Monday, 28 September 2015

MAKALAH ILMU NEGARA TENTANG TIPE NEGARA ROMAWI KUNO DAN TIPE NEGARA YUNANI KUNO DI SUSUN OLEH : SUPARNO (2012020368) DOSEN PEMBIMBING : IBU EKA MARTIANA WULANSARI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG A. PENDAHULUAN Pada bagian ini akan dibicarakan penggolongan negara berdasarkan ciri-ciri pokok yang dominan. Klasifikasi negara menurut berbagai tipe ini dibuat berdasarkan pandangan Eropa Sentris. Mereka melakukan penggolongan negara menurut ciri-ciri dominan dari negara berdasarkan perjalanan sejarah umat manusia. Umumnya, orang menggolongkan tipe-tipe negara dalam 5 golongan atau tipe, yakni : 1) Tipe negara Timur Kuno 2) Tipe negara Yunani Kuno 3) Tipe negara Romawi Kuno 4) Tipe negara Abad Pertengahan 5) Tipe negara Modern Dalam makalah ini akan di bahas lebih spesifik tentang tipe negara Yunani Kuno dan tipe negara Romawi Kuno. a) Tipe Negara Yunani Kuno Ciri utama negara Yunani Kuno adalah Negara Kota (polis, city-staat, stad-staat) dan demokrasi langsung. Sejalan dengan ajaran para filsuf yunani bahwa manusia adalah zoon politicon (ajaran Aristoteles), mereka merasa bahwa hidup tidak bermakna jika tidak bermasyarakat. Mereka mengutamakan status activus, yakni aktif terlibat dalam urusan pemerintahan. Dengan demikian terjadi demokrasi langsung di Yunani Kuno. Hal itu di mungkinkan karena : • Waktu itu luas negara Yunani masih seluas kota • Persoalan kenegaraan belum terlalu kompleks • Setiap warga negara adalah negara minded . Meskipun demikian, demokrasi yang di Yunani saat itu tidak murni karena tidak semua penduduk mempunyai hak untuk berdemokrasi. Ada 3 golongan penduduk Yunani,yaitu : • Pendatang • Budak • Pendukuk Asli Golongan pendatang tidak mempunya hak untuk berdemokrasi, golongan budak tidak termasuk subjek hukum, tetapi menjadi objek hukum jadi tidak mempunyai hak apa-apa. Penduduk asli hanya orang-orang merdeka yang mempunyai hak berdemokrasi, yaitu laki-laki dewasa. Perempuan dan anak-anak tidak mempunyai hak . Segenap warga Yunani kuno diwajibkan memenuhi tugas kenegaraan dan tugas keagamaan. Dalam memenuhi tugas kenegaraan, mereka adalah staatsgemeinschaft, artinya mereka adalah warga masyarakat negara sehingga wajib memenuhi tugas-tugas negara. Dalam memenuhi tugas keagamaan, mereka adalah kulgemeinschaft, artinya mereka adalah warga keagamaan sehingga wajib memenuhi tugas-tugas keagamaan. Agar dapat terlibat secara aktif, warga harus di didik terlebih dahulu untuk mengetahui segala macam ilmu pengetahuan, yang disebut encyclopaedie (lingkaran pengetahuan). Berdasarkan hal itu mereka berpandangan bahwa orang-orang yang duduk dalam pemerintahan harus berasal dari kalangan orang pintar (bentuk aristokrasi). b) Tipe Negara Romawi Kuno Ciri-ciri utama tipe negara Romawi Kuno adalah dapat dilihat dari 4 fase sejarah ; 1) Masa kerajaaan, contohnya kerajaan Sparta 2) Masa Republik, contohnya Republik Athene 3) Masa principat 4) Masa Dominat Pada tahap awal, masa kerajaan dan masa republik di Romawi kuno mereka masih mengikuti ajaran-ajaran dari Yunani. Baik Sparta maupun Athene adalah dua negara kota di Yunani. Karena pada zaman itu tipe negara Romawi kuno sama dengan tipe negara Yunani kuno. Ketika negara kota berkembang menjadi Vlakte-Staat (Country State), muncul tokoh Ulpianus yang mulai membangun teori-teori kenegaraan baru sebagaimana terlihat pada zaman