PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2003
TENTANG
PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2 Tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4168).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2.
Disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan yang
sungguh-sungguh terhadap peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
3.
Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia adalah serangkaian norma untuk membina, menegakkan disiplin
dan memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
4.
Pelanggaran Peraturan Disiplin adalah ucapan,
tulisan, atau perbuatan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
melanggar peraturan disiplin.
5.
Tindakan disiplin adalah serangkaian teguran
lisan dan/atau tindakan fisik yang bersifat membina, yang dijatuhkan secara
langsung kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
6.
Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan
oleh atasan yang berhak menghukum kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
melalui Sidang Disiplin.
7.
Penempatan dalam tempat khusus adalah salah satu
jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang telah melakukan pelanggaran disiplin dengan menempatkan
terhukum dalam tempat khusus.
8.
Sidang disiplin adalah sidang untuk memeriksa
dan memutus perkara pelanggaran disiplin yang dilakukan anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
9.
Atasan adalah setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang karena pangkat dan/atau jabatannya berkedudukan lebih
tinggi dari pada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang lain.
10. Atasan
langsung adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena
jabatannya mempunyai wewenang langsung terhadap bawahan yang dipimpinnya.
11. Atasan
tidak langsung adalah setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
tidak mempunyai wewenang langsung terhadap bawahan.
12. Bawahan
adalah setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang pangkat
dan/atau jabatannya lebih rendah dari Atasan.
13. Atasan
yang berhak menghukum, selanjutnya disingkat Ankum, adalah atasan yang karena
jabatannya diberi kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin kepada bawahan yang
dipimpinnya.
14. Atasan
Ankum adalah atasan langsung dari Ankum.
15. Provos
adalah satuan fungsi pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas
membantu pimpinan untuk membina dan menegakkan disiplin serta memelihara tata
tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
16. Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kapolri adalah
pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penanggung jawab
penyelenggaraan fungsi kepolisian.
Pasal 2
(1)
Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi:
a.
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,
dan
b.
mereka yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan tunduk pada hukum yang berlaku bagi anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
(2)
Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku bagi
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sedang menjalani pidana
penjara.
BAB II
KEWAJIBAN, LARANGAN, DAN SANKSI
Pasal 3
Dalam rangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib:
a.
setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara, dan
Pemerintah;
b.
mengutamakan kepentingan negara di atas
kepentingan pribadi atau golongan serta menghindari segala sesuatu yang dapat
merugikan kepentingan negara;
c.
menjunjung tinggi kehormatan dan martabat
Negara, Pemerintah, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
d.
menyimpan rahasia negara dan/atau rahasia
jabatan dengan sebaik-baiknya;
e.
hormat-menghormati antar pemeluk agama;
f.
menjunjung tinggi hak asasi manusia;
g.
menaati peraturan perundang-undangan yang
berlaku, baik yang berhubungan dengan tugas kedinasan maupun yang berlaku
secara umum;
h.
melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui ada
hal yang dapat membahayakan dan/atau merugikan negara/ pemerintah;
i.
bersikap dan bertingkah laku sopan santun
terhadap masyarakat;
j.
berpakaian rapi dan pantas.
Pasal 4
Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia wajib:
a.
memberikan perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
b.
memperhatikan dan menyelesaikan dengan
sebaik-baiknya laporan dan/atau pengaduan masyarakat;
c.
menaati sumpah atau janji anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia serta sumpah atau janji jabatan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
d.
melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan penuh
kesadaran dan rasa tanggung jawab;
e.
memelihara dan meningkatkan keutuhan,
kekompakan, persatuan, dan kesatuan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
f.
menaati segala peraturan perundang-undangan dan
peraturan kedinasan yang berlaku;
g.
bertindak dan bersikap tegas serta berlaku adil
dan bijaksana terhadap bawahannya;
h.
membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugas;
i.
memberikan contoh dan teladan yang baik terhadap
bawahannya;
j.
mendorong semangat bawahannya untuk meningkatkan
prestasi kerja;
k.
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengembangkan karier;
l.
menaati perintah kedinasan yang sah dari atasan
yang berwenang;
m.
menaati ketentuan jam kerja;
n.
menggunakan dan memelihara barang milik dinas
dengan sebaik-baiknya;
o.
menciptakan dan memelihara suasana kerja yang
baik.
Pasal 5
Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat,
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang:
a.
melakukan hal-hal yang dapat menurunkan
kehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
b.
melakukan kegiatan politik praktis;
c.
mengikuti aliran yang dapat menimbulkan
perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
d.
bekerjasama dengan orang lain di dalam atau di
luar lingkungan kerja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi,
golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan
kepentingan negara;
e.
bertindak selaku perantara bagi pengusaha atau
golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi
Kepolisian Negara Republik Indonesia demi kepentingan pribadi;
f.
memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan
usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;
g.
bertindak sebagai pelindung di tempat perjudian,
prostitusi, dan tempat hiburan;
h.
menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung
orang yang punya utang;
i.
menjadi perantara/makelar perkara;
j.
menelantarkan keluarga.
