemegang Gadai Hak-hak pemegang gadai adalah : 1) Hak untuk menahan benda yang digadaikan selama sebelum dilunasi hutang pokoknya, bunganya dan biaya-biaya lainnya oleh debitur. 2) Hak untuk mendapatkan pembayaran piutangnya dari pendapatan penjualan benda yang digadaikan, apabila debitur tidak menepati kewajibannya. Penjualan benda yang digadaikan dapat dilakukan sendiri oleh pemegang gadai dan dapat pula dengan perantaraan hakim. 3) Hak minta ganti biaya-biaya yang telah dikeluarkannya untuk memelihara benda yang digadaikan itu. 4) Pemegang gadai mempunyai hak untuk menggadaikan lagi benda yang dijadikan jaminan, bila mana hal itu sudah menjadi kebiasaan, seperti menggadaikan surat- surat sero atau obligasi. 5) Dalam melaksanakan hak gadai secara menjual benda yang dijaminkan, pemegang gadai berhak untuk didahulukan menerima pembayaran piutangnya sebelum piutang-piutang lainnya, kecuali biaya-biaya lelang, biaya-biaya pemeliharaan agar barang itu tidak rusak atau musnah. F. Kewajiban-Kewajiban Pemegang Gadai Kewajiban-kewajiban pemegang gadai adalah: 1) Pemegang gadai bertanggung jawab atas hilangnya atau berkurangnya harga barang yang digadaikan jika hal itudisebabkan oleh kelalaiannya. 2) Pemegang gadai harus memberitahukan kepada pemberi gadai bilamana ia hendak menjual barang yang digadaikan kepadanya. 3) Pemegang gadai harus memberikan perhitungan tentang pendapatan penjualan benda yang digadaikan dan setelah mengambil pelunasan piutangnya ia harus menyerahkan kelebihannya kepada pemberi gadai. 4) Pemegang gadai harus mengembalikan benda yang digadaikan bila mana hutang pokok, bunga dan biaya untuk memelihara benda yang digadaikan telah lunas dibayar oleh debitur. G. Sebab-Sebab Hapusnya Gadai Yang menjadi sebab hapusnya gadai : 1) Karena hapusnya perjanjian peminjaman uang. 2) Karena perintah pengembalian benda yang digadaikan lantaran penyalahgunaan dari pemegang gadai. 3) Karena benda yang digadaikan dikembalikan dengan kemauan sendiri oleh pemegang gadai kepada pemberi gadai. 4) Karena pemegang gadai lantaran sesuatu sebab menjadi pemilik benda yang digadaikan. 5) Karena dieksekusi oleh pemegang gadai. 6) Karena lenyapnya benda yang digadaikan. 7) Karena hilangnya benda yang digadaikan. BAB III STUDI KASUS A. Website Pegadaian (Company Profile) B. Visi dan Misi VISI Sebagai solusi bisnis terpadu terutama berbasis gadai yang selalu menjadi market leader dan mikro berbasis fidusia selalu menjadi yang terbaik untuk masyarakat menengah kebawah. MISI • Memberikan pembiayaan yang tercepat, termudah, aman dan selalu memberikan pembinaan terhadap usaha golongan menengah kebawah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. • Memastikan pemerataan pelayanan dan infrastruktur yang memberikan kemudahan dan kenyamanan di seluruh Pegadaian dalam mempersiapkan diri menjadi pemain regional dan tetap menjadi pilihan utama masyarakat. • Membantu Pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan menengah kebawah dan melaksanakan usaha lain dalam rangka optimalisasi sumber daya perusahaan. B. Struktur Organisasi Tertinggi Dewan Komisaris – Direktur Utama sampai dengan Pemimpin Wilayah C. Produk-produk Pegadaian 1. Gadai Konvesional Kredit Cepat Aman (KCA) adalah kredit dengan sistem gadai yang diberikan kepada semua golongan nasabah, baik untuk kebutuhan konsumtif maupun kebutuhan produktif. KCA merupakan solusi terpercaya untuk mendapatkan pinjaman secara mudah, cepat dan aman. Untuk mendapatkan kredit nasabah hanya perlu membawa agunan berupa perhiasan emas dan barang berharga