pricipat dan dominat. Ulpianus mengajarkan bahwa demokrasi langsung tidak mungkin dapat dijalankan. Rakyat berdasarkan kepercayaan harus menyerahkan kekuasaan kepada kaisar (sehingga disebut Caesarismus). Penyerahan dilakukan melalui suatu perjanjian, yang kemudian dituangkan dalam Lex-Regia, yaitu undang-undang yang memberi hak kepada kaisar untuk memerintah. Dengan demikian , kaisar menjadi absolut dan berkuasa penuh. Pada masa itu dikenal dua pepatah romawi : Princeps legibus solutus est Salus Publica suprema lex Artinya hanya kaisar yang membuat undang-undang, yang mengatasi segala peraturan hukum karena undang-undang yang dibuat oleh kaisar adalah untuk kepentingan umum . Ciri lainnya adalah pada permulaan pemerintahan, negara Romawi Kuno menganut Primus Inter Pares, artinya yang memimpin adalah yang terkemuka dari yang sama. Kemudian berubah menjadi raja atau kaisar yang absolut. Selain itu pada zaman itu sudah dikenal kodifikasi hukum. 2 kodifikasi hukum yang sangat terkenal adalah Corpus Luris Civilis dan Corpus luris Canonici, yang hingga kini masih berlaku di banyak negara barat dan timur. B. ANALISIS PERMASALAHAN 1) MASA YUNANI PURBA / KUNO Sepanjang pengetahuan menurut ilmu, penyelidikan tentang negara timbul dan berkembang setelah di Yunani Purba mengalami pemerintahan yang demokratis. Setiap orang bebas menyatakan hasil pikiran dan isi hatinya. Oleh karena itulah penyelidikan tentang negara bertepatan sekali dengan kebudayaan Yunani Purba/Kuno. Sehubungan denga hal tersebut diatas di kalangan pemerintahan lazimnya berwujud demokrasi langsung atau directe demokratie (direct democracy atau klassieke democratie) rakyat di dalam polis tersebut ikut menentukan kebijakan pemerintah atau adanya direct goverment by all the people . Oleh karena itu turut sertanya rakyat didalam pemerintahan merupakan ciri mutlak dari demokrasi. Dan turut sertanya rakyat secara langsung ini dalam pemerintahan merupakan ciri khas yang didapatkan di dalam kebudayaan Yunani Purba. Maka dengan turut sertanya rakyat dalam pemerintahan secara langsung ini berarti yang melakukan pengawasan adalah rakyat. Dlam hal ini tentu saja yang harus diperhatikan benar-benar pengawasanan rakyat ini yaitu siapakah yang disebut rakyat (who are the peple control)? Yang disebut rakyat adalah warga kota yang disebut citizen yang merupakan bagian kecil saja dari mereka yang merupakan penduduk Athena. Mengenai kontrole atau pengawasan rakyat itu dijalankan denga musyawarah rakyat, diYunani disebut : ecleseia, sedangkan di Romawi disebut cometia Dalam kata polis ini dihasilkan perkataan Politeia atau Politica. Belum terdapat pengertian pemecahbelahan ilmu pengetahuan pada masa itu, sehingga Politeia atau Politica dengan itu merupakan ilmu pengetahuan tunggal atau suatu ganzheit. Dalam masa itu terdapat beberapa filsuf yakni : Socrates Plato Aristoteles Epicurus Zeno Hal tersebut mempengaruhi kebudayaan barat dan bertalian dengan itu melalui proses akulturasi atau proses perpaduan diantara kebudayaaan-kebudayaan yang menimbulkan peresapan, ajaran mereka itu kiranya sedikit banyaknya telah mempengaruhi kebudayaan kita saat ini. Socrates (+ 470 – 399 S.M.) Pada masa itu terdapat kesempatan yang baik untuk menghasilkan karya sastra, berfikir serta ada kebebasan berfikir tanpa ada kekangan-kekangan yang bersifat mengharuskan. Ditambah lagi dengan kemenangan Yunani