Monday, 28 September 2015

MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG PANCASILA KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Falsafah Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia, Bpk Ferry A. Sugandar,SH,MH. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan Pancasila, serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada pengajar matakuliah Pancasila atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini. Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Pancasila yang ditinjau dari aspek filsafat atau falsafah, khususnya bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik. Jakarta, 21 Nopember 2012 Penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Merekahnya matahari bulan Juni 1945, 63 tahun yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila. Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia. Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi. Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama. Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berperikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan serta agamanya. Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia. 1.2 Perumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan bebe-rapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah: 1. Apakah landasan filosofis Pancasila? 2. Apakah fungsi utama filsfat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia? 3. Apakah bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia? 1.3 Tujuan Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain: 1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila. 2. Untuk menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat. 3. Untuk mengetahui landasan filosofis Pancasila. 4. Untuk mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia. 5. Untuk mengetahui bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia. 1.4 Manfaat Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah: 1. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat. 2. Mahasiswa dapat mengetahui landasan filosofis Pancasila. 3. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia. 4. Mahasiswa dapat mengetahui bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia. 1.5 Ruang Lingkup Makalah ini membahas mengenai landasan filosofis Pancasila dan fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia. Serta membahas mengenai bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Berdasarkan beberapa masalah yang teridentifikasi tersebut, makalah ini difokuskan pada falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia. BAB II METODE PENULISAN 2.1 Objek Penulisan Objek penulisan makalah ini adalah mengenai falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Dalam makalah ini dibahas mengenai landasan filosofis Pancasila, fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia, dan bagaimana falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia. 2.2 Dasar Pemilihan Objek Makalah ini membahas mengenai falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Falsafah Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai falsafah negara Indonesia yang terdapat dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia. 2.3 Metode Pengumpulan Data Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah kaji pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam makalah ini yaitu dengan tema wawasan kebangsaan. Sebagai referensi juga diperoleh dari situs web internet yang membahas mengenai falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia. 2.4 Metode Analisis Penyusunan makalah ini berdasarkan metode deskriptif analistis, yaitu mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data yanag ada, menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya, serta mencari alternatif pemecahan masalah BAB III ANALISIS PERMASALAHAN 3.1 Landasan Filosofis Pancasila 3.1.1 Pengertian Filsafat Secara etimologis istilah ”filsafat“ atau dalam bahasa Inggrisnya “philosophi” adalah berasal dari bahsa Yunani “philosophia” yang secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata philosophia tersebut berakar pada kata “philos” (pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan). Berdasarkan pengertian bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai oleh Herakleitos. Beberapa tokoh-tokoh filsafat menjelaskan pengertian filsafat adalah sebagai berikut: • Socrates (469-399 s.M.) Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahgia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu dan mau melakukan peninajauan diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif • Plato (472 – 347 s. M.) Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif. 3.1.2 Pengertian Pancasila Kata Pancasila berasal dari kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk mencapai Nirwana diperlukan 5 Dasar/Ajaran, yaitu 1. Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh. 2. Jangan mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri 3. Jangan berhubungan kelamin/Dilarang berjinah 4. Jangan berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta. 5. Jangan minum yang menghilangkan pikiran/Dilarang minuman keras. Diadaptasi oleh orang jawa menjadi 5 M = Madat/Mabok, Maling/Nyuri, Madon/Awewe, Maen/Judi, Mateni/Bunuh. Pengertian Pancasila Secara Etimologis Perkataan Pancasila mula-mula terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu dalam Kitab Tripitaka dimana dalam ajaran buddha tersebut terdapat suatu ajaran moral untuk mencapai nirwana/surga melalui Pancasila yang isinya 5 J [idem]. Pengertian secara Historis • Pada tanggal 01 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato tanpa teks mengenai rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara • Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian keesokan harinya 18 Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana didalamnya terdapat rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara yang duberi nama Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia yang umum. Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak termuat istilah Pancasila namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah disebut istilah Pancasila hal ini didasarkan interpretasi (penjabaran) historis terutama dalam rangka pembentukan Rumusan Dasar Negara. Pengertian Pancasila Secara Terminologis Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara RI untuk melengkapai alat2 Perlengkapan Negara PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45 dimana didalam bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara. Konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh Rakyat Indonesia Pancasila Berbentuk: 1. Hirarkis (berjenjang); 2. Piramid. A. Pancasila menurut Mr. Moh Yamin adalah yang disampaikan di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 isinya sebagai berikut: 1. Prikebangsaan; 2. Prikemanusiaan; 3. Priketuhanan; 4. Prikerakyatan; 5. Kesejahteraan Rakyat B. Pancasila menurut Ir. Soekarno yang disampaikan pada tangal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, sebagai berikut: 1. Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme/Prikemanusiaan; 3. Mufakat/Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; 5. Ketuhanan yang berkebudayaan; Presiden Soekarno mengusulkan ke-5 Sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila yaitu: 1. Sosio Nasional : Nasionalisme dan Internasionalisme; 2. Sosio Demokrasi : Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat; 3. Ketuhanan YME. Dan masih menurut Ir. Soekarno Trisila masih dapat diperas lagi menjadi Ekasila atau Satusila yang intinya adalah Gotong Royong. C. Pancasila menurut Piagam Jakarta yang disahkan pada tanggal 22 Juni 1945 rumusannya sebagai berikut: 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya; 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3. Persatuan Indonesia; 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan; 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia; Kesimpulan dari bermacam-macam pengertian pancasila tersebut yang sah dan benar secara Konstitusional adalah pancasila yang tercantum dalam Pembukaan Uud 45, hal ini diperkuat dengan adanya ketetapan MPRS NO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar Negara RI yang sah dan benar adalah sebagai mana yang tercantum dalam Pembukaan Uud 1945. 3.1.3 Pengertian Filsafat Pancasila Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.  Filsafat Pancasila Asli Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi parlementer, dan nasionalisme.  Filsafat Pancasila versi Soekarno Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno “Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “Keadilan Soasial” terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan “Persatuan”.  Filsafat Pancasila versi Soeharto Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono. Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Kalau dibedakan anatara filsafat yang religius dan non religius, maka filsafat Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya. Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis, filsafast Pancasila digolongkandalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar untukmemenuhi hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the life, Weltanschaung dan sebgainya); agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. Selanjutnya filsafat Pancasila mengukur adanya kebenran yang bermacam-macam dan bertingkat-tingkat sebgai berikut: 1. Kebenaran indra (pengetahuan biasa); 2. Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan); 3. Kebenaran filosofis (filsafat); 4. Kebenaran religius (religi). 3.2 Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa Dan Negara Indonesia 3.2.1 Filasafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Setiapa bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafata hidup). Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti akan timbul, baik persoalan-persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah polotik, ekonomi, sosial dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya. Dalam pergaulan hidup itu terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada akhirnyta pandangan hidup sesuatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya. Kita merasa bersyukur bahwa pendahulu-pendahulu kita, pendiri-pendiri Republik ini dat memuaskan secara jelas apa sesungguhnya pandangan hidup bangsa kita yang kemudian kita namakan Pancasila. Seperti yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita. Disamping itu maka bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah beurat/berakar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia ini akan mencapai kebahagiaan jika kita dapat baik dalam hidup manusia sebagai manusia dengan alam dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriyah dan kebahagiaan rohaniah. Bangsa Indonesia lahir sesudah melampaui perjuangan yang sangat panjang, dengan memberikan segala pengorbanan dan menahan segala macam penderitaan. Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil antara proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa datang yang secara keseluruhan membentuk kepribadian sendiri. Sebab itu bangsa Indonesia lahir dengan kepribadiannya sendiri yang bersamaan lahirnya bangsa dan negara itu, kepribadian itu ditetapkan sebagai pandangan hidup dan dasar negara Pancasila. Karena itulah, Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah berjuang, denga melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami dengan oleh gagasan-gagasan besar dunia., dengan tetap berakar pada kepribadian bangsa kita dan gagasan besar bangsa kita sendiri. Karena Pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah UUD yang pernah kita miliki yaitu dalam pembukaan UUD 1945, dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia 1950. Pancasila itu tetap tercantum didalamnya, Pancasila yang lalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu, Pancasila yang selalu menjadi pegangan bersama saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah sebagai dasar kerohanian negar, dikehendaki oleh bangsa Indonesia karena sebenarnya ia telah tertanam dalam kalbunya rakyat. Oleh karena itu, ia juga merupakan dasasr yang mamapu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia. 3.2.2 Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 adalah di kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya. Sidang BPPK telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI, Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara, agar peraturan dasar itu tahan uji sepanjang masa. Peraturan selanjutnya yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan persoalan-persoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan negara harus didasarkan atas dan berpedoman pada UUD. Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD itu disebut peraturan-peraturan organik yang menjadi pelaksanaan dari UUD. Oleh karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber huum (sumber huum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum). Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan bangsa Indonesia sebagai dasar negara, tetapi juga dapat diterima oleh bangsa-bangsa lain sebagai dasar hidupnya. Pancasila bersifat universal dan akan mempengaruhi hidup dan kehidupan banga dan negara kesatuan Republik Indonesia secara kekal dan abadi. 3.2.3 Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah : Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa. Garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan budi bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu sepanjang masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda dan lain-lain) namun kepribadian bangsa Indonesia tetap hidup dan berkembang. Mungkin di sana-sini, misalnya di daerah-daerah tertentu atau masyarakat kota kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur asing, namun pada dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia secara jelas dapat dibedakan dari bangsa-bangsa lain. Apabila kita memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka akan tampak dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari bangsa kita. Demikianlah, maka Pancasila yang kita gali dari bumi Indonsia sendiri merupakan : a. Dasar negara kita, Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara kita. b. Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan kita serta memberi petunjuk dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya. c. Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain. Terdapat kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain bersifat universal, yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi kelima sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. d. Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. e. Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekedar karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena Pancasila itu telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah perjuangan bangsa. 3.3 Falsafah Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, dapatlah kita temukan dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia seperti di bawah ini : a. Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945. b. Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta). c. Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV. d. Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1945, alinea IV. e. Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus 1950. f. Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. 2. Fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia yaitu: a) Filasafat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia b) Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia c) Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia 3. Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, hal tersebut dapat dibuktikan dengan ditemukannya dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia seperti di bawah ini : a. Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945. b. Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta). c. Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV. d. Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1945, alinea IV. e. Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus 1950. f. Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959. 4.2 Saran Warganegara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup dan tinggal di negara Indonesia Oleh karena itu sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih meyakini atau mempercayai, menghormati, menghargai menjaga, memahami dan melaksanakan segala hal yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa falsafah Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan yang sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia ini. DAFTAR PUSTAKA Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pancoran Tujuh. Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pantjoran Tujuh. Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta Sumber Lain : http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/filsafat/index.htm http:// www.google.co.id http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/artikel_148.htm http:// www.teoma.com http:// www.kumpulblogger.com
MAKALAH SOSIOLOGI HUKUM (ANALISIS PERMASALAHAN FILSAFAT PANCASILA) Di buat untuk memenuhi tugas tertulis Mata Kuliah Sosiologi Hukum Dosen Pembimbing: Ibu Windiantina,S.H,M.H Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu. Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi parlementer, dan nasionalisme.  Filsafat Pancasila versi Soekarno Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno “Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “Keadilan Sosial” terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan “Persatuan”.  Filsafat Pancasila versi Soeharto Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono. Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Kalau dibedakan anatara filsafat yang religius dan non religius, maka filsafat Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya. Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis, filsafat Pancasila digolongkandalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar untuk memenuhi hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the life), agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin. • Filasafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafat hidup). Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti akan timbul, baik persoalan-persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah polotik, ekonomi, sosial dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya. Dalam pergaulan hidup itu terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada akhirnyta pandangan hidup sesuatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya. Disamping itu maka bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah berurat/berakar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia ini akan mencapai kebahagiaan jika kita dapat baik dalam hidup manusia sebagai manusia dengan alam dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriyah dan kebahagiaan rohaniah. Bangsa Indonesia lahir sesudah melampaui perjuangan yang sangat panjang, dengan memberikan segala pengorbanan dan menahan segala macam penderitaan. Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil antara proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa datang yang secara keseluruhan membentuk kepribadian sendiri. Sebab itu bangsa Indonesia lahir dengan kepribadiannya sendiri yang bersamaan lahirnya bangsa dan negara itu, kepribadian itu ditetapkan sebagai pandangan hidup dan dasar negara Pancasila. Karena itulah, Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah berjuang, denga melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami dengan oleh gagasan-gagasan besar dunia., dengan tetap berakar pada kepribadian bangsa kita dan gagasan besar bangsa kita sendiri. Karena Pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah UUD yang pernah kita miliki yaitu dalam pembukaan UUD 1945, dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia 1950. Pancasila itu tetap tercantum didalamnya, Pancasila yang lalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu, Pancasila yang selalu menjadi pegangan bersama saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah sebagai dasar negara, dikehendaki oleh bangsa Indonesia karena sebenarnya ia telah tertanam dalam kalbunya rakyat. Oleh karena itu, ia juga merupakan dasar yang mampu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia. • BUTIR – BUTIR PANCASILA Sebagai berikut : a. Ketuhanan Yang Maha Esa (Religiusitas) Nilai religius adalah nilai yang berkaitan dengan keterkaitan individu dengan sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuatan sakral, suci, agung dan mulia. Memahami Ketuhanan sebagai pandangan hidup adalah mewujudkan masyarakat yang berketuhanan, yakni membangun masyarakat Indonesia yang memiliki jiwa maupun semangat untuk mencapai ridlo Tuhan dalam setiap perbuatan baik yang dilakukannya. Dari sudut pandang etis keagamaan, negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa itu adalah negara yang menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Dari dasar ini pula, bahwa suatu keharusan bagi masyarakat warga Indonesia menjadi masyarakat yang beriman kepada Tuhan, dan masyarakat yang beragama. b. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab (Moralitas) Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah pembentukan suatu kesadaran tentang keteraturan, sebagai asas kehidupan, sebab setiap manusia mempunyai potensi untuk menjadi manusia sempurna, yaitu manusia yang beradab. Manusia yang maju peradabannya tentu lebih mudah menerima kebenaran dengan tulus, lebih mungkin untuk mengikuti tata cara dan pola kehidupan masyarakat yang teratur, dan mengenal hukum universal. Kesadaran inilah yang menjadi semangat membangun kehidupan masyarakat dan alam semesta untuk mencapai kebahagiaan dengan usaha gigih, serta dapat diimplementasikan dalam bentuk sikap hidup yang harmoni penuh toleransi dan damai. c. Persatuan Indonesia (Kebangsaan) Persatuan adalah gabungan yang terdiri atas beberapa bagian, kehadiran Indonesia dan bangsanya di muka bumi ini bukan untuk bersengketa. Bangsa Indonesia hadir untuk mewujudkan kasih sayang kepada segenap suku bangsa dari Sabang sampai Marauke. Persatuan Indonesia, bukan sebuah sikap maupun pandangan dogmatik dan sempit, namun harus menjadi upaya untuk melihat diri sendiri secara lebih objektif dari dunia luar. Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk dalam proses sejarah perjuangan panjang dan terdiri dari bermacam-macam kelompok suku bangsa, namun perbedaan tersebut tidak untuk dipertentangkan tetapi justru dijadikan persatuan Indonesia. d. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan (Musyawarah Mufakat) Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan hidup berdampingan dengan orang lain, dalam interaksi itu biasanya terjadi kesepakatan, dan saling menghargai satu sama lain atas dasar tujuan dan kepentingan bersama. Prinsip-prinsip kerakyatan yang menjadi cita-cita utama untuk membangkitkan bangsa Indonesia, mengerahkan potensi mereka dalam dunia modern, yakni kerakyatan yang mampu mengendalikan diri, tabah menguasai diri, walau berada dalam kancah pergolakan hebat untuk menciptakan perubahan dan pembaharuan. Hikmah kebijaksanaan adalah kondisi sosial yang menampilkan rakyat berpikir dalam tahap yang lebih tinggi sebagai bangsa, dan membebaskan diri dari belenggu pemikiran berazaskan kelompok dan aliran tertentu yang sempit. e. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Keadilan) Nilai keadilan adalah nilai yang menjunjung norma berdasarkan ketidak berpihakkan, keseimbangan, serta pemerataan terhadap suatu hal. Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan cita-cita bernegara dan berbangsa. Itu semua bermakna mewujudkan keadaan masyarakat yang bersatu secara organik, dimana setiap anggotanya mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang serta belajar hidup pada kemampuan aslinya. Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk perwatakan dan peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai secara merata. DAFTAR PUSTAKA • Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. • Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pancoran Tujuh. • Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pantjoran Tujuh. • Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta
MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TENTANG MUAMALAH (Dengan Sub. Tema) : • Muamalah dan Perubahan Masyarakat • Macam-macam Muamalah dalam Islam • Hibah, Wasiat dan Sistem Kewarisan dalam Islam • Hubungan Muslim dan Non Muslim 1. BAB MUAMALAH DAN PERUBAHAN MANUSIA 1.1 Pengertian Secara etimologi, adalah masdar dari kata 'AMALA-YU'AMILI-MU'AMALATAN yang berarti saling bertindak, saling berbuat dan saling beramal. Secara terminologi, pengertian muamalah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Pengertian muamalah dalam arti luas:  “Peraturan-peraturan Allah yang diikuti dan ditaati oleh mukallaf dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan bersama.”  “Aturan-aturan (hukum) Allah yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan dan sosial kemasyarakatan.” Pengertian muamalah dalam arti sempit:  “Akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaat.”  “Aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dalam usahanya memenuhi kebutuhan hidup jasmani.” Meskipun penekanan kebutuhan dalam muamalah adalah aspek keduniaan/materi, namun hal ini tidak dapat dilepaskan dari aspek ukhrawi. Jadi, aktivitas muamalah, baik dalam memperoleh, mengelola dan mengembangkan harta (mal) sudah semestinya mengikuti aturan main yang ditetapkan oleh syara’. 1.2. Pembagian Muamalah dapat dibagi menjadi dua bagian: 1. Al-mu’amalah al-madiyah, yaitu muamalah yang mengkaji objek muamalah (bendanya). Dengan kata lain, al-muamalah al-madiyah adalah aturan yang ditetapkan syara’ terkait dengan objek benda. Dimaksudkan dengan aturan ini, bahwa dalam memenuhi kebutuhan yang sifatnya kebendaan, seperti jual-beli (al-bai’), tidak saja ditujukan untuk mendapatkan keuntungan (profit) semata, akan tetapi juga bagaimana dalam aturan mainnya harus memenuhi aturan jual-beli yang ditetapkan syara’. 2. Al-muamalah al-adabiyah, yaitu muamalah yang mengkaji bagaimana cara tukar menukar benda. Dengan kata lain, al-muamalah al-adabiyah adalah aturan-aturan syara’ yang berkaitan dengan aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat, ditinjau dari segi subjeknya, yaitu mukallaf/manusia. Hal ini mengacu kepada bagaimana seseorang dalam melakukan akad atau ijab qabul. Apakah dengan rela sama rela (‘an taradlin minkum) atau terpaksa, ada unsur dusta dsb. Pembagian atau pembedaan tersebut ada pada tataran teoritis saja, karena dalam prakteknya antara keduanya tidak dapat dipisahkan. 1.3 Kedudukan Muamalah dalam Islam • Islam memberikan aturan-aturan yang longgar dalam bidang muamalah, karena bidang tersebut amat dinamis, mengalami perkembangan. • Meskipun demikian, Islam memberikan ketentuan agar perkembangan di bidang muamalah tersebut tidak menimbulkan kemadaratan atau kerugian salah satu pihak. • Meskipun bidang muamalah berkaitan dengan kehidupan duniawi, namun dalam prakteknya tidak dapat dipisahkan dengan ukhrawi, sehingga dalam ketentuannya mengadung aspek halal, haram, sah, rusak dan batal. 1.4 Sumber Hukum Muamalah  Al- Qur’an, seperti: QS. 2: 188; QS. 4: 29.  Al- Hadits.  Ijtihad, merupakan sumber yang banyak digunakan dalam perkembangan fiqh muamalah. 1.5 Prinsip-prinsip Hukum Muamalah • Pada dasarnya segala bentuk muamalah hukumnya mubah/boleh, kecuali yang ditentukan lain oleh Al- Qur’an dan atau Al- Hadits. • Dilakukan atas dasar suka rela (‘an taradlin minkum), tanpa ada unsur paksaan. • Dilakukan dengan pertimbangan mendatangkan maslahat/manfaat dan menghidari madarat. • Dilakukan dengan mempertimbangkan nilai keadilan, menghindari eksploitasi, pengambilan kesempatan dalam kesempitan. 2. BAB. MACAM – MACAM MUAMALAH DALAM ISLAM 2.1 Ruang Lingkup 1. Jual-beli (al-bai’) 2. Gadai (al-rahn) 3. Jaminan dan tanggungan (al-kafalah dan al-dlaman) 4. Pemindahan hutang (al-hiwalah) 5. Pailit (al-taflis) 6. Perseroan atau perkongsian (al-syirkah) 7. Perseroan tenaga dan harta (al-mudarabah) 8. Sewa menyewa dan upah (al- ijarah dan ujrah) 9. Gugatan (al- syuf’ah) 10. Sayembara (ji’alah) 11. Pembagian harta bersama (al- qismah) 12. Pemberian (al- hibah) 13. Perdamaian (al- sulhu) 14. Permasalahan mu’ashirah (muhaditsah), seperti bunga bank, asuransi dll. 2.3 Objek Muamalah dalam arti yang terbatas, terdiri dari: 1. Hak (huquq) dan pendukungnya. 2. Benda (mal) dan milik atas benda (tamlik). 3. Perikatan (akad). 2.4. Perbedaan antara Muamalah dan Ibadah: 1. Karakter muamalah dinamis, selalu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat; sementara ibadah tidak berubah/stagnan. 2. Muamalah lebih bersifat ta’aqquli; sementara ibadah bersifat ta’abbudi. 3. Ketetapan hukum (fatwa) dalam ibadah menganut dasar kehatian-hatian; sementara dalam muamalah berdasar pada kemaslahatan. 4. Dalam muamalah kesempatan berijtihad lebih luas dibandingkan dalam ibadah. 3. HIBAH, WASIAT DAN SISTEM KEWARISAN DALAM ISLAM 3.1 HIBAH Pengertian Hibah adalah memberikan hak memiliki sesuatu benda kepada orang lain yang dilandasi oleh ketulusan hati atas dasar saling membantu kepada sesama manusia dalam hal kebaikan, dan pada mulanya kata hibah itu diambil dari kata “hubuubur riih” artinya “nuruuruhaa” yang berarti perjalanan angin. Secara umum hibah mempunyai pengertian hal-hal yang meliputi : a) Ibraa, yakni menghibahlan utang kepada yang berhutang: b) Sedekah yakni menghibahkan sesuatu dengan mengharapkan pahala di akhirat; c) Hadiah yakni pemberian yang menurut orang yang diberi untuk memberi imbalan; 3.2 Wasiat 3.2.1 Pengertian wasiat Wasiat di ambil dari bahasa arab al-washiyah (الوصيه) yang artinya pesan, perintah atau nasehat. Sedangkan pengertian wasiat menurut ulama’ fiqh adalah memberikan harta dengan suka rela kepada seseorang yang akan berlaku jika si pewasiat meninggal dunia. Baik harta itu berbentuk material maupun nasehat. Menurut Abd Al-Rahim dalam bukunya Al-Muhabadat Fil Al-Miras Al-Muqaram mendefenisikan wasiat adalah tindakan seseorang memberikan hak kepada orang lain untuk memiliki sesuatu baik berupa benda atau manfaat secara suka rela atau tidak mengharapkan imbalan yang pelaksanaannya ditangguhkan setelah peristiwa kematian orang yang berwasiat kematian orang yang berwasiat. Dalam Sunnah, Rasulullah s.a.w. bersabda: “Seseorang Muslim yang mempunyai sesuatu yang boleh diwasiatkan tidak sepatutnya tidur dua malam berturut-turut melainkan dia menulis wasiat disisinya.” Hadis riwayat Bukhari dan Muslim 3.2.2 Pengertian wasiat Terdapat beberapa ciri wasiat yang perlu diperhatikan bagi seorang muslim yakni: 1. Harta yang diwasiatkan mestilah tidak lebih dari sepertiga (1/3) dari harta pusaka bersih, melainkan mendapat persetujuan dari ahli-ahli waris. 2. Si penerima hendaklah bukan pewaris atau ahli waris, melainkan mendapatkan persetujuan dari ahli waris yang lain. 3.3 KEWARISAN 3.2.1 Pengertian waris Dalam kaitan pengelolan harta, syariat Islam mengatur pula tata cara dan ketentuan pembagian harta yang ditinggalkan orang meninggal dunia yang di sebut hukum waris. Pengaturan hukum waris didasarkan kepada Firman Allah Surat Annisa ayat 7: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” Hukum Waris Berlaku karena adanya orang yang Meninggal dunia(pewaris),meninggalkan harta benda dan ahli waris. Hak orang yang meninggal dunia(pewaris)terhadap hartanya telah hilang, dan selanjutnya harta di serahkan kepada aturan ALLAH yaitu melalui hukum Pewarisan islam.Hal Lain yang Masih harus Ditunaikan dari orang yang meninggal adalah Wasiatnya.Hak Wasiat ini juga dibatasi oleh syariat Islam,Jumlahnya Tidak boleh melampaui 1/3 dari jumlah harta yang ditinggalkan. Seseorang menjadi Ahli Waris di sebabkan oleh adanya pernikahan,hubungan darah atau kekerabatan, dan hubungan antara tuan dan budak belian yang dimerdekakanya .Hak Pewarisan Bisa gugur di sebabkan karena ahli waris yang menjadi sebab meninggalnya pewaris dan ahli waris yang MURTAD. Pembunuhan yang di lakukan ahli waris kepada pewarisnya menyebabkan gugurnya Hukum pewarisan baik karena hubungan darah atau hubungan pernikahan,karena pembunuhan merupakan dosa besar yang sangat di benci ALLAH apa lagi pengalihan harta secara paksa melalui pembunuhan. Disamping itu Diantara Ahli waris terdapat pula kelompok yamg dapat menghalangi(hijab) ahli waris lain,sehingga ahli waris itu berkurang bagiannya atau sama sekali tidak memperoleh bagian.Hijab Ada dua macam,yaitu : Hijab Hirman,adalah Menghalangi Sama Sekali sehingga ahli waris lain tidak mendapatkan bagian.Contoh : Cucu adalah ahli waris dari kakeknya,tetapi kakek meninggalkan anak laki-laki,maka si Cucu tidak memperoleh bagian. Hijab Nuqsan,adalah Menghalangi ahli waris lain ,sehingga ahli waris lain itu berkurang bagianya.Contoh : Suami memperoleh setengah harta peninggalan istrinya,tetapi karena istrinya itu memiliki anak,maka bagianya berkurang jadi seperempat. Adanya Hijab karena system pewarisan Islam menganut prinsip yang paling dekat kekerabatanya lebih utama memperoleh bagian. Sistem Kewarisan di atur dan ditetapkan dalam ajaran islam untuk melindungi keluarga dari perselisihan dan perpecahan serta menjamin hak-hak anggota keluarga atas harta yang ditinggalkan. 3.2.2 Ahli Waris dari Golongan Laki-laki, Ahli waris (yaitu orang yang berhak mendapatkan warisan) dari kaum laki-laki ada lima belas: (1) anak laki-laki (2) cucu laki-laki (dari anak laki-laki) (3) bapak (4) kakek (dari pihak bapak) (5) saudara kandung laki-laki (6) saudara laki-laki seayah (7) saudara laki-laki seibu (8) anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki (9) anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu (10) paman (saudara kandung bapak) (11) paman (saudara bapak seayah) (12) anak laki-laki dari paman (saudara kandung ayah) (13) anak laki-laki paman seayah (14) suami (15) laki-laki yang memerdekakan budak 3.2.3 Ahli Waris dari Golongan, ada sepuluh yaitu : (1) anak perempuan (2) ibu (3) anak perempuan (dari keturunan anak laki-laki) (4) nenek (ibu dari ibu) (5) nenek (ibu dari bapak) (6) saudara kandung perempuan (7) saudara perempuan seayah (8) saudara perempuan seibu (9) istri (10) perempuan yang memerdekakan budak. 4. HUBUNGAN ANTARA MUSLIM DAN NON MUSLIM 4.1 HUBUNGAN SESAMA MUSLIM Agama Islam diturunkan Allah untuk mengatur kehidupan manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian, tetapi membutuhkan hubungan dengan manusia lain. Agama Islam mengatur hubungan sesama umat Islam dengan mengembangkan Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Islam) yang didasarkan atas kesamaan iman, sehingga segala perbedaan akibat perbedaan penafsiran di tengah umat islam tidak boleh menjadi faktor pemicu perpecahan umat islam. 1. Al Quran dalam surat Al Hujurat ayat 10 menegaskan “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara”. 2. Nabi menggambarkan hubungan muslim dengan muslim dalam sabdanya “ Perumpamaan orang-orang beriman bagaikan satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuhnya terluka, maka seluruh tubuh merasakan sakitnya.” (Hadis riwayat Muslim dan Ahmad). 3. Tidak beriman sesorang diantara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri”. (Hadis riwayat Bukhari dan Anas) 4.2 HUBUNGAN DENGAN NON MUSLIM Agama Islam mengakui keberagaman agama yang dianut oleh manusia, karena itu ia tidak hanya mengajarkan tata cara hubungan sesama umat Islam saja, tetapi juga hubungan dengan umat beragama lain. Islam adalah agama yang mengembangkan kedamaian dan kesejahteraan seluruh alam (rahmatan lil alamin), karena itu Islam mengajarkan umatnya untuk tidak memaksa orang lain untuk menganut agama Islam. Dalam hubungan dengan penganut agama lain Islam mengajarkan toleransi (tasamuh), yaitu membiarkan dan tidak ikut campur dengan mereka dalam melaksankan agamanya. Islam membolehkan umatnya untuk bekerja sama dengan penganut agama lain di luar kegiatan ritual, misalnya menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan, politik, sosial dan budaya sepanjang dapat menjamin kemurnian aqidahnya. Sedangkan kerjasama dalam urusan ritual atau ibadah tidak diperkenankan sama sekali. Tetapi umat islam tetap wajib menghormati dan memberikan kebebasan kepada mereka untuk menjalankan agamanya. Al Quran dalam surat Al Mumtahanah ayat 8 menegaskan “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil (menghormati hubungan) terhadap orang-orang kafir yang tiada memerangimu dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. DAFTAR PUSTAKA • Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum DEPAG RI • Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008. • Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah. Jakarta: GAYA MEDIA PRATAMA, 2007. • Syafe’i, Rachmat. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia, 2001. • Kamus Al-Munawwir.