Pasal 6
Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia dilarang:
a.
membocorkan rahasia operasi kepolisian;
b.
meninggalkan wilayah tugas tanpa izin pimpinan;
c.
menghindarkan tanggung jawab dinas;
d.
menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan
pribadi;
e.
menguasai barang milik dinas yang bukan
diperuntukkan baginya;
f.
mengontrakkan/menyewakan rumah dinas;
g.
menguasai rumah dinas lebih dari 1 (satu) unit;
h.
mengalihkan rumah dinas kepada yang tidak
berhak;
i.
menggunakan barang bukti untuk kepentingan
pribadi;
j.
berpihak dalam perkara pidana yang sedang
ditangani;
k.
memanipulasi perkara;
l.
membuat opini negatif tentang rekan sekerja,
pimpinan, dan/atau kesatuan;
m.
mengurusi, mensponsori, dan/atau mempengaruhi
petugas dengan pangkat dan jabatannya dalam penerimaan calon anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
n.
mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan
pribadi sehingga mengubah arah kebenaran materil perkara;
o.
melakukan upaya paksa penyidikan yang bukan
kewenangannya;
p.
melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan,
menghalangi, atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga
mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani;
q.
menyalahgunakan wewenang;
r.
menghambat kelancaran pelaksanaan tugas
kedinasan;
s.
bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan;
t.
menyalahgunakan barang, uang, atau surat
berharga milik dinas;
u.
memiliki, menjual, membeli, menggadaikan,
menyewakan, meminjamkan, atau menghilangkan barang, dokumen, atau surat
berharga milik dinas secara tidak sah;
v.
memasuki tempat yang dapat mencemarkan
kehormatan atau martabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, kecuali karena
tugasnya;
w.
melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apa
pun untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain;
x.
memakai perhiasan secara berlebihan pada saat
berpakaian dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 7
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ternyata
melakukan pelanggaran Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin.
Pasal 8
(1)
Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau
tindakan fisik.
(2)
Tindakan disiplin dalam ayat (1) tidak menghapus
kewenangan Ankum untuk menjatuhkan Hukuman Disiplin.
Pasal 9
Hukuman disiplin berupa:
a.
teguran tertulis;
b.
penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1
(satu) tahun;
c.
penundaan kenaikan gaji berkala;
d.
penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1
(satu) tahun;
e.
mutasi yang bersifat demosi;
f.
pembebasan dari jabatan;
g.
penempatan dalam tempat khusus paling lama 21
(dua puluh satu) hari.
Pasal 10
(1)
Bilamana ada hal-hal yang memberatkan
pelanggaran disiplin, penempatan dalam tempat khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf g, dapat diperberat dengan tambahan maksimal 7 (tujuh) hari.
(2)
Hal-hal yang memberatkan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) apabila pelanggaran dilakukan pada saat:
a.
negara atau wilayah tempat bertugas dalam
keadaan darurat,
b.
dalam operasi khusus kepolisian, atau
c.
dalam kondisi siaga.
Pasal 11
(1)
Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 dapat dijatuhkan secara kumulatif.
(2)
Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 dijatuhkan secara alternatif atau kumulatif.
Pasal 12
(1)
Penjatuhan hukuman disiplin tidak menghapuskan
tuntutan pidana.
(2)
Penjatuhan hukuman disiplin gugur karena
pelanggar disiplin:
a.
meninggal dunia,
b.
sakit jiwa yang dinyatakan oleh dokter dan/atau
badan penguji kesehatan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 13
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijatuhi
hukuman disiplin lebih dari 3 (tiga) kali dan dianggap tidak patut lagi
dipertahankan statusnya sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,
dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari dinas
Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Sidang Komisi Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB III
PENYELESAIAN PELANGGARAN DISIPLIN
Pasal 14
(1)
Penjatuhan tindakan disiplin dilaksanakan
seketika dan langsung pada saat diketahuinya pelanggaran disiplin yang
dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2)
Penjatuhan hukuman disiplin diputuskan dalam
sidang disiplin.
(3)
Penentuan penyelesaian pelanggaran Peraturan
Disiplin melalui sidang disiplin merupakan kewenangan Ankum.
Pasal 15
Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan disiplin adalah:
a.
atasan langsung;
b.
atasan tidak langsung; dan
c.
anggota Provos Kepolisian Negara Republik
Indonesia sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya.
Pasal 16
(1)
Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman
disiplin adalah:
a.
Ankum, dan/atau
b.
Atasan Ankum.
(2)
Atasan Ankum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b, berwenang memeriksa dan memutus atas keberatan yang diajukan oleh
terhukum.
(3)
Ankum di lingkungan Kepolisian Negara Republik
Indonesia secara berjenjang adalah sebagai berikut:
a.
Ankum berwenang penuh,
b.
Ankum berwenang terbatas, dan
c.
Ankum berwenang sangat terbatas.
(1)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.
Pasal 17
(1)
Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, Ankum
wajib memeriksa lebih dahulu anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
disangka melakukan pelanggaran disiplin itu.
(2)
Pejabat yang berwenang memeriksa pelanggaran
disiplin adalah:
a.
Ankum,
b.
Atasan langsung,
c.
Atasan tidak langsung,
d.
Provos Kepolisian Negara Republik Indonesia,
atau
e.
Pejabat lain yang ditunjuk oleh Ankum.
Pasal 18
(1)
Apabila atas pertimbangan Ankum pelanggaran
disiplin yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat
dijatuhi hukuman disiplin, maka pemeriksaan dilakukan melalui sidang disiplin.
(2)
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara intern.
Pasal 19
Ankum berwenang memerintahkan Provos Kepolisian Negara
Republik Indonesia untuