Monday, 28 September 2015

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TENTANG MUAMALAH (Dengan Sub. Tema) : • Muamalah dan Perubahan Masyarakat • Macam-macam Muamalah dalam Islam • Hibah, Wasiat dan Sistem Kewarisan dalam Islam • Hubungan Muslim dan Non Muslim 1. BAB MUAMALAH DAN PERUBAHAN MANUSIA 1.1 Pengertian Secara etimologi, adalah masdar dari kata 'AMALA-YU'AMILI-MU'AMALATAN yang berarti saling bertindak, saling berbuat dan saling beramal. Secara terminologi, pengertian muamalah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Pengertian muamalah dalam arti luas:  “Peraturan-peraturan Allah yang diikuti dan ditaati oleh mukallaf dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan bersama.”  “Aturan-aturan (hukum) Allah yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan dan sosial kemasyarakatan.” Pengertian muamalah dalam arti sempit:  “Akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaat.”  “Aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dalam usahanya memenuhi kebutuhan hidup jasmani.” Meskipun penekanan kebutuhan dalam muamalah adalah aspek keduniaan/materi, namun hal ini tidak dapat dilepaskan dari aspek ukhrawi. Jadi, aktivitas muamalah, baik dalam memperoleh, mengelola dan mengembangkan harta (mal) sudah semestinya mengikuti aturan main yang ditetapkan oleh syara’. 1.2. Pembagian Muamalah dapat dibagi menjadi dua bagian: 1. Al-mu’amalah al-madiyah, yaitu muamalah yang mengkaji objek muamalah (bendanya). Dengan kata lain, al-muamalah al-madiyah adalah aturan yang ditetapkan syara’ terkait dengan objek benda. Dimaksudkan dengan aturan ini, bahwa dalam memenuhi kebutuhan yang sifatnya kebendaan, seperti jual-beli (al-bai’), tidak saja ditujukan untuk mendapatkan keuntungan (profit) semata, akan tetapi juga bagaimana dalam aturan mainnya harus memenuhi aturan jual-beli yang ditetapkan syara’. 2. Al-muamalah al-adabiyah, yaitu muamalah yang mengkaji bagaimana cara tukar menukar benda. Dengan kata lain, al-muamalah al-adabiyah adalah aturan-aturan syara’ yang berkaitan dengan aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat, ditinjau dari segi subjeknya, yaitu mukallaf/manusia. Hal ini mengacu kepada bagaimana seseorang dalam melakukan akad atau ijab qabul. Apakah dengan rela sama rela (‘an taradlin minkum) atau terpaksa, ada unsur dusta dsb. Pembagian atau pembedaan tersebut ada pada tataran teoritis saja, karena dalam prakteknya antara keduanya tidak dapat dipisahkan. 1.3 Kedudukan Muamalah dalam Islam • Islam memberikan aturan-aturan yang longgar dalam bidang muamalah, karena bidang tersebut amat dinamis, mengalami perkembangan. • Meskipun demikian, Islam memberikan ketentuan agar perkembangan di bidang muamalah tersebut tidak menimbulkan kemadaratan atau kerugian salah satu pihak. • Meskipun bidang muamalah berkaitan dengan kehidupan duniawi, namun dalam prakteknya tidak dapat dipisahkan dengan ukhrawi, sehingga dalam ketentuannya mengadung aspek halal, haram, sah, rusak dan batal. 1.4 Sumber Hukum Muamalah  Al- Qur’an, seperti: QS. 2: 188; QS. 4: 29.  Al- Hadits.  Ijtihad, merupakan sumber yang banyak digunakan dalam perkembangan fiqh muamalah. 1.5 Prinsip-prinsip Hukum Muamalah • Pada dasarnya segala bentuk muamalah hukumnya mubah/boleh, kecuali yang ditentukan lain oleh Al- Qur’an dan atau Al- Hadits. • Dilakukan atas dasar suka rela (‘an taradlin minkum), tanpa ada unsur paksaan. • Dilakukan dengan pertimbangan mendatangkan maslahat/manfaat dan menghidari madarat. • Dilakukan dengan mempertimbangkan nilai keadilan, menghindari eksploitasi, pengambilan kesempatan dalam kesempitan. 2. BAB. MACAM – MACAM MUAMALAH DALAM ISLAM 2.1 Ruang Lingkup 1. Jual-beli (al-bai’) 2. Gadai (al-rahn) 3. Jaminan dan tanggungan (al-kafalah dan al-dlaman) 4. Pemindahan hutang (al-hiwalah) 5. Pailit (al-taflis) 6. Perseroan atau perkongsian (al-syirkah) 7. Perseroan tenaga dan harta (al-mudarabah) 8. Sewa menyewa dan upah (al- ijarah dan ujrah) 9. Gugatan (al- syuf’ah) 10. Sayembara (ji’alah) 11. Pembagian harta bersama (al- qismah) 12. Pemberian (al- hibah) 13. Perdamaian (al- sulhu) 14. Permasalahan mu’ashirah (muhaditsah), seperti bunga bank, asuransi dll. 2.3 Objek Muamalah dalam arti yang terbatas, terdiri dari: 1. Hak (huquq) dan pendukungnya. 