MAKALAH dengan tema “NASIONALISME” Di buat untuk memenuhi tugas tertulis Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Dosen : Bapak Drs. Ilhamsyah Lubis,SH Di buat oleh : Suparno (2012020368) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG TANGERANG SELATAN 2013 Mengawali makalah ini sebuah pertanyaan yang sering diajukan orang patut kembali saya kemukakan di sini; benarkah ‘nasionalisme' sudah mati? Atau setidaknya, apakah betul ‘nasionalisme' tidak relevan lagi? Dan pertanyaan lebih lanjut, apakah hubungan antara nasionalisme dengan agama dalam hal ini Islam dan bahkan dengan etnisitas? • Menjawab pertanyaan pertama, menurut saya "secara imperatif tidak". Orang yang menyatakan riwayat "nasionalisme" yang dipahami sebagai suatu ideologi telah tamat, sering mengutip karya klasik Daniel Bell, The End of Ideology (1960) atau lebih akhir lagi, karya Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man (1992). • Kesimpulan Bell yang secara implisit menyatakan bahwa nasionalisme, sebagai ideologi telah berakhir adalah kekeliruan yang cukup fatal dan distortif. Pendapat Bell justru bertolak belakang. Ringkasnya, menurut Bell, ketika ideologi-ideologi intelektual lama abad ke-19 khususnya Marxisme telah exhausted (kehabisan tenaga, lumpuh) dalam masyarakat Barat, terutama Eropa Barat dan Amerika, ideologi-ideologi "baru" semacam industrialisasi, modernisasi, Pan-Arabisme, warna kulit (etnisitas), dan nasionalisme justru menemukan momentumnya, khususnya di negara negara yang baru bangkit di Asia Afrika seusai Perang Dunia II. • Pada pihak lain, ideologi-ideologi baru yang sedang bangkit itu bersifat parokial dan instrumental. Ia dirumuskan, dikonseptualisasikan dan dibentuk para politisi. Impulsi-impulsi yang melatarbelakangi pertumbuhannya terutama adalah pembangunan ekonomi dan kekuatan nasional. Tentu saja, di sini muncul persoalan klasik: Apakah negara-negara baru dapat tumbuh dengan mengembangkan institusi-institusi demokratis dan memberikan kesempatan kepada rakyat untuk membuat pilihan-pilihan sendiri atau apakah elit penguasa baru dengan kekuasaan yang mereka genggam sebaliknya menggunakan cara-cara otoriter memaksakan transformasi masyarakat mereka atas nama kepentingan nasional? BAB I LATAR BELAKANG Dalam peradaban manusia, tidak terlepas dari perbuatan yang menciptakan hukum dan peraturan. Perbuatan tersebut sangat berguna dalam peraturan dan tingkah laku manusia sehari-hari. Hal inilah yang membuat seorang manusia akan berarti dalam kehidupannya.Perbuatan yang menciptakan hukum ini, memerlukan sebuah lembaga atau tempat untuk menciptakan hal itu. Tempat dan lembaga tersebut dalam kehidupan kemasyarakatan disebut daerah. Secara mendasar daerah inilah yang memerlukan akan hukum dan perbuatan hukum. Apabila kedua hal tersebut ada didalam daerah itu, maka daerah tersebut akan teratur dan tentram. Lalu disisi lain suatu daerah memerlukan sebuah pengikat masyarakat dalam pemersatu satu kesatuan. Hal inilah yang membuat sebuah daerah yang mempunyai hukum yang jelas memerlukan sebuah alat pemersatu yang membuat bagi daerah tersebut agar tidak terjadiperpecahan. Daerah yang memerlukan hal seperti itu adalah negara, sedangkan terhadap alat yang diperlukan untuk memersatukan bangsa serta keutuhan negara adalah nasionalisme. Secara umum nasionalisme dapat diartikan sebagai suatu alat pemersatu yang membuat bangsa serta suatu negara lebih kuat serta solid dalam menghadapi tekanan serta penjajahan yang terjadi dan rongrongan untuk memecah belah negara tersebut. Selain itu juga ada yang mengartikan nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankankedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Selain itu juga nasionalisme dapat dikatakan sebagai sebuah institusi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabadikan langsung kepada negara bangsa atas nama sebuah bangsa. Munculnya nasionalisme ini terbukti sangat efektif sebagai alat perjuangan bersama merebut sebuah kemerdekaan dari tangan penjajah. BAB II PERMASALAHAN Dari kajian diatas, maka timbullah sebuah pertanyaan tentang bagaimana eksistensi suatu negara tanpa adanya nasionalisme dalam negara tersebut. Banyak sekali teori yang mengatakan bahwa nasionalisme sangat dibutuhkan dalam suatu negara selain itu juga tanpa nasinalisme maka negara dan bangsa tersebut akan hancur serta akan mudah dijajah oleh negara asing. Maka hal serupa pernah terjadi dalam negara Indonesia ini. Saat Indonesia mulai memasuki satu era “transisi” kekuasaan yaitu pada saat tahun 1966 dan tahun 1998. Lalu ada yang mengartikan nasionalisme dari dua sudut pandang, yaitu: 1. Nasionalisme dalam arti sempit adalah suatu sikap yang meninggikan bangsanya sendiri, sekaligus tidak menghargai bangsa lain sebagaimana mestinya. Sikap seperti ini jelas mencerai-beraikan bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Keadaan seperti ini seringdisebutchauvinisme. 2. Sedang dalam arti luas, nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain. Apabila kita lihat maka ada hal yang bisa membuat suatu perpecahan dalam dan luar negeri yang diakibatkan oleh paham nasionalisme yang kurang tepat dalam pemahamannya. BAB III PEMBAHASAN Nasionalisme, Modernisme, dan Globalisasi dan bagaimana perkembangan nasionalisme kontemporer di Indonesia? Agak sulit memberikan peta yang pasti dan akurat. Harus diakui, terdapat semacam kelangkaan studi tentang nasionalisme di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Masih langkanya studi tentang subyek ini mengisyaratkan bahwa umumnya para ahli tentang Asia Tenggara agaknya menganggap nasionalisme bukan lagi isu penting bagi kawasan ini. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa gejolak dan gemuruh nasionalisme yang begitu menyala-nyala sejak awal abad 20 sampai akhir dekade 1960-an, kini semakin menyurut di Asia Tenggara. Memang, dalam beberapa dasawarsa terakhir, salah satu isu sentral di kawasan ini adalah modernisasi dan industrialisasi atau pembangunan, khususnya di Indonesia. Namun, sejauh mana dampak atau pengaruh modernisasi terhadap nasionalisme? Modernisasi dan industrialisasi kelihatannya merupakan salah satu faktor penting yang bertanggung jawab bagi menyurutnya nasionalisme di Indonesia. Namun, bertolak belakang dengan argumen Fukuyama tadi, ideologi modernisasi dan developmentalism, secara de facto, menggantikan nasionalisme (politik) yang menjadi ideologi dominan di kawasan ini sebelum tahun 1970-an. Kebutuhan dan pertimbangan-pertimbangan pragmatis untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang direncanakan seolah memaksa Indonesia dan banyak negara berkembang lainnya mengorbankan sentimen nasionalisme mereka vis-à-vis kekuatan-kekuatan dominan internasional. Dengan meminjam teori "ketergantungan" (dependency theory), kita melihat Indonesia dan banyak negara yang termasuk ke dalam Dunia Ketiga-atau lebih baik, negara-negara tengah berkembang (developing countries)-terseret ke dalam orbit kapitalisme internasional. Gejala ini kian menguat dengan meningkatnya globalisasi sejak 1980-an. Bermula dengan globalisasi pasar dan ekonomi yang berintikan liberalisasi pasar dan ekonomi, globalisasi juga dengan segera mengimbas ke dalam bidang politik, sosial, budaya dan seterusnya. Dalam bidang politik, globalisasi berarti liberalisasi politik yang memunculkan gelombang-gelombang demokrasi, yang pada akhirnya membuat berakhirnya negara-negara dengan rejim-rejim otoriter. Dan Indonesia pun mengalami liberalisasi politik ini sejak 1998. Pada saat yang sama, secara kontradiktif globalisasi yang mendorong terjadinya liberalisasi politik, juga memunculkan nasionalisme etnis (ethnic nationalism) dan bahkan tribalism yang bernyala-nyala, sebagaimana bisa dilihat pada kasus negara-negara bekas Uni Soviet, dan Yugoslavia sampai sekarang ini. Indonesia-dalam krisis ekonomi dan politik 1998 dan seterusnya-bahkan juga sempat dicemaskan banyak pengamat asing sebagai segera mengalami proses Balkanisasi, persisnya disintegrasi. Tetapi, prediksi itu tidak terbukti; dan, sebaliknya, negara-bangsa Indonesia tetap bertahan hingga kini. Dengan bertahannya negara-bangsa Indonesia, nasionalisme juga jelas tidak sepenuhnya berakhir di Indonesia. Bahkan, dengan modernisasi dan developmentalism-seperti dikemukakan di atas-kita melihat terjadinya transisi atau pergeseran bentuk-bentuk nasionalisme. Nasionalisme politik-kecuali dalam bentuk kedaulatan dan keutuhan wilayah-memang terlihat semakin menyurut, apalagi dengan berakhirnya perang dingin. Dalam konteks itu, kita melihat lenyap atau semakin berkurangnya konflik-konflik yang berakar dari nasionalisme politik di Indonesia. Sekali lagi, di tengah arus globalisasi, nasionalisme ekonomi dan kultural kelihatan menemukan momentum baru. Modernisasi dan industrialisasi yang berlangsung dalam ukuran relatif cepat dan berdampak luas mengakibatkan Indonesia dan negara-negara berkembang umumnya harus menemukan dan mempertahankan pasar untuk produk-produk industri ekonomi, khususnya di negara-negara maju. Di sini nasionalisme ekonomi Indonesia dan negara-negara berkembang harus berhadapan dengan proteksionisme negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat dan Eropa Barat. Runtuhnya Nasionalisme ? Konsep adil (tidak sewenang-wenang) baru jelas bentuknya apabila sudah diwujudkan dalam perbuatan nyata dan nilai yang dihasilkannya atau akibat yang ditimbulkannya. Situasinya dan kondisi nyata juga ikut menentukan perbuatan manusia. BAB IV KESIMPULAN Sebagai kesimpulan secara umum bahwa Nasionalisme bangsa Indonesia belum memudar, sekalipun saat ini didera oleh pengaruh globalisasi dan liberalisasi serta proses demokratisasi. Tantangan baru ini harus dihadapi dengan serius dan optimisme, bilamana tidak di pupuk kembali dan tidak mendapat dorongan semangat baru oleh para pemimpin bangsa ini, maka tidak mustahil faham tentang kebangsaan ini akan tersapu oleh peradaban baru yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai luhur sosio-kultural bangsa kita. Hanya tekad dan semangat yang disertai usaha yang serius melalui wahana pendidikan akan dapat diharapkan mampu melestarikan semangat nasionalisme. Tidak salah kiranya bahwa perhatian para pemimpin, tokoh masyarakat, serta seluruh komponen kekuatan bangsa untuk bersama-sama membenahi sistem pendidikan nasional, agar mampu menghasilkan lulusan/hasil didik sebagai generasi penerus bangsa yang dapat membawa kemajuan dan kejayaan di era Indonesia baru. Pada sisi lain sosialisasi nilai-nilai Intrinsik nasionalisme melalui berbagai lembaga dan masyarakat harus terus diupayakan. Karena generasi bangsa ini terus diperbarui oleh generasi baru yang menuntut pemahaman yang hakiki.
MAKALAH ILMU NEGARA TENTANG TIPE NEGARA ROMAWI KUNO DAN TIPE NEGARA YUNANI KUNO DI SUSUN OLEH : SUPARNO (2012020368) DOSEN PEMBIMBING : IBU EKA MARTIANA WULANSARI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG A. PENDAHULUAN Pada bagian ini akan dibicarakan penggolongan negara berdasarkan ciri-ciri pokok yang dominan. Klasifikasi negara menurut berbagai tipe ini dibuat berdasarkan pandangan Eropa Sentris. Mereka melakukan penggolongan negara menurut ciri-ciri dominan dari negara berdasarkan perjalanan sejarah umat manusia. Umumnya, orang menggolongkan tipe-tipe negara dalam 5 golongan atau tipe, yakni : 1) Tipe negara Timur Kuno 2) Tipe negara Yunani Kuno 3) Tipe negara Romawi Kuno 4) Tipe negara Abad Pertengahan 5) Tipe negara Modern Dalam makalah ini akan di bahas lebih spesifik tentang tipe negara Yunani Kuno dan tipe negara Romawi Kuno. a) Tipe Negara Yunani Kuno Ciri utama negara Yunani Kuno adalah Negara Kota (polis, city-staat, stad-staat) dan demokrasi langsung. Sejalan dengan ajaran para filsuf yunani bahwa manusia adalah zoon politicon (ajaran Aristoteles), mereka merasa bahwa hidup tidak bermakna jika tidak bermasyarakat. Mereka mengutamakan status activus, yakni aktif terlibat dalam urusan pemerintahan. Dengan demikian terjadi demokrasi langsung di Yunani Kuno. Hal itu di mungkinkan karena : • Waktu itu luas negara Yunani masih seluas kota • Persoalan kenegaraan belum terlalu kompleks • Setiap warga negara adalah negara minded . Meskipun demikian, demokrasi yang di Yunani saat itu tidak murni karena tidak semua penduduk mempunyai hak untuk berdemokrasi. Ada 3 golongan penduduk Yunani,yaitu : • Pendatang • Budak • Pendukuk Asli Golongan pendatang tidak mempunya hak untuk berdemokrasi, golongan budak tidak termasuk subjek hukum, tetapi menjadi objek hukum jadi tidak mempunyai hak apa-apa. Penduduk asli hanya orang-orang merdeka yang mempunyai hak berdemokrasi, yaitu laki-laki dewasa. Perempuan dan anak-anak tidak mempunyai hak . Segenap warga Yunani kuno diwajibkan memenuhi tugas kenegaraan dan tugas keagamaan. Dalam memenuhi tugas kenegaraan, mereka adalah staatsgemeinschaft, artinya mereka adalah warga masyarakat negara sehingga wajib memenuhi tugas-tugas negara. Dalam memenuhi tugas keagamaan, mereka adalah kulgemeinschaft, artinya mereka adalah warga keagamaan sehingga wajib memenuhi tugas-tugas keagamaan. Agar dapat terlibat secara aktif, warga harus di didik terlebih dahulu untuk mengetahui segala macam ilmu pengetahuan, yang disebut encyclopaedie (lingkaran pengetahuan). Berdasarkan hal itu mereka berpandangan bahwa orang-orang yang duduk dalam pemerintahan harus berasal dari kalangan orang pintar (bentuk aristokrasi). b) Tipe Negara Romawi Kuno Ciri-ciri utama tipe negara Romawi Kuno adalah dapat dilihat dari 4 fase sejarah ; 1) Masa kerajaaan, contohnya kerajaan Sparta 2) Masa Republik, contohnya Republik Athene 3) Masa principat 4) Masa Dominat Pada tahap awal, masa kerajaan dan masa republik di Romawi kuno mereka masih mengikuti ajaran-ajaran dari Yunani. Baik Sparta maupun Athene adalah dua negara kota di Yunani. Karena pada zaman itu tipe negara Romawi kuno sama dengan tipe negara Yunani kuno. Ketika negara kota berkembang menjadi Vlakte-Staat (Country State), muncul tokoh Ulpianus yang mulai membangun teori-teori kenegaraan baru sebagaimana terlihat pada zaman pricipat dan dominat. Ulpianus mengajarkan bahwa demokrasi langsung tidak mungkin dapat dijalankan. Rakyat berdasarkan kepercayaan harus menyerahkan kekuasaan kepada kaisar (sehingga disebut Caesarismus). Penyerahan dilakukan melalui suatu perjanjian, yang kemudian dituangkan dalam Lex-Regia, yaitu undang-undang yang memberi hak kepada kaisar untuk memerintah. Dengan demikian , kaisar menjadi absolut dan berkuasa penuh. Pada masa itu dikenal dua pepatah romawi : Princeps legibus solutus est Salus Publica suprema lex Artinya hanya kaisar yang membuat undang-undang, yang mengatasi segala peraturan hukum karena undang-undang yang dibuat oleh kaisar adalah untuk kepentingan umum . Ciri lainnya adalah pada permulaan pemerintahan, negara Romawi Kuno menganut Primus Inter Pares, artinya yang memimpin adalah yang terkemuka dari yang sama. Kemudian berubah menjadi raja atau kaisar yang absolut. Selain itu pada zaman itu sudah dikenal kodifikasi hukum. 2 kodifikasi hukum yang sangat terkenal adalah Corpus Luris Civilis dan Corpus luris Canonici, yang hingga kini masih berlaku di banyak negara barat dan timur. B. ANALISIS PERMASALAHAN 1) MASA YUNANI PURBA / KUNO Sepanjang pengetahuan menurut ilmu, penyelidikan tentang negara timbul dan berkembang setelah di Yunani Purba mengalami pemerintahan yang demokratis. Setiap orang bebas menyatakan hasil pikiran dan isi hatinya. Oleh karena itulah penyelidikan tentang negara bertepatan sekali dengan kebudayaan Yunani Purba/Kuno. Sehubungan denga hal tersebut diatas di kalangan pemerintahan lazimnya berwujud demokrasi langsung atau directe demokratie (direct democracy atau klassieke democratie) rakyat di dalam polis tersebut ikut menentukan kebijakan pemerintah atau adanya direct goverment by all the people . Oleh karena itu turut sertanya rakyat didalam pemerintahan merupakan ciri mutlak dari demokrasi. Dan turut sertanya rakyat secara langsung ini dalam pemerintahan merupakan ciri khas yang didapatkan di dalam kebudayaan Yunani Purba. Maka dengan turut sertanya rakyat dalam pemerintahan secara langsung ini berarti yang melakukan pengawasan adalah rakyat. Dlam hal ini tentu saja yang harus diperhatikan benar-benar pengawasanan rakyat ini yaitu siapakah yang disebut rakyat (who are the peple control)? Yang disebut rakyat adalah warga kota yang disebut citizen yang merupakan bagian kecil saja dari mereka yang merupakan penduduk Athena. Mengenai kontrole atau pengawasan rakyat itu dijalankan denga musyawarah rakyat, diYunani disebut : ecleseia, sedangkan di Romawi disebut cometia Dalam kata polis ini dihasilkan perkataan Politeia atau Politica. Belum terdapat pengertian pemecahbelahan ilmu pengetahuan pada masa itu, sehingga Politeia atau Politica dengan itu merupakan ilmu pengetahuan tunggal atau suatu ganzheit. Dalam masa itu terdapat beberapa filsuf yakni : Socrates Plato Aristoteles Epicurus Zeno Hal tersebut mempengaruhi kebudayaan barat dan bertalian dengan itu melalui proses akulturasi atau proses perpaduan diantara kebudayaaan-kebudayaan yang menimbulkan peresapan, ajaran mereka itu kiranya sedikit banyaknya telah mempengaruhi kebudayaan kita saat ini. Socrates (+ 470 – 399 S.M.) Pada masa itu terdapat kesempatan yang baik untuk menghasilkan karya sastra, berfikir serta ada kebebasan berfikir tanpa ada kekangan-kekangan yang bersifat mengharuskan. Ditambah lagi dengan kemenangan Yunani terhadap Persia, sehingga meninggikan derajat martabat Yunani, perasaan kebangsaan mulai tumbuh. Kemakmuran tumbuh, berkembang dan dirasakan sebagi hasil pelajaran dan perdagangan. Disamping itu pengetahuan terhadap dunia luar makin diperluas. Juga sifat agamnaya, keadaan geografis dan bentuk negaranya. Akan tetapi didalam keadaan serba mewah dan gilang gemilang itu, bersemayamlah para pembesar negara yang melupakan tugas dan kehilangan rasa susilanya, sehingga timbullah tindakan-tindakan yang bersifat bersimaharajalela, sewenang-wenang, korupsi, pemerasan dan tindakan yang tidak adil. Di tengah suasana demikian muncullah para filsuf dari luar negeri terutama dari daratan asia kecil karena baginya hal tersebut merupakan kesempatan besar untuk menjual ilmunya di Yunani. Mereka in tergolong kaum Sophis dan alirannya di sebut Sophisme. Kaum Sophis ini menyebarkan dan menganjurkan paham-paham mengenai hukum, keadilan serta negara yang bersifat merusak masyarakat sebagiamana Thrasymachus mengajarkan, bahwa : Justice is the interest of the stronger (keadilan itu merupakan keuntungan atau apa yang berguna daripada yang lebih kuat). Di tengah keadaan dan suasana yang memperkosa hukum, menginjak-injak dan mempersundal peri kemanusiaaan yang amat sangat membahayakan negara, maka muncullah Socrates laksana penjelmaan “Sri Rama” untuk berjuang memberantas dan mengikis dengan tiada gentar sedikitpun dimana saja dia berdiam serta kapan saja dia berada. Meskipun Socrates tidak membentuk suatu sistem ajaran dan tidak pula meninggalkan buku-buku, namun masih tetap segar dan akan tetap tergores dalam ingatan beberapa prinsip dan ajarannya itu lewat jasa muridnya : Plato. Cara belajar Socrates seperti telah dikemukakan diatas, yaitu dengan metode dialektis atau tanya jawab (dialog), dengan itu mencoba mencari pengertian-pengertian tertentu, yaitu mencari dasar-dasar hukum dan keadilan yang bersifat objektif dan dapat dijalankan