lainnya. PERSYARATAN • Fotocopy KTP atau identitas resmi lainnya • Menyerahkan barang jaminan • Untuk kendaraan bermotor membawa BPKB dan STNK Asli Nasabah menandatangani Surat Bukti Kredit (SBK) KEUNGGULAN • Layanan KCA tersedia di outlet Pegadaian di seluruh Indonesia • Prosedur pengajuannya sangat mudah. Calon nasabah atau debitur hanya perlu membawa agunan berupa perhiasan emas dan barang berharga lainnya ke outlet Pegadaian • Proses pinjaman sangat cepat, hanya butuh 15 menit • Pinjaman mulai dari 50 ribu rupiah sampai 200 juta rupiah atau lebih • Jangka waktu pinjaman maksimal 4 bulan atau 120 hari dan dapat diperpanjang dengan cara membayar sewa modal saja atau mengangsur sebagian uang pinjaman • Pelunasan dapat dilakukan sewaktu-waktu • Tanpa perlu buka rekening. dengan perhitungan sewa modal selama masa pinjaman • Nasabah menerima pinjaman dalam bentuk tunai 2. Gadai Syariah PERSYARATAN • Fotocopy KTP atau identitas resmi lainnya • Menyerahkan barang jaminan • Untuk kendaraan bermotor membawa BPKB dan STNK Asli • Nasabah menandatangani Surat Bukti Rahn (SBR) KEUNGGULAN • Layanan RAHN tersedia di outlet Pegadaian Syariah di seluruh Indonesia • Prosedur pengajuannya sangat mudah. Calon nasabah atau debitur hanya perlu membawa agunan berupa perhiasan emas dan barang berharga lainnya ke outlet Pegadaian • Proses pinjaman sangat cepat, hanya butuh 15 menit • Pinjaman (Marhun Bih) mulai dari 50 ribu rupiah sampai 200 juta rupiah atau lebih • Jangka waktu pinjaman maksimal 4 bulan atau 120 hari dan dapat diperpanjang dengan cara membayar Ijaroh saja atau mengangsur sebagian uang pinjaman • Pelunasan dapat dilakukan sewaktu-waktu • Tanpa perlu buka rekening. dengan perhitungan sewa modal selama masa pinjaman • Nasabah menerima pinjaman dalam bentuk tunai 3. Emas Layanan penjualan Logam Mulia kepada masyarakat secara tunai atau angsuran dengan proses cepat dan dalam jangka waktu yang fleksibel Logam Mulia bisa menjadi alternative pilihan investasi yang aman untuk mewujudkan kebutuhan masa mendatang seperti menunaikan Ibadah Haji, mempersiapkan Biaya Pendidikan Anak, memiliki rumah idaman serta kendaraan pribadi. KEUNGGULAN • Proses mudah dengan layanan professional • Alternatif investasi yang aman untuk menjaga portofolio asset • Sebagai asset sangat likuid untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak • Tersedia pilihan logam mulia dengan berat mulai dari 5 gram damapai 1 kilogram PROSEDUR • Untuk pembelian secara tunai, nasabah cukup datang ke Outlet Pegadaian dengan membayar nilai Logam Mulia yang akan dibeli • Untuk pembelian secara angsuran, nasabah dapat menentukan pola pembayaran angsuran sesuai dengan keinginan. Membayar uang muka yang besarnya sekitar 20% sampai 45% dari nilai logam mmulia yang dibeli dan ditentukan berdasarkan berapa lama jangka waktu angsuran yang diambil. • Untuk pembelian secara On-line dapat mengunjungi situs www.pegadaian.co.id, nasabah dapat melakukan pendaftaran secara online, memilih logam mulia yang dinginkan, menentukan tempat pengambilan barang dan melakukan pembayaran secara on-line. Pengambilan barang dapat dilakukan di outlet-outlet Pegadaian Galeri 24 yang dituju. 