terhadap Persia, sehingga meninggikan derajat martabat Yunani, perasaan kebangsaan mulai tumbuh. Kemakmuran tumbuh, berkembang dan dirasakan sebagi hasil pelajaran dan perdagangan. Disamping itu pengetahuan terhadap dunia luar makin diperluas. Juga sifat agamnaya, keadaan geografis dan bentuk negaranya. Akan tetapi didalam keadaan serba mewah dan gilang gemilang itu, bersemayamlah para pembesar negara yang melupakan tugas dan kehilangan rasa susilanya, sehingga timbullah tindakan-tindakan yang bersifat bersimaharajalela, sewenang-wenang, korupsi, pemerasan dan tindakan yang tidak adil. Di tengah suasana demikian muncullah para filsuf dari luar negeri terutama dari daratan asia kecil karena baginya hal tersebut merupakan kesempatan besar untuk menjual ilmunya di Yunani. Mereka in tergolong kaum Sophis dan alirannya di sebut Sophisme. Kaum Sophis ini menyebarkan dan menganjurkan paham-paham mengenai hukum, keadilan serta negara yang bersifat merusak masyarakat sebagiamana Thrasymachus mengajarkan, bahwa : Justice is the interest of the stronger (keadilan itu merupakan keuntungan atau apa yang berguna daripada yang lebih kuat). Di tengah keadaan dan suasana yang memperkosa hukum, menginjak-injak dan mempersundal peri kemanusiaaan yang amat sangat membahayakan negara, maka muncullah Socrates laksana penjelmaan “Sri Rama” untuk berjuang memberantas dan mengikis dengan tiada gentar sedikitpun dimana saja dia berdiam serta kapan saja dia berada. Meskipun Socrates tidak membentuk suatu sistem ajaran dan tidak pula meninggalkan buku-buku, namun masih tetap segar dan akan tetap tergores dalam ingatan beberapa prinsip dan ajarannya itu lewat jasa muridnya : Plato. Cara belajar Socrates seperti telah dikemukakan diatas, yaitu dengan metode dialektis atau tanya jawab (dialog), dengan itu mencoba mencari pengertian-pengertian tertentu, yaitu mencari dasar-dasar hukum dan keadilan yang bersifat objektif dan dapat dijalankan serta diterapkan kepada setiap manusia. Menurut pendapatnya, di setiap hati kecil manusia terdapat rasa hukum dan keadilan yang sejati, bergemalah detak-detak kesucian sebab setiap insan itu merupakan sebagian daripada nur Tuhan yang Maha Pemurah, rasa adil dan kasih sayang, meskipun detak-detak kesucian itu dapat terselubung dan ditutupi oleh kabut tebal kepemilikan dan ketamakan, kejahatan dan aneka ragam kedholiman, namun tetap ada serta tidak dapat dihilangkan laksana cahaya abadi. Negara bukanlah suatu organisasi yang dibuat untuk manusia demi kepentingan dirinya sendiri, melainkan negara itu suatu susunan yang objektif berdasarkan kepada sifat hakikat manusia karena itu bertugsa melaksanakan dan menerapkan hukum-hukum secara objektif termuat “keadilan umum” dan tidak hanya melayani para penguasa negara yang saling berganti-ganti orangnya. Sangatlah disesalkan serta disayangkan ajaran Socrates tersebut pada tahun 399 S.M. dipandang serta dianggap berbahaya bagi negara dan merusak aklak budi pekerti generasi muda Yunani Purba karena itu ia dituntut dan dijatuhi hukuman mati dengan jalan minum racun oleh negara yang ia taati, sebab bagaimanapun juga negara itu harus dipatuhi walaupun negara itu harus diperbaiki. Tanpa keraguan dengan bekal keyakinan dan kepastian serta kepatuhan luar biasa, dia menolak semua usul-usul dan bantuan murid-muridnya untuk menyelamatkan jiwanya, ia tetap berpendirian bahwa putusan negara harus dipenuhi. Walaupun kebangsaan yang berlainan dan dipisahkan oleh jarak antara tempat dan zaman berkurun-kurun, menembus beratus-ratus generasi, namun budi pekerti yang bersamaan, maka lahirlah kata-kata dari seorang negarawan Inggirs Lord Palmerston yang terkenal namanya itu menyatakan bahwa “right or wrong my country”. Plato (429 – 347 S.M.) Ia dilahirkan pada tahun 429 S.M. di Athena, tergolong ke dalam keluarga bangsawan serta mendapat pendidikan yang tinggi. Plato berlainan dengan Socrates sebagai gurunya, sebab Plato telah meninggalkan sejumlah karangan buku-buku, antara lain tulisannya dalam bentuk-bentuk percakapan secara tanya jawab dengan Socrates yang memegang peranan pokok. Buku-buku terpenting dari Plato yang sering disinggung-singgung dalam ilmu pengetahuan baik untuk ilmu negara maupun untuk ilmu politik, ada 3 buku, yaitu : 1. Politeia (the Replubic) mengenai negara 2. Politicos (the Statement) mengenai ahli negara 3. Nomoi (the Law) mengenai undang-undang Disamping itu masih terdapat buku-buku lainnya antara lain : 1. Gorgias, yang mengupas tentang kebahagiaan 2. Sophist, yang mengupas hakikat pengetahuan 3. Phaedo, yang mengupas keabadian jiwa 4. Phaedrus, yang mengupas soal cinta kasih 5. Protagoras, yang mengenai hakikat kebajikan Disamping itu janganlah dilupakan pengaruh-pengaruh gurunya, yaitu Socrates yang selalu berjuang dan mengikis tiada gentar sedkitpun segala ketidakadilan, kemurkaan, kedholiman dimana saja dia berada, kapan saja dia berdiam. Aristoteles (384-322 S.M.) Aristoles adalah murid Plato, ia berasal dari kerajaan Macedonia dan datang dari Yunani waktu berusia 17 tahun untuk berguru pada Plato dan melanjutkan pemikiran idealisme Plato ke realisme. Oleh karena itu filsafat Aristoteles adalah ajaran tentang kenyataan (ontologie) yaitu suatu cara berfikir yang realistis. Sehingga metode penelitiannya bersifat induktif-empiris. Oleh karena itu ia dijuluki Bapak Ilmu pengetahuan Empiris. Dengan dijulukinya Aristoteles sebagai “Bapak Ilmu Pengetahuan Empiris” di konstatasi, bahwa di dalam kenyataannya bentuk negara cita, seperti monarchi, aristokrasi dan Politeia (Polity) tidak pernah terlaksana, melainkan selalu menjadi bentuk campuran (mixed form). Oleh sebab itu disimpulkan dalam kenyataannya bentuk negara itu menjadi : a. Bentuk negara campuran (mixed form) b. Bentuk negara pemerosotan (corruption or degenerate form) Bertalian dengan hal tersebut diatas maka Aristoteles dianggap sebagai salah seorang dari para perintis sosiologi hukum. Epicurus (342-271 S.M.) Ia seorang ahli pikir dan ahli hukum, lahir di Samos, mendapat pendidikan di Yunani serta hidup dalam keadaan keruntuhan negara-negara di Yunani sesudah Yunani menjadi jajahan Macedonia. Dia berpendapat terjadinya negara disebabkan terdorong karena ada kepentingan sebagai unsur-unsur perseorangan. Dan tujuan negara hanya menjaga tata tertib dan keamanan dalam masyarakat dengan tidak memperdulikan macam apa dan bagaimana negeri itu. Kalau dilihat pikiran Epicurus ini merupakan pikiran yang putus asa tatkala negara sedang menghadapi masa keruntuhan dimana rasa kebangsaan menipis, karena tidak diperdulikan lagi siapa dan cara bagaimana negara itu diselenggarakan, sehingga pendapatnya itu hanyalah menggambarkan negara dan huklum pada suatu saat tertentu. Zeno (+ 300 S.M.) Ia pun hidup di dalam keadaan serba lesu dan morat-marit. Pemimpin dari aliran filsafat Stoazijnen yang berasal dari perkataan stoa artinya jalan pasar yang bergambar, dan ia memberikan serta mengajarkan pahamnya itu kepada murid-muridnya dengan mengambil tempat di jalan yang banyak gambar dan banyak tonggak temboknya. Hasil aliran ini timbul dalam kebudayaan Yunani apa yang disebut “Hukum Alam” atau Hukum Asasi (Natuurrecht). Maka oleh ajaran hukum alam dibedakan menjadi 2 alam : 1. Kodrat Manusia (natuur van de mens) 2. Kodrat Benda (natuur van de zaak) Yang dimaksudkan dengan kodrat manusia yaitu dilihat dari sifat-sifat manusia, ialah kodrat yang terletak dalam budi manusia yang merupakan zat hakikat sedalam-dalamnya dari manusia dan budi itu bersifat tradisional. 2) MASA ROMAWI PURBA / KUNO Setelah Yunani disatukan oleh orang Romawi pada tahun 146 S.M. kemudian gabungkan, sehingga menjadi daerah bagian belaka dari Imperium Romawi. Oleh karena itu orang-orang Romawi tidak mempunya banyak waktu untuk berfikir dan menulis sebagaimana halnya orang-orang Yunani, maka orang-orang Romawi tidak banyak meninggalkan tulisan – tulisan berupa buku-buku mengenai kenegaraan. Mereka sibuk dengan mengurus kenegaraannya yang begitu luas daerahnya, sehingga mereka lebih mengutamakan pembentukan organisasi-organisasi dan peraturan-peraturan yang bersifat praktis yang dapat menjangkau dan mengatur persoalan-persoalan kenegaraan. Sebab itulah sifatnya menjadi berbeda yakni :  Sifat bangsa Yunani ahli pikir.  Sifat bangsa Romawi selaku ahli praktek, yaitu menjalankan dan mempraktekan segala sesuatu yang timbul dan hidup dalam alam pikirannya. Sama halnya dengan kenegaraan dalam kebudayaan Yunani, maka dalam kebudayaan Romawi ilmu kenegaraan itu masih juga belum terpisah-pisah. Bertalian dengan ditirunya bangunan-bangunan polis, orang-orang Romawi itu meniru bangunan kedaulatan rakyat (volkssouvereiniteit) dari orang-orang Yunani, berhubung di dalam polis terdapat demokrasi langsung. Dan sekedar untuk mengetahui hal itu perlulah diselami dan diketahui perkembangan sejarah politik Romawi yang mencakup dan meliputi 4 tingkatan masa : 1. Masa Kerajaan Yaitu masa Koningschap atau Kerajaan. Yang jadi pimpinan seorang raja, sehingga bentuk negara merupakan monarkhi. Pada masa ini tidak begitu penting dalam pertaliannya dengan isi kedaulatan rakyat. Masa tersebut disebut legende. 2. Masa Republik Republik atau Republiek berasal dari perkataan Res berarti “kepentingan” dan “Publica”berarti umum. Republik artinya suatu pemerintahan yang menjalankan kepentingan umum. Pada masa itu yang menjalankan pemerintahan adalah konsul-konsul yang menyelenggarakan dan menjalankan pemerintahan demi kepentingan umum. Biasanya pemerintahan dipegang oleh 2 orang konsul, akan tetapi didalam keadaan bahaya atau darurat maka para warganya memilih seseorang, menunjuk dan mengangkat untuk memegang segala kekuasaan didalam pemerintahan itu selama keadaan bahaya tersebut demi untuk mengatasinya, sehingga timbullah seorang Diktator. Tetapi meskipun demikian adakalnya dikatator itu membawa kebaikan, namun tidak jarang membawa kesusahan dan malapetaka, sebagiman halnya Marius yang menginjak-injak dan membuang konstitusi dan kemudian tindakannya itu ditiru oleh Solon, Pompey dan Caesar. Keadaan tersebut dinamakan adanya diktator purba sebagai lawan daripada adanya diktator modern. Menurut istilah Roelof Kranenburg Modern autocratie (otokrasi modern) atau de eenparty staat (negara partai tunggal). 