serta diterapkan kepada setiap manusia. Menurut pendapatnya, di setiap hati kecil manusia terdapat rasa hukum dan keadilan yang sejati, bergemalah detak-detak kesucian sebab setiap insan itu merupakan sebagian daripada nur Tuhan yang Maha Pemurah, rasa adil dan kasih sayang, meskipun detak-detak kesucian itu dapat terselubung dan ditutupi oleh kabut tebal kepemilikan dan ketamakan, kejahatan dan aneka ragam kedholiman, namun tetap ada serta tidak dapat dihilangkan laksana cahaya abadi. Negara bukanlah suatu organisasi yang dibuat untuk manusia demi kepentingan dirinya sendiri, melainkan negara itu suatu susunan yang objektif berdasarkan kepada sifat hakikat manusia karena itu bertugsa melaksanakan dan menerapkan hukum-hukum secara objektif termuat “keadilan umum” dan tidak hanya melayani para penguasa negara yang saling berganti-ganti orangnya. Sangatlah disesalkan serta disayangkan ajaran Socrates tersebut pada tahun 399 S.M. dipandang serta dianggap berbahaya bagi negara dan merusak aklak budi pekerti generasi muda Yunani Purba karena itu ia dituntut dan dijatuhi hukuman mati dengan jalan minum racun oleh negara yang ia taati, sebab bagaimanapun juga negara itu harus dipatuhi walaupun negara itu harus diperbaiki. Tanpa keraguan dengan bekal keyakinan dan kepastian serta kepatuhan luar biasa, dia menolak semua usul-usul dan bantuan murid-muridnya untuk menyelamatkan jiwanya, ia tetap berpendirian bahwa putusan negara harus dipenuhi. Walaupun kebangsaan yang berlainan dan dipisahkan oleh jarak antara tempat dan zaman berkurun-kurun, menembus beratus-ratus generasi, namun budi pekerti yang bersamaan, maka lahirlah kata-kata dari seorang negarawan Inggirs Lord Palmerston yang terkenal namanya itu menyatakan bahwa “right or wrong my country”. Plato (429 – 347 S.M.) Ia dilahirkan pada tahun 429 S.M. di Athena, tergolong ke dalam keluarga bangsawan serta mendapat pendidikan yang tinggi. Plato berlainan dengan Socrates sebagai gurunya, sebab Plato telah meninggalkan sejumlah karangan buku-buku, antara lain tulisannya dalam bentuk-bentuk percakapan secara tanya jawab dengan Socrates yang memegang peranan pokok. Buku-buku terpenting dari Plato yang sering disinggung-singgung dalam ilmu pengetahuan baik untuk ilmu negara maupun untuk ilmu politik, ada 3 buku, yaitu : 1. Politeia (the Replubic) mengenai negara 2. Politicos (the Statement) mengenai ahli negara 3. Nomoi (the Law) mengenai undang-undang Disamping itu masih terdapat buku-buku lainnya antara lain : 1. Gorgias, yang mengupas tentang kebahagiaan 2. Sophist, yang mengupas hakikat pengetahuan 3. Phaedo, yang mengupas keabadian jiwa 4. Phaedrus, yang mengupas soal cinta kasih 5. Protagoras, yang mengenai hakikat kebajikan Disamping itu janganlah dilupakan pengaruh-pengaruh gurunya, yaitu Socrates yang selalu berjuang dan mengikis tiada gentar sedkitpun segala ketidakadilan, kemurkaan, kedholiman dimana saja dia berada, kapan saja dia berdiam. Aristoteles (384-322 S.M.) Aristoles adalah murid Plato, ia berasal dari kerajaan Macedonia dan datang dari Yunani waktu berusia 17 tahun untuk berguru pada Plato dan melanjutkan pemikiran idealisme Plato ke realisme. Oleh karena itu filsafat Aristoteles adalah ajaran tentang kenyataan (ontologie) yaitu suatu cara berfikir yang realistis. Sehingga metode penelitiannya bersifat induktif-empiris. Oleh karena itu ia dijuluki Bapak Ilmu pengetahuan Empiris. Dengan dijulukinya Aristoteles sebagai “Bapak Ilmu Pengetahuan Empiris” di konstatasi, bahwa di dalam kenyataannya bentuk negara cita, seperti monarchi, aristokrasi dan Politeia (Polity) tidak pernah terlaksana, melainkan selalu menjadi bentuk campuran (mixed form). Oleh sebab itu disimpulkan dalam kenyataannya bentuk negara itu menjadi : a. Bentuk negara campuran (mixed form) b. Bentuk negara pemerosotan (corruption or degenerate form) Bertalian dengan hal tersebut diatas maka Aristoteles dianggap sebagai salah seorang dari para perintis sosiologi hukum. Epicurus (342-271 S.M.) Ia seorang ahli pikir dan ahli hukum, lahir di Samos, mendapat pendidikan di Yunani serta hidup dalam keadaan keruntuhan negara-negara di Yunani sesudah Yunani menjadi jajahan Macedonia. Dia berpendapat terjadinya negara disebabkan terdorong karena ada kepentingan sebagai unsur-unsur perseorangan. Dan tujuan negara hanya menjaga tata tertib dan keamanan dalam masyarakat dengan tidak memperdulikan macam apa dan bagaimana negeri itu. Kalau dilihat pikiran Epicurus ini merupakan pikiran yang putus asa tatkala negara sedang menghadapi masa keruntuhan dimana rasa kebangsaan menipis, karena tidak diperdulikan lagi siapa dan cara bagaimana negara itu diselenggarakan, sehingga pendapatnya itu hanyalah menggambarkan negara dan huklum pada suatu saat tertentu. Zeno (+ 300 S.M.) Ia pun hidup di dalam keadaan serba lesu dan morat-marit. Pemimpin dari aliran filsafat Stoazijnen yang berasal dari perkataan stoa artinya jalan pasar yang bergambar, dan ia memberikan serta mengajarkan pahamnya itu kepada murid-muridnya dengan mengambil tempat di jalan yang banyak gambar dan banyak tonggak temboknya. Hasil aliran ini timbul dalam kebudayaan Yunani apa yang disebut “Hukum Alam” atau Hukum Asasi (Natuurrecht). Maka oleh ajaran hukum alam dibedakan menjadi 2 alam : 1. Kodrat Manusia (natuur van de mens) 2. Kodrat Benda (natuur van de zaak) Yang dimaksudkan dengan kodrat manusia yaitu dilihat dari sifat-sifat manusia, ialah kodrat yang terletak dalam budi manusia yang merupakan zat hakikat sedalam-dalamnya dari manusia dan budi itu bersifat tradisional. 2) MASA ROMAWI PURBA / KUNO Setelah Yunani disatukan oleh orang Romawi pada tahun 146 S.M. kemudian gabungkan, sehingga menjadi daerah bagian belaka dari Imperium Romawi. Oleh karena itu orang-orang Romawi tidak mempunya banyak waktu untuk berfikir dan menulis sebagaimana halnya orang-orang Yunani, maka orang-orang Romawi tidak banyak meninggalkan tulisan – tulisan berupa buku-buku mengenai kenegaraan. Mereka sibuk dengan mengurus kenegaraannya yang begitu luas daerahnya, sehingga mereka lebih mengutamakan pembentukan organisasi-organisasi dan peraturan-peraturan yang bersifat praktis yang dapat menjangkau dan mengatur persoalan-persoalan kenegaraan. Sebab itulah sifatnya menjadi berbeda yakni :  Sifat bangsa Yunani ahli pikir.  Sifat bangsa Romawi selaku ahli praktek, yaitu menjalankan dan mempraktekan segala sesuatu yang timbul dan hidup dalam alam pikirannya. Sama halnya dengan kenegaraan dalam kebudayaan Yunani, maka dalam kebudayaan Romawi ilmu kenegaraan itu masih juga belum terpisah-pisah. Bertalian dengan ditirunya bangunan-bangunan polis, orang-orang Romawi itu meniru bangunan kedaulatan rakyat (volkssouvereiniteit) dari orang-orang Yunani, berhubung di dalam polis terdapat demokrasi langsung. Dan sekedar untuk mengetahui hal itu perlulah diselami dan diketahui perkembangan sejarah politik Romawi yang mencakup dan meliputi 4 tingkatan masa : 1. Masa Kerajaan Yaitu masa Koningschap atau Kerajaan. Yang jadi pimpinan seorang raja, sehingga bentuk negara merupakan monarkhi. Pada masa ini tidak begitu penting dalam pertaliannya dengan isi kedaulatan rakyat. Masa tersebut disebut legende. 2. Masa Republik Republik atau Republiek berasal dari perkataan Res berarti “kepentingan” dan “Publica”berarti umum. Republik artinya suatu pemerintahan yang menjalankan kepentingan umum. Pada masa itu yang menjalankan pemerintahan adalah konsul-konsul yang menyelenggarakan dan menjalankan pemerintahan demi kepentingan umum. Biasanya pemerintahan dipegang oleh 2 orang konsul, akan tetapi didalam keadaan bahaya atau darurat maka para warganya memilih seseorang, menunjuk dan mengangkat untuk memegang segala kekuasaan didalam pemerintahan itu selama keadaan bahaya tersebut demi untuk mengatasinya, sehingga timbullah seorang Diktator. Tetapi meskipun demikian adakalnya dikatator itu membawa kebaikan, namun tidak jarang membawa kesusahan dan malapetaka, sebagiman halnya Marius yang menginjak-injak dan membuang konstitusi dan kemudian tindakannya itu ditiru oleh Solon, Pompey dan Caesar. Keadaan tersebut dinamakan adanya diktator purba sebagai lawan daripada adanya diktator modern. Menurut istilah Roelof Kranenburg Modern autocratie (otokrasi modern) atau de eenparty staat (negara partai tunggal). 