4. Simulasi Kredit Krasida BAB IV KESIMPULAN Dari makalah tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa gadai terjadi karena adanya unsur-unsur timbulnya hak debitur yang disebabkan perikatan utang-piutang, dan adanya penyerahan benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud sebagai jaminan yangdiberikan oleh kreditur. Obyek dari gadai adalah benda bergerak berwujud dan tidak berwujud dan yang menjadi subyek dari hak gadai adalah penerima hak gadai (debitur) dan pemberi hak gadai (kreditur), dan secara hukum orang yang tidak cakap dalam perbuatan hukum tentu saja tidak bisa melakukan hubungan hukum gadai. Untuk menjaminnya agar gadai bisa dilaksanakan secara benar, sehingga tidak terjadi sengketa dikemudian hari tentu saja si penerima gadai harus memahami dan melaksanakan kewajibannya, dan si pemberi gadai harus juga mengerti apa yang menjadi hak si penerima gadai. Demikian makalah tentang “Gadai” ini dibuat, semoga bisa menambah kazanah keilmuan kita, minimal sebagai referensi tentang apa itu gadai baik secara definisi, implementasi dan sumber-sumber hukum. A. KETERANGAN  Preferensi : Kesukaan / pilihan  BW (Burgerlijk Wetboek) : KUHPerdata  Kreditur : Pemberi kredit  Debitur : Penerima Kredit  Accesoir : Cabang, tambahan, buntut  Cessie : Adalah penyerahan piutang atas nama yang dilakukan dalam membuat akta otentik atau akta di bawah tangan kemudian dilakukan pemberitahuan mengenai adanya penyerahan itu oleh juru sita kepada debitur dari piutang tersebut  Hipotik : Suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak (kepunyaan orang lain), untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan  Credietverband : Lembaga Jaminan (Fiducia)  Feo : Yaitu penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan bahwa penyerahan hak milik tersebut hanyalah sebagai jaminan untuk pembaran hutang, dengan tetap menahan benda yang di-feo-kan berada dalam kekuasaan yang menyerahkan hak milik (debitur).  Pandgever : Yang memberikan gadai  Zakelijk recht : Hak kebendaan DAFTAR PUSTAKA  H. Riduan Syahrani, S.H., Seluk-Beluk Dan Asas-Asas HukumPerdata, Cetakan ke-4 – Alumni Bandung, 2000  Prof. R. Subekti, S.H. dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerd), - Cet. 38-Jakarta : Pramudya Paramita, 2007  www.pegadaian.co.id
TUGAS TENTANG PENCEMARAN LINGKUNGAN Di buat untuk memenuhi tugas tertulis Mata kuliah Hukum Lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masalah lingkungan banyak menjadi perhatian karena bentuk kehidupan baik pada manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan organisme lainnya akan saling mempengaruhi satu dengan yang lain dalam interaksi yang unik dengan lingkungan. Telah disadari secara luas bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibayar oleh umat manusia berupa pencemaran lingkungan hidup. Pencemaran (pollution) didefenisikan sebagai segala perubahan yang tidak dikehendaki pada sifat udara, air, tanah atau makanan yang dapat mempengaruhi kegiatan kesehatan dan keselamatan makhluk hidup. Ada beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh pencemaran lingkungan antara lain sebagai berikut : 1. Terganggunya kenyamanan dan estetika → bau tidak sedap, mengurangi daya pandang di udara, dan bangunan berdebu. 2. Kerusakan barang → perkaratan logam dan pelapukan meterial bangunan. 3. Bahaya bagi kesehatan → tersebarnya penyakit menular, iritasi saluran pernapasan, timbulnya kanker dan kelainan genetika. 