3. Masa Prinsipat Masa prinsipat ini dimulai dengan masa Caesar. Meskipun pada waktu para Princep’s atau raja-raja Romawi belum mempunyai kewibawaan (gezag) namun pada hakikatnya mereka merupakan orang yang memerintah secara mutlak. Kemutlakan ini didasarkan kepada Caesarismus yaitu adanya perwakilan yang menghisap dari pihak Caesar terhadap kedaulatan rakyat. Dan untuk keperluan ini orang-orang Romawi sibuk mencari dasar atau landasan-landasan hukum agar segala tindakan raja yang menyeleweng dari kedaulatan rakyat dapat dibenarkan atau dihalalkan. Perlu diketahui sehubungan dengan hal itu ada 5 orang ahli hukum (doctoris iuris) yang sangat terkenal dan termashyur, yaitu :  Gajus  Modestinus  Paulus  Papinianus  Ulpianus Mereka hidup pada masa republik. Dengan demikian sesungguhnya masa Romawi telah merupakan monarkhi mutlak yang memuat Caesarismus akibat konstruksi Ulpianus, sehingga menimbulkan pengorbanan-pengorbanan dikalangan rakaya Romawi kala itu. 4. Masa Dominat Atau masa dominaat, yaitu masa para kaisar telah terang-terangan dan tanpa malu-malu lagi menjadi raja mutlak bertindak menyeleweng secara sewenang-wenang memperkosa hukum dan menginjak-injak peri kemanusiaan. Hal itu terlihat dengan adanya manusia dibakar hidup-hidup atau diadukan dengan manusia lagi (para gladiator) atau dengan bianatang buas seperti singa di arena terbuka untuk umum dan ditonton sebagai barang hiburan oleh kaisar dan pengkutnya sambil minum anggur, dan makan makanan yang enak dan lezat, sedangkan rakyat Romawi pada saat itu sedang dilanda kelaparan. 5. Cicero Pemikir ini hidup sekitar tahun 106-43 S.M. Ia mendapat pengaruh dari Plato dan terutama sekali dari Zeno. Ditulisnya buku-buku yang berjudul De Replubica atau tentang Negara dan De Legibus atau tentang Undang-undang yang melukiskan pikiran-pikiran ketatanegaraan pada masa imperium Romawi. Hukum dipandangnya sebagai satu-satunya ikatan dalam negara, sebab pikiran yang murni itu merupakan hukum yang benar. Dengan terjadinya perkembangan politik pada masa itu di romawi dan ia sebagai pengikut partai senat akhirnya ia dibuang dan meninggal karena dibunuh. Ternyata bahwa didunia ini tidak ada yang abadi dan langgeng. Begitupun dengan imperium Romawi yaitu Roma jatuh waktu diserbu kaum Barbar bangsa Jerman Kuno pada abad ke 4-5. Sedangkan bagian baratnya lenyap sebab diserbu oleh bangsa Jerman pada tahun 476. Kemudian menyusul jatuh pada bagian timur disebabkan penyerbuan oleh orang-orang Turki pada tahun 1453. C. PENUTUP Pertumbuhan dan perkembangan suatu ilmu pengetahuan pada dasarnya bebas untuk berfikir dan menyatakan hasil berfikir dari manusia itu, karena itu jika ada kebebasan menyatakan pendapat yang merupakan hasil pemikiran kemasyarakatan luas, harus ada hal-hal yang menyebabkan sampai dilakukan penyelidikan. Biasanya ada keadaan yang tidak sesuai dengan pandangan hidup didalam masyarakat itu. Demikianlah ilmu itu tumbuh dan berkembang. Karena itulah ilmu adalah lambang yang utama dari kemajuan. DAFTAR PUSTAKA • Dr.Max Boli Sabon, S.H.,M.Hum Ilmu Negara Jakarta: Penerbit Universitas Atmajaya 2012 • Dr.Ni’matul Huda, S.H.,M.Hum Ilmu Negara Jakarta: Penerbit Rajawali Pers 2012 • Prof. Dr. Sjachran Basah, S.H.,CN Ilmu Negara Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti 2011

No comments:

Post a Comment