3. Masa Prinsipat Masa prinsipat ini dimulai dengan masa Caesar. Meskipun pada waktu para Princep’s atau raja-raja Romawi belum mempunyai kewibawaan (gezag) namun pada hakikatnya mereka merupakan orang yang memerintah secara mutlak. Kemutlakan ini didasarkan kepada Caesarismus yaitu adanya perwakilan yang menghisap dari pihak Caesar terhadap kedaulatan rakyat. Dan untuk keperluan ini orang-orang Romawi sibuk mencari dasar atau landasan-landasan hukum agar segala tindakan raja yang menyeleweng dari kedaulatan rakyat dapat dibenarkan atau dihalalkan. Perlu diketahui sehubungan dengan hal itu ada 5 orang ahli hukum (doctoris iuris) yang sangat terkenal dan termashyur, yaitu :  Gajus  Modestinus  Paulus  Papinianus  Ulpianus Mereka hidup pada masa republik. Dengan demikian sesungguhnya masa Romawi telah merupakan monarkhi mutlak yang memuat Caesarismus akibat konstruksi Ulpianus, sehingga menimbulkan pengorbanan-pengorbanan dikalangan rakaya Romawi kala itu. 4. Masa Dominat Atau masa dominaat, yaitu masa para kaisar telah terang-terangan dan tanpa malu-malu lagi menjadi raja mutlak bertindak menyeleweng secara sewenang-wenang memperkosa hukum dan menginjak-injak peri kemanusiaan. Hal itu terlihat dengan adanya manusia dibakar hidup-hidup atau diadukan dengan manusia lagi (para gladiator) atau dengan bianatang buas seperti singa di arena terbuka untuk umum dan ditonton sebagai barang hiburan oleh kaisar dan pengkutnya sambil minum anggur, dan makan makanan yang enak dan lezat, sedangkan rakyat Romawi pada saat itu sedang dilanda kelaparan. 5. Cicero Pemikir ini hidup sekitar tahun 106-43 S.M. Ia mendapat pengaruh dari Plato dan terutama sekali dari Zeno. Ditulisnya buku-buku yang berjudul De Replubica atau tentang Negara dan De Legibus atau tentang Undang-undang yang melukiskan pikiran-pikiran ketatanegaraan pada masa imperium Romawi. Hukum dipandangnya sebagai satu-satunya ikatan dalam negara, sebab pikiran yang murni itu merupakan hukum yang benar. Dengan terjadinya perkembangan politik pada masa itu di romawi dan ia sebagai pengikut partai senat akhirnya ia dibuang dan meninggal karena dibunuh. Ternyata bahwa didunia ini tidak ada yang abadi dan langgeng. Begitupun dengan imperium Romawi yaitu Roma jatuh waktu diserbu kaum Barbar bangsa Jerman Kuno pada abad ke 4-5. Sedangkan bagian baratnya lenyap sebab diserbu oleh bangsa Jerman pada tahun 476. Kemudian menyusul jatuh pada bagian timur disebabkan penyerbuan oleh orang-orang Turki pada tahun 1453. C. PENUTUP Pertumbuhan dan perkembangan suatu ilmu pengetahuan pada dasarnya bebas untuk berfikir dan menyatakan hasil berfikir dari manusia itu, karena itu jika ada kebebasan menyatakan pendapat yang merupakan hasil pemikiran kemasyarakatan luas, harus ada hal-hal yang menyebabkan sampai dilakukan penyelidikan. Biasanya ada keadaan yang tidak sesuai dengan pandangan hidup didalam masyarakat itu. Demikianlah ilmu itu tumbuh dan berkembang. Karena itulah ilmu adalah lambang yang utama dari kemajuan. DAFTAR PUSTAKA • Dr.Max Boli Sabon, S.H.,M.Hum Ilmu Negara Jakarta: Penerbit Universitas Atmajaya 2012 • Dr.Ni’matul Huda, S.H.,M.Hum Ilmu Negara Jakarta: Penerbit Rajawali Pers 2012 • Prof. Dr. Sjachran Basah, S.H.,CN Ilmu Negara Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti 2011
TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA DENGAN JUDUL : “WAYANG” KESENIAN DAERAH JAWA TENGAH 1. PENDAHULUAN WAYANG salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan. Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia. Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam pewayangan sengaja diciptakan para budayawan In¬donesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk mem¬perkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan. Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang. 2. ASAL USUL Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt. Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain. Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India. Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain. Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuno ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga India, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuno, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi India, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 – 1160). Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawayang” dan `aringgit’ yang maksudnya adalah pertunjukan wayang. Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehistoric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indonesia halaman 987. Kata `wayang’ diduga berasal dari kata `wewayangan’, yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum ada. Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita cerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Songo. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan. Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit. Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan Mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem. Wayang kulit salah satu warisan budaya yang perlu dilestarikan, karena kesenian tersebut masih memiliki banyak penggemar. Hal itu tidak mengherankan jika wayang kulit memiliki berbagai nilai. Salah satu cara menentukan nilai atau bobot dalam kesenian wayang kulit dengan mendeskripsikan makna-makna yang terkandung di dalamnya. Adalah salah besar jika kita sebagai pemilik kebudayaan wayang, tidak mengerti wayang sama sekali, atau dalam pepatah Jawa Wong Jawa ora ngerti jawane. Agar kita tidak dikatakan sebagai orang yang tidak tahu akan diri kita sendiri, maka peneliti akan mencoba mengupas simbolisme ukiran gunungan atau kayon pada wayang kulit. Gunungan merupakan simbol kehidupan, jadi setiap gambar yang berada di dalamnya melambangkan seluruh alam raya beserta isinya mulai dari manusia sampai dengan hewan serta hutan dan perlengkapannya. Gunungan dilihat dari segi bentuk segi lima, mempunyai makna bahwa segi lima itu lima waktu yang harus dilakukan oleh agama adapun bentuk gunungan meruncing ke atas itu melambangkan bahwa manusia hidup ini menuju yang di atas yaitu Allah SWT. Gambar pohon dalam gunungan melambangkan kehidupan manusia di dunia ini, bahwa Allah SWT telah memberikan pengayoman dan perlindungan kepada umatnya yang hidup di dunia ini. Beberapa jenis hewan yang berada didalamnya melambangkan sifat, tingkah laku dan watak yang dimiliki oleh setiap orang. Gambar kepala raksasa itu melambangkan manusia dalam kehidupan sehari mempunyai sifat yang rakus, jahat seperti setan. Gambar ilu-ilu Banaspati melambangkan bahwa hidup di dunia ini banyak godaan, cobaan, tantangan dan mara bahaya yang setiap saat akan mengancam keselamatan manusia. Gambar samudra dalam gunungan “kayon” pada wayang kulit melambangkan pikiran manusia. Gambar Cingkoro Bolo-bolo Upoto Memegang tameng dan godho dapat diinterpretasikan bahwa gambar tersebut melambangkan penjaga alam gelap dan terang. gambar rumah joglo melambangkan suatu rumah atau negara yang di dalamnya ada kehidupan yang aman, tenteram dan bahagia. Gambar raksasa digunakan sebagai lambang kawah condrodimuka, adapun bila dihubungkan dengan kehidupan manusia di dunia sebagai lambang atau pesan terhadap kaum yang berbuat dosa akan di masukkan ke dalam neraka yang penuh siksaan. Gambar api merupakan simbol kebutuhan manusia yang mendasar karena dalam kehidupan sehari-hari akan membutuhkannya. 3. SEJARAH PERKEMBANGAN KESENIAN WAYANG Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa. Pertunjukan Kesenian wayang adalah merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang Jawa yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme dan dinamisme. Tentang asal-usul kesenian wayang hingga dewasa ini masih merupakan suatu masalah yang belum terpecahkan secara tuntas. Namun demikian banyak para ahli mulai mencoba menelusuri sejarah perkembangan wayang dan masalah ini ternyata sangat menarik sebagai sumber atau obyek penelitian. Menurut Kitab Centini, tentang asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa kesenian wayang, mula-mula sekali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang / Kediri. Sekitar abad ke 10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar. Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Ceritera Ramayana sangat menarik perhatiannya karena Jayabaya termasuk penyembah Dewa Wisnu yang setia, bahkan oleh masyarakat dianggap sebagai penjelmaan atau titisan Batara Wisnu. Figur tokoh yang digambarkan untuk pertama kali adalah Batara Guru atau Sang Hyang Jagadnata yaitu perwujudan dari Dewa Wisnu. Masa berikutnya yaitu pada jaman Jenggala, kegiatan penciptaan wayang semakin berkembang. Semenjak Raja Jenggala Sri Lembuami luhur wafat, maka pemerintahan dipegang oleh puteranya yang bernama Raden Panji Rawisrengga dan bergelar Sri Suryawisesa. Semasa berkuasa Sri Suryawisesa giat menyempurnakan bentuk wayang Purwa. Wayang-wayang hasil ciptaannya dikumpulkan dan disimpan dalam peti yang indah. Sementara itu diciptakan pula pakem ceritera wayang Purwa. Setiap ada upacara penting di istana diselenggarakan pagelaran Wayang Purwa dan Sri Suryawisesa sendiri bertindak sebagai dalangnya. Para sanak keluarganya membantu pagelaran dan bertindak sebagai penabuh gamelan. Pada masa itu pagelaran wayang Purwa sudah diiringi dengan gamelan laras slendro. Setelah Sri Suryawisesa wafat, digantikan oleh puteranya yaitu Raden Kudalaleyan yang bergelar Suryaamiluhur. Selama masa pemerintahannya beliau giat pula menyempurnakan Wayang. Gambar-gambar wayang dari daun lontar hasil ciptaan leluhurnya dipindahkan pada kertas dengan tetap mempertahankan bentuk yang ada pada daun lontar. Dengan gambaran wayang yang dilukis pada kertas ini, setiap ada upacara penting di lingkungan kraton diselenggarakan pagelaran wayang. Pada jaman Majapahit usaha melukiskan gambaran wayang di atas kertas disempurnakan dengan ditambah bagian-bagian kecil yang digulung menjadi satu. Wayang berbentuk gulungan tersebut, bilamana akan dimainkan maka gulungan harus dibeber. Oleh karena itu wayang jenis ini biasa disebut wayang Beber. Semenjak terciptanya wayang Beber tersebut terlihat pula bahwa lingkup kesenian wayang tidak semata-mata merupakan kesenian Kraton, tetapi malah meluas ke lingkungan diluar istana walaupun sifatnya masih sangat terbatas. Sejak itu masyarakat di luar lingkungan kraton sempat pula ikut menikmati keindahannya. Bilamana pagelaran dilakukan di dalam istana diiringi dengan gamelan laras slendro. Tetapi bilamana pagelaran dilakukan di luar istana, maka iringannya hanya berupa Rebab dan lakonnya pun terbatas pada lakon Murwakala, yaitu lakon khusus untuk upacara ruwatan. Pada masa pemerintahan Raja Brawijaya terakhir, kebetulan sekali dikaruniai seorang putera yang mempunyai keahlian melukis, yaitu Raden Sungging Prabangkara. Bakat puteranya ini dimanfaatkan oleh Raja Brawijaya untuk menyempurkan wujud wayang Beber dengan cat. Pewarnaan dari wayang tersebut disesuaikan dengan wujud serta martabat dari tokoh itu, yaitu misalnya Raja, Kesatria, Pendeta, Dewa, Punakawan dan lain sebagainya. Dengan demikian pada masa akhir Kerajaan Majapahit, keadaan wayang Beber semakin Semarak. Semenjak runtuhnya kerajaan Majapahit dengan sengkala ; Geni murub siniram jalma ( 1433 / 1511 M ), maka wayang beserta gamelannya diboyong ke Demak. Hal ini terjadi karena Sultan Demak Syah Alam Akbar I sangat menggemari seni karawitan dan pertunjukan wayang. Pada masa itu sementara pengikut agama Islam ada yang beranggapan bahwa gamelan dan wayang adalah kesenian yang haram karena berbau Hindu. Timbulnya perbedaan pandangan antara sikap menyenangi dan mengharamkan tersebut mempunyai pengaruh yang sangat penting terhadap perkembangan kesenian wayang itu sendiri. Untuk menghilangkan kesan yang serba berbau Hindu dan kesan pemujaan kepada arca, maka timbul gagasan baru untuk menciptakan wayang dalam wujud baru dengan menghilangkan wujud gambaran manusia. Berkat keuletan dan ketrampilan para pengikut Islam yang menggemari kesenian wayang, terutama para Wali, berhasil menciptakan bentuk baru dari Wayang Purwa dengan bahan kulit kerbau yang agak ditipiskan dengan wajah digambarkan miring, ukuran tangan di-buat lebih panjang dari ukuran tangan manusia, sehingga sampai dikaki. Wayang dari kulit kerbauini diberi warna dasar putih yang dibuat dari campuran bahan perekat dan tepung tulang, sedangkan pakaiannya di cat dengan tinta. Pada masa itu terjadi perubahan secara besar- besaran diseputar pewayangan. Disamping bentuk wayang baru, dirubah pula tehnik pakelirannya, yaitu dengan mempergunakan sarana kelir / layar, mempergunakan pohon pisang sebagai alat untuk menancapkan wayang, mempergunakan blencong sebagai sarana penerangan, mempergunakan kotak sebagai alat untuk menyimpan wayang. Dan diciptakan pula alat khusus untuk memukul kotak yang disebut cempala. Meskipun demikian dalam pagelaran masih mempergunakan lakon baku dari Serat Ramayana dan Mahabarata, namun disana- sini sudah mulai dimasukkan unsur dakwah, walaupun masih dalam bentuk serba pasemon atau dalam bentuk lambang-lambang. Adapun wayang Beber yang merupakan sumber, dikeluarkan dari pagelaran istana dan masih tetap dipagelarkan di luar lingkungan istana. 4. JENIS –JENIS WAYANG Wayang kulit dilihat dari sisi bayangannya: • Wayang Gagrag Yogyakarta • Wayang Gagrag Surakarta • Wayang Gagrag Banyumasan • Wayang Gagrag Jawa Timuran • Wayang Bali • Wayang Kulit Banjar (Kalimantan Selatan) • Wayang Palembang (Sumatera Selatan) • Wayang Betawi (Jakarta) • Wayang Cirebon (Jawa Barat) • Wayang Siam Gambar. Batara Guru Siwa (dalam bentuk seni wayang Jawa). Gambar. Wayang Bali. 5. PENUTUP Wayang adalah seni pertunjukkan asli Indonesia yang berkembang pesat Pulau Jawa dan Bali. Selain itu beberapa daerah seperti Sumatera dan Semenanjung Malaya juga memiliki beberapa budaya wayang yang terpengaruh oleh kebudayaan Jawa dan Hindu. UNESCO, lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB, pada 7 November 2003 menetapkan wayang sebagai pertunjukkan bayangan boneka tersohor dari Indonesia, sebuah warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity). Sebenarnya, pertunjukan boneka tak hanya ada di Indonesia karena banyak pula negara lain yang memiliki pertunjukan boneka. Namun pertunjukan bayangan boneka (Wayang) di Indonesia memiliki gaya tutur dan keunikan tersendiri, yang merupakan mahakarya asli dari Indonesia. Untuk itulah UNESCO memasukannya ke dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia pada tahun 2003. Tak ada bukti yang menunjukkan wayang telah ada sebelum agama Hindu menyebar diAsia Selatan. Diperkirakan seni pertunjukan dibawa masuk oleh pedagang India. Namun demikian, kejeniusan lokal dan kebudayaan yang ada sebelum masuknya Hindu menyatu dengan perkembangan seni pertunjukan yang masuk memberi warna tersendiri pada seni pertunjukan di Indonesia. Sampai saat ini, catatan awal yang bisa didapat tentang pertunjukan wayang berasal dari Prasasti Balitung di Abad ke 4 yang berbunyi si Galigi mawayang. Ketika agama Hindu masuk ke Indonesia dan menyesuaikan kebudayaan yang sudah ada, seni pertunjukan ini menjadi media efektif menyebarkan agama Hindu. Pertunjukan wayang menggunakan cerita Ramayana dan Mahabharata. Demikian juga saat masuknya Islam, ketika pertunjukan yang menampilkan “Tuhan” atau “Dewa” dalam wujud manusia dilarang, munculah boneka wayang yang terbuat dari kulit sapi, dimana saat pertunjukan yang ditonton hanyalah bayangannya saja. Wayang inilah yang sekarang kita kenal sebagai wayang kulit. Untuk menyebarkan Islam, berkembang juga wayang Sadat yang memperkenalkan nilai-nilai Islam. Wayang kulit merupakan salah satu kesenian wayang yang popular di Indonesia, terutama di kawasan pulau Jawa. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang sekaligus menjadi narrator dialog tokoh-tokoh wayang. Wayang kulit biasanya dibuat dari kulit hewan, seperti kulit kambing, sapi dan kerbau. Namun yang paling bagus, terbuat dari kulit kerbau. Sedangkan tangkai atau gapitnya, biasa disebut cempurit dibuat dari tanduk kerbau. Pertunjukkan wayang kulit sudah diakui UNESCO sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga pada tanggal 7 November 2003. Pertunjukkan wayang kulit biasanya diiringi dengan musik gamelan yang dimainkan oleh sekelompok niyaga dan juga tembang yang dinyanyikan oleh pesinden. Wayang kulit dimainkan oleh dalang dibalik kelir (layar yang terbuat dai kain putih). Di depan kelir diberi lampu minyak (blencong), sehingga penonton bisa melihat bayangan wayang dari sisi lain dari layar (belakang layar). Cerita yang diangkat biasanya bersumber dari Epos Mahabharata dan Ramayana. Indonesia memiliki dalang-dalang wayang kulit yang hebat dan melegenda, diantaranya adalah Alm. Ki Narto Sabdo (Semarang), Alm. Ki Surono (Banjarnegara), Ki Timbul Hadi Prayitno, Alm. Ki Hadi Sugito (Kulonprogo, Yogyakarta), Ki Anom Suroto, Ki Mantep Sudarsono, Ki Enthus Susmono, Ki Agus Wiranto. DAFTAR PUSTAKA : 1) Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau 2) Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), Ir. Sri Mulyono 3) Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehistoric Research in the Netherland Indie (1945) 4) Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indonesia halaman 987. 5) Mair, Sumarsam (15 December 1995).Gamelan: Cultural Interaction and Musical Development in Central Java. University of Chicago Press. p.30.ISBN978-0-226-78011-5. 6) Eckersley. M.(ed.) 2009. Drama from the Rim: Asian Pacific Drama Book. Drama Victoria. Melbourne. 2009. (p15) 7) Ganug Nugroho Adil, 'Joko Sri Yono: Preserving "wayang beber"', The Jakarta Post, 27 8) smktpp.wordpress.com/2009/04/30/kesenian-wayang-kulit