4. Ancaman bagi tumbuhan dan hewan → berkurangnya hasil pertanian, pepohonan menjadi layu dan punahnya beberapa spesies hewan langka. Kita ketahui bahwa sebenarnya sejak dulu teknologi sudah ada atau manusia sudah menggunakan teknologi. Seseorang menggunakan teknologi karena manusia berakal. Dengan akalnya ia ingin keluar dari masalah, ingin hidup lebih baik, lebih aman dan sebagainya. Perkembangan teknologi terjadi karena seseorang menggunakan akalnya untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya. 1.2 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya makalah ini adalah bisa membantu memberikan informasi dan referensi masalah pencemaran lingkungan diantaranya: 1. Mampu memahami pengertian polusi 2. Bisa membedakan jenis-jenis pencemaran lingkungan 3. Mengetahui dampak pencemaran lingkungan 4. Mampu memahami pengertian Iptek 5. Mengetahui dampak Iptek terhadap lingkungan dan sumber daya alam 1.3 Rumusan Masalah Berpijak dari latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah: 1. Apa pengertian polusi? 2. Apa saja jenis-jenis pencemaran lingkungan? 3. Apakah dampak pencemaran bagi manusia secara global? 4. Apa Pengertian IPTEK? 5. Apakah Dampak IPTEK Terhadap Lingkungan dan Sumber Daya Alam? BAB II PENCEMARAN LINGKUNGAN 2.1 Pengertian Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982). Pencemaran dapat timbul sebagai akibat kegiatan manusia ataupun disebabkan oleh alam (misal gunung meletus, gas beracun). Ilmu lingkungan biasanya membahas pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yang dapat dicegah dan dikendalikan. Karena kegiatan manusia, pencemaran lingkungan pasti terjadi. Pencemaran lingkungan tersebut tidak dapat dihindari. Yang dapat dilakukan adalah mengurangi pencemaran, mengendalikan pencemaran, dan meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya agar tidak mencemari lingkngan. 2.2 Macam-Macam Pencemaran Lingkungan Berdasarkan lingkungan yang mengalami pencemaran, secara garis besar pencemaran lingkungan dapat dikelompokkan menjadi pencemaran air, tanah, dan udara. 1. Pencemaran Air Di dalam tata kehidupan manusia, air banyak memegang peranan penting antara lain untuk minum, memasak, mencuci dan mandi. Di samping itu air juga banyak diperlukan untuk mengairi sawah, ladang, industri, dan masih banyak lagi. Tindakan manusia dalam pemenuhan kegiatan sehari-hari, secara tidak sengaja telah menambah jumlah bahan anorganik pada perairan dan mencemari air. Misalnya, pembuangan detergen ke perairan dapat berakibat buruk terhadap organisme yang ada di perairan. Pemupukan tanah persawahan atau ladang dengan pupuk buatan, kemudian masuk ke perairan akan menyebabkan pertumbuhan tumbuhan air yang tidak terkendali yang disebut eutrofikasi atau blooming. Beberapa jenis tumbuhan seperti alga, paku air, dan eceng gondok akan tumbuh subur dan menutupi permukaan perairan sehingga cahaya matahari tidak menembus sampai dasar perairan. Akibatnya, tumbuhan yang ada di bawah permukaan tidak dapat berfotosintesis sehingga kadar oksigen yang terlarut di dalam air menjadi berkurang. Bahan-bahan kimia lain, seperti pestisida atau DDT (Dikloro Difenil Trikloroetana) yang sering digunakan oleh petani untuk memberantas hama tanaman juga dapat berakibat buruk terhadap tanaman dan organisme lainnya. Apabila di dalam ekosistem perairan terjadi pencemaran DDT atau pestisida, akan terjadi aliran DDT. 2. Pencemaran Tanah Tanah merupakan tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan makhluk hidup lainnya termasuk manusia. Kualitas tanah dapat berkurang karena proses erosi oleh air yang mengalir sehingga kesuburannya akan berkurang. Selain itu, menurunnya kualitas tanah juga dapat disebabkan limbah padat yang mencemari tanah. Menurut sumbernya, limbah padat dapat berasal dari sampah rumah tangga (domestik), industri dan alam (tumbuhan). Adapun menurut jenisnya, sampah dapat dibedakan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik berasal dari sisa-sisa makhluk hidup, seperti dedaunan, bangkai binatang, dan kertas. Adapun sampah anorganik biasanya berasal dari limbah industri, seperti plastik, logam dan kaleng. Sampah organik pada umumnya mudah dihancurkan dan dibusukkan oleh mikroorganisme di dalam tanah. Adapun sampah anorganik tidak mudah hancur sehingga dapat menurunkan kualitas tanah. 