2. Benda (mal) dan milik atas benda (tamlik). 3. Perikatan (akad). 2.4. Perbedaan antara Muamalah dan Ibadah: 1. Karakter muamalah dinamis, selalu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat; sementara ibadah tidak berubah/stagnan. 2. Muamalah lebih bersifat ta’aqquli; sementara ibadah bersifat ta’abbudi. 3. Ketetapan hukum (fatwa) dalam ibadah menganut dasar kehatian-hatian; sementara dalam muamalah berdasar pada kemaslahatan. 4. Dalam muamalah kesempatan berijtihad lebih luas dibandingkan dalam ibadah. 3. HIBAH, WASIAT DAN SISTEM KEWARISAN DALAM ISLAM 3.1 HIBAH Pengertian Hibah adalah memberikan hak memiliki sesuatu benda kepada orang lain yang dilandasi oleh ketulusan hati atas dasar saling membantu kepada sesama manusia dalam hal kebaikan, dan pada mulanya kata hibah itu diambil dari kata “hubuubur riih” artinya “nuruuruhaa” yang berarti perjalanan angin. Secara umum hibah mempunyai pengertian hal-hal yang meliputi : a) Ibraa, yakni menghibahlan utang kepada yang berhutang: b) Sedekah yakni menghibahkan sesuatu dengan mengharapkan pahala di akhirat; c) Hadiah yakni pemberian yang menurut orang yang diberi untuk memberi imbalan; 3.2 Wasiat 3.2.1 Pengertian wasiat Wasiat di ambil dari bahasa arab al-washiyah (الوصيه) yang artinya pesan, perintah atau nasehat. Sedangkan pengertian wasiat menurut ulama’ fiqh adalah memberikan harta dengan suka rela kepada seseorang yang akan berlaku jika si pewasiat meninggal dunia. Baik harta itu berbentuk material maupun nasehat. Menurut Abd Al-Rahim dalam bukunya Al-Muhabadat Fil Al-Miras Al-Muqaram mendefenisikan wasiat adalah tindakan seseorang memberikan hak kepada orang lain untuk memiliki sesuatu baik berupa benda atau manfaat secara suka rela atau tidak mengharapkan imbalan yang pelaksanaannya ditangguhkan setelah peristiwa kematian orang yang berwasiat kematian orang yang berwasiat. Dalam Sunnah, Rasulullah s.a.w. bersabda: “Seseorang Muslim yang mempunyai sesuatu yang boleh diwasiatkan tidak sepatutnya tidur dua malam berturut-turut melainkan dia menulis wasiat disisinya.” Hadis riwayat Bukhari dan Muslim 3.2.2 Pengertian wasiat Terdapat beberapa ciri wasiat yang perlu diperhatikan bagi seorang muslim yakni: 1. Harta yang diwasiatkan mestilah tidak lebih dari sepertiga (1/3) dari harta pusaka bersih, melainkan mendapat persetujuan dari ahli-ahli waris. 2. Si penerima hendaklah bukan pewaris atau ahli waris, melainkan mendapatkan persetujuan dari ahli waris yang lain. 3.3 KEWARISAN 3.2.1 Pengertian waris Dalam kaitan pengelolan harta, syariat Islam mengatur pula tata cara dan ketentuan pembagian harta yang ditinggalkan orang meninggal dunia yang di sebut hukum waris. Pengaturan hukum waris didasarkan kepada Firman Allah Surat Annisa ayat 7: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” Hukum Waris Berlaku karena adanya orang yang Meninggal dunia(pewaris),meninggalkan harta benda dan ahli waris. Hak orang yang meninggal dunia(pewaris)terhadap hartanya telah hilang, dan selanjutnya harta di serahkan kepada aturan ALLAH yaitu melalui hukum Pewarisan islam.Hal Lain yang Masih harus Ditunaikan dari orang yang meninggal adalah Wasiatnya.Hak Wasiat ini juga dibatasi oleh syariat Islam,Jumlahnya Tidak boleh melampaui 1/3 dari jumlah harta yang ditinggalkan. Seseorang menjadi Ahli Waris di sebabkan oleh adanya pernikahan,hubungan darah atau kekerabatan, dan hubungan antara tuan dan budak belian yang dimerdekakanya .Hak Pewarisan Bisa gugur di sebabkan karena ahli waris yang menjadi sebab meninggalnya pewaris dan ahli waris yang MURTAD. Pembunuhan yang di lakukan ahli waris kepada pewarisnya menyebabkan gugurnya Hukum pewarisan baik karena hubungan darah atau hubungan pernikahan,karena pembunuhan merupakan dosa besar yang sangat di benci ALLAH apa lagi pengalihan harta secara paksa melalui pembunuhan. Disamping itu Diantara Ahli waris terdapat pula kelompok yamg dapat menghalangi(hijab) ahli waris lain,sehingga ahli waris itu berkurang bagiannya atau sama sekali tidak memperoleh bagian.Hijab Ada dua macam,yaitu : Hijab Hirman,adalah Menghalangi Sama Sekali sehingga ahli waris lain tidak mendapatkan bagian.Contoh : Cucu adalah ahli waris dari kakeknya,tetapi kakek meninggalkan anak laki-laki,maka si Cucu tidak memperoleh bagian. Hijab Nuqsan,adalah Menghalangi ahli waris lain ,sehingga ahli waris lain itu berkurang bagianya.Contoh : Suami memperoleh setengah harta peninggalan istrinya,tetapi karena istrinya itu memiliki anak,maka bagianya berkurang jadi seperempat. Adanya Hijab karena system pewarisan Islam menganut prinsip yang paling dekat kekerabatanya lebih utama memperoleh bagian. Sistem Kewarisan di atur dan ditetapkan dalam ajaran islam untuk melindungi keluarga dari perselisihan dan perpecahan serta menjamin hak-hak anggota keluarga atas harta yang ditinggalkan. 