3. Pencemaran Udara Udara dikatakan tercemar jika udara tersebut mengandung unsur-unsur yang mengotori udara. Bentuk pencemar udara bermacam-macam, ada yang berbentuk gas dan ada yang berbentuk partikel cair atau padat. a. Pencemar Udara Berbentuk Gas Beberapa gas dengan jumlah melebihi batas toleransi lingkungan, dan masuk ke lingkungan udara, dapat mengganggu kehidupan makhluk hidup. Pencemar udara yang berbentuk gas adalah karbon monoksida, senyawa belerang (SO2 dan H2S), seyawa nitrogen (NO2), dan chloroflourocarbon (CFC). Kadar CO2 yang terlampau tinggi di udara dapat menyebabkan suhu udara di permukaan bumi meningkat dan dapat mengganggu sistem pernapasan. Kadar gas CO lebih dari 100 ppm di dalam darah dapat merusak sistem saraf dan dapat menimbulkan kematian. Gas SO2 dan H2S dapat bergabung dengan partikel air dan menyebabkan hujan asam. Keracunan NO2 dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan, kelumpuhan, dan kematian. Sementara itu, CFC dapat menyebabkan rusaknya lapisan ozon di atmosfer. b. Pencemar Udara Berbentuk Partikel Cair atau Padat Partikel yang mencemari udara terdapat dalam bentuk cair atau padat. Partikel dalam bentuk cair berupa titik-titik air atau kabut. Kabut dapat menyebabkan sesak napas jika terhisap ke dalam paru-paru.Partikel dalam bentuk padat dapat berupa debu atau abu vulkanik. Selain itu, dapat juga berasal dari makhluk hidup, misalnya bakteri, spora, virus, serbuk sari, atau serangga-serangga yang telah mati. Partikel-partikel tersebut merupakan sumber penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Partikel yangmencemari udara dapat berasal dari pembakaran bensin. Bensin yang digunakan dalam kendaraan bermotor biasanya dicampur dengan senyawa timbal agar pembakarannya cepat mesin berjalan lebih sempurna. Timbal akan bereaksi dengan klor dan brom membentuk partikel PbClBr. Partikel tersebut akan dihamburkan oleh kendaraan melalui knalpot ke udara sehingga akan mencemari udara. 2.3 Dampak Pencemaran Bagi Manusia Secara Global Pembakaran bahan bakar minyak dan batubara pada kendaraan bermotor dan industri menyebabkan naiknya kadar CO2 di udara. Gas ini juga dihasilkan dari kebakaran hutan. gas CO2 ini akan berkumpul di atmosfer Bumi. Jika jumlahnya sangat banyak, gas CO2 ini akan menghalangi pantulan panas dari Bumi ke atmosfer sehingga panas akan diserap dan dipantulkan kembali ke Bumi. Akibatnya, suhu di Bumi menjadi lebih panas. Keadaan ini disebut efek rumah kaca (green house effect). Selain gas CO2, gas lain yang menimbulkan efek rumah kaca adalah CFC yang berasal dari aerosol, juga gas metan yang berasal dari pembusukan kotoran hewan. Efek rumah kaca dapat menyebabkan suhu lingkungan menjadi naik secara global, atau lebih dikenal dengan pemanasan global. Akibat pemanasan global ini, pola iklim dunia menjadi berubah. Permukaan laut menjadi naik, sebagai akibat mencairnya es di kutub sehingga pulau-pulau kecil menjadi tenggelam. Keadaan tersebut akan berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem dan membahayakan makhluk hidup, termasuk manusia. Akibat lain yang ditimbulkan pencemaran udara adalah terjadinya hujan asam. Jika hujan asam terjadi secara terus menerus akan menyebabkan tanah, danau, atau air sungai menjadi asam. Keadaan itu akan mengakibatkan tumbuhan dan mikroorganisme yang hidup di dalamnya terganggu dan mati. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem dan kehidupan manusia. 2.4 Upaya Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Berbagai upaya telah dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat untuk menanggulangi pencemaran lingkungan, antara lain melalui penyuluhan dan penataan lingkungan. Namun, usaha tersebut tidak akan berhasil jika tidak ada dukungan dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. Untuk membuktikan kepedulian kita terhadap lingkungan, kita perlu bertindak. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi pencemaran lingkungan, diantaranya sebagai berikut: 1. Membuang Sampah pada Tempatnya Membuang sampah ke sungai atau selokan akan meyebabkan aliran airnya terhambat. Akibatnya, sampah akan menumpuk dan membusuk. Sampah yang membusuk selain menimbulkan bau tidak sedap juga akan menjadi tempat berkembang biak berbagai jenis penyakit. Selain itu, bisa meyebabkan banjir pada musim hujan. Salah satu cara untuk menanggulangi sampah terutama sampah rumah tangga adalah dengan memanfaatkannya menjadi pupuk kompos. Sampah-sampah tersebut dipisahkan antara sampah organik dan anorganik. Selanjutnya, sampah organik ditimbun di dalam tanah sehingga menjadi kompos. Adapun sampah anorganik seperti plastik dan kaleng bekas dapat di daur ulang menjadi alat rumah tangga dan barang-barang lainnya. 2. Penanggulangan limbah industri Limbah dari industri terutama yang mengandung bahan-bahan kimia, sebelum dibuang harus diolah terlebih dahulu. Hal tersebut akan mengurangi bahan pencemar di perairan. Denan demikian, bahan dari limbah pencemar yang mengandung bahan-bahan yang bersifat racun dapat dihilangkan sehingga tidak mengganggu ekosistem. Menempatkan pabrik atau kawasan industri di daerah yang jauh dari keramaian penduduk. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengaruh buruk dari limbah pabrik dan asap pabrik terhadap kehidupan masyarakat. 3. Penanggulangan pencemaran udara Pencemaran udara akibat sisa dari pembakaran kendaraan bermotor dan asap pabrik, dapat dicegah dan ditanggulangi dengan mengurangi pemakaian bahan bakar minyak. Perlu dipikirkan sumber pengganti alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan, seperti kendaraan berenergi listrik. Selain itu, dilakukan usaha untuk mendata dan membatasi jumlah kendaraan bermotor yang layak beroperasi. Terutama pengontrolan dan pemeriksaan terhadap asap buang dan knalpot kendaraan bermotor. 4. Diadakan penghijauan di kota-kota besar Tumbuhan mampu menyerap CO2 di udara untuk fotosintesis. Adanya jalur hijau akan mengurangi kadar CO2 di udara yang berasal dari asap kendaraan bermotor atau asap pabrik. Dengan demikian, tumbuhan hijau bisa mengurangi pencemaran udara. Selain itu, tumbuhan hijau melepaskan O2 ke atmosfer. 5. Penggunaan pupuk dan obat pembasmi hama tanaman yang sesuai Pemberian pupuk pada tanaman dapat meningkatkan hasil pertanian. Namun, di sisi lain dapat menimbulkan pencemaran jika pupuk tersebut masuk ke perairan. Eutrofikai merupakan salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh pupuk buatan yang masuk ke perairan. Begitu juga dengan penggunaan obat anti hama tanaman. Jika penggunaannya melebihi dosis yang ditetapkan akan menimbulkan pencemaran. Selain dapat mencemari lingkungan juga dapat meyebabkan musnahnya organisme tertentu yang dibutuhkan, seperti bakteri pengurai atau serangga yang membantu penyerbukan tanaman. Pemberantasan hama secara biologis merupakan salah satu alternatif yang dapat mengurangi pencemaran dan kerusakan ekosistem pertanian. 6. Pengurangan pemakaian CFC Untuk menghilangkan kadar CFC di atmosfer diperlukan waktu sekitar seratus tahun salah satu cara penanggulangannya yaitu dengan mengurangi penggunaan CFC yang tidak perlu oleh manusia. Mengurangi penggunaan penggunaan CFC dapat mencegah rusaknya lapisan ozon di atmosfer sehingga dapat mengurangi pemanasan global. 2.5 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) a) Pengertian Iptek Ilmu ialah pengetahuan yang telah disistemkan dan dirumuskan, atau seperangkat pengetahuan yang telah diatur menjadi suatu sistem pemahaman. Secara ringkas, pengetahuan ialah komponen ilmu. Teknologi ialah ilmu atau pengetahuan yang diterapkan pada penciptaan barang yang diperlukan atau diinginkan manusia. Dapat juga dikatakan teknologi ialah ilmu tentang seni keindustrian, yang mana industri diartikan upaya sungguh-sungguh didalam produksi, perniagaan dan atu pembuatan (manufacture). Teknologi juga dapat diartikan penerapan pengetahuan secara sistematis pada tugas praktis dalam industri (Flower, dkk, 1970; 1984). Jadi, teknologi adalah anak kandung ilmu pengetahuan. 2.6 Dampak Iptek Terhadap Lingkungan dan SDA Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya negara-negara latin yang gandrung memakai teknologi dalam industri yang ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekpor atau pembuat teknologi. Negara pengadopsi hanya menjadi komsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju. Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan pemikiran Alfin Toffler maupun John Naisbitt yang meyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya. Pencemaran terjadi bila dalam lingkungan terdapat bahan yang menyebabkan timbulnya perubahan yang tidak diharapkan, baik yang bersifat fisik, kimiawi maupun biologis sehingga mengganggu eksistensi manusia dan aktivitas manusia serta organisme lainnya. Bahan penyebab pencemaran tersebut disebut polutan. Polusi disebabkan terjadinya factor-faktor tertentu yang sangat menentukan ialah: 1) Jumlah penduduk 2) Jumlah sumberdaya alam yang digunakan oleh setiap individu 3) Jumlah Polutan yang dikeluarkan oleh setiap jenis SDA 4) Teknologi yang digunakan Penggunaan sumberdaya yang salah menimbulkan erosi, sedimentasi yang merusak, penggaraman tanah dan air, penggersangan lahan, banjri dsb. Limbah dan sisa proses menimbulkan contamination dan pollution atas udara, tanah dan air. 2.7 Iptek Penyebab Polusi dan Pencemaran Pencemaran dapat timbul sebagai akibat kegiatan manusia ataupun disebabkan oleh alam (misal gunung meletus, gas beracun). Ilmu lingkungan biasanya membahas pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yang dapat dicegah dan dikendalikan. Karena kegiatan manusia, pencermaran lingkungan pasti terjadi. Pencemaran lingkungan tersebut tidak dapat dihindari. Yang dapat dilakukan adalah mengurangi pencemaran, mengendalikan pencemaran, dan meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya agar tidak mencemari lingkngan. Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran di sebut polutan. Syarat-syarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makluk hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara berfaedah bagi tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat memberikan efek merusak. Suatu zat dapat disebut polutan apabila : a. Jumlahnya melebihi jumlah normal. b. Berada pada waktu yang tidak tepat. c. Berada di tempat yang tidak tepat. Sifat polutan adalah : a. Merusak untuk sementara, tetapi bila telah bereaksi dengan zat lingkungan tidak merusak lagi. b. Merusak dalam waktu lama. Contohnya Pb tidak merusak bila konsentrasinya rendah. Akan tetapi dalam jangka waktu yang lama, Pb dapat terakumulasi dalam tubuh sampai tingkat yang merusak. 2.8 Iptek Ramah Lingkungan Teknologi plasma ubah sampah menjadi listrik dengan lebih efisien dan ramah lingkungan. Sampah memang terbukti bisa diubah menjadi sumber energi. Baik itu sebagai biomassa ataupun dengan teknologi landfield powerplant yang menggunakan sampah sebagai bahan bakar untuk memanaskan air dan menggerakan turbin. Jika menggunakan biomassa, maka efisiensi juga masih rendah, karena energi yang dihasilkan tidak sebanding dengan energi yang dibutuhkan. Teknologi landfield powerplant atau pembangkit listrik berbahan bakar sampah, dianggap lebih efisien, karena semua sampah yang ada digunakan sebagai bahan bakar dan energi yang dihasilkannya juga lebih besar. Hanya saja timbul pertanyaan, bagaimanakah asap dan polusi yang dihasilkan dari pembakaran tersebut? Teknologi yang kini dianggap lebih efisien adalah dengan menggunakan gasifikasi plasma. Meski teknologi tersebut telah ditemukan lebih dari 40 tahun yang lalu oleh NASA, lembaga antariksa Amerika Serikat, untuk mengatur suhu dalam pesawat ruang angkasa, tetapi aplikasi untuk pembangkit listrik berbahan bakar sampah masih belum banyak di dunia, hanya beberapa negara yang menggunakannya yaitu Jepang dan Amerika Serikat. Geoplasma, salah satu perusahaan yang mengembangkan teknologi tersebut, berhasil membuat busur api yang jauh lebih efisien untuk menghancurkan sampah dengan gas super panas atau dikenal juga dengan plasma yang dihasilkannya. Pembangkit listrik yang akan dibangun di Florida akan membakar sampah sebanyak 1.500 ton perhari dan menghasilkan listrik sebesar 60 MW yang sebagian kecilnya digunakan untuk keperluan pembangkit listrik tersebut, setidaknya cukup untuk melistrik rumah sebanyak 50.000. Gasifikasi plasma bekerja dengan menggunakan busur api listrik untuk memanaskan gas menjadi plasma. Suhu tinggi yang sudah tercipta akan memanaskan sampah menjadi syngas, yang telah bersih dari partikel-partikel. Berikutnya syngas tersebut digunakan untuk memutar turbin guna menghasilkan listrik. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan dan pembahasan makalah diatas antara lain: 1. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lngkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfingsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982). 2. Untuk menghentikan atau mengurangi pencemaran dilakukan dengan memperhatikan lingkungan, menggunakan pupuk yang sesuai, penanaman pohon, penanggulangan limbah industry, penaggulangan polusi udara dll. 3. IPTEK dikembangkan dalam bidang antariksa dan militer, menyebabkan terjadinya eksploitasi energi, sumber daya alam dan lingkungan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari. 4. Teknologi yang diandalkan sebagai istrumen utama dalam “revolusi hijau” mampu meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. 3.2 Saran Semoga dalam pembahasan makalah diatas dapat memberikan sedikit penjelasan dalam langkah kita untuk mengenal lingkungan lebih dalam lagi sehingga bisa menerapkan langkah yang lebih baik dalam menjaga keseimbangan alam untuk keberlangsungan hidup yang lebih baik dan makalah ini bermanfaat bagi kita semua. DAFTAR PUSTAKA http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/07/iptek-dan-lingkungan/ http//www.adigunwindows.blogspot.com