3.2.2 Ahli Waris dari Golongan Laki-laki, Ahli waris (yaitu orang yang berhak mendapatkan warisan) dari kaum laki-laki ada lima belas: (1) anak laki-laki (2) cucu laki-laki (dari anak laki-laki) (3) bapak (4) kakek (dari pihak bapak) (5) saudara kandung laki-laki (6) saudara laki-laki seayah (7) saudara laki-laki seibu (8) anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki (9) anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu (10) paman (saudara kandung bapak) (11) paman (saudara bapak seayah) (12) anak laki-laki dari paman (saudara kandung ayah) (13) anak laki-laki paman seayah (14) suami (15) laki-laki yang memerdekakan budak 3.2.3 Ahli Waris dari Golongan, ada sepuluh yaitu : (1) anak perempuan (2) ibu (3) anak perempuan (dari keturunan anak laki-laki) (4) nenek (ibu dari ibu) (5) nenek (ibu dari bapak) (6) saudara kandung perempuan (7) saudara perempuan seayah (8) saudara perempuan seibu (9) istri (10) perempuan yang memerdekakan budak. 4. HUBUNGAN ANTARA MUSLIM DAN NON MUSLIM 4.1 HUBUNGAN SESAMA MUSLIM Agama Islam diturunkan Allah untuk mengatur kehidupan manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian, tetapi membutuhkan hubungan dengan manusia lain. Agama Islam mengatur hubungan sesama umat Islam dengan mengembangkan Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Islam) yang didasarkan atas kesamaan iman, sehingga segala perbedaan akibat perbedaan penafsiran di tengah umat islam tidak boleh menjadi faktor pemicu perpecahan umat islam. 1. Al Quran dalam surat Al Hujurat ayat 10 menegaskan “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara”. 2. Nabi menggambarkan hubungan muslim dengan muslim dalam sabdanya “ Perumpamaan orang-orang beriman bagaikan satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuhnya terluka, maka seluruh tubuh merasakan sakitnya.” (Hadis riwayat Muslim dan Ahmad). 3. Tidak beriman sesorang diantara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri”. (Hadis riwayat Bukhari dan Anas) 4.2 HUBUNGAN DENGAN NON MUSLIM Agama Islam mengakui keberagaman agama yang dianut oleh manusia, karena itu ia tidak hanya mengajarkan tata cara hubungan sesama umat Islam saja, tetapi juga hubungan dengan umat beragama lain. Islam adalah agama yang mengembangkan kedamaian dan kesejahteraan seluruh alam (rahmatan lil alamin), karena itu Islam mengajarkan umatnya untuk tidak memaksa orang lain untuk menganut agama Islam. Dalam hubungan dengan penganut agama lain Islam mengajarkan toleransi (tasamuh), yaitu membiarkan dan tidak ikut campur dengan mereka dalam melaksankan agamanya. Islam membolehkan umatnya untuk bekerja sama dengan penganut agama lain di luar kegiatan ritual, misalnya menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan, politik, sosial dan budaya sepanjang dapat menjamin kemurnian aqidahnya. Sedangkan kerjasama dalam urusan ritual atau ibadah tidak diperkenankan sama sekali. Tetapi umat islam tetap wajib menghormati dan memberikan kebebasan kepada mereka untuk menjalankan agamanya. Al Quran dalam surat Al Mumtahanah ayat 8 menegaskan “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil (menghormati hubungan) terhadap orang-orang kafir yang tiada memerangimu dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. DAFTAR PUSTAKA • Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum DEPAG RI • Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008. • Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah. Jakarta: GAYA MEDIA PRATAMA, 2007. • Syafe’i, Rachmat. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia, 2001. • Kamus Al-Munawwir.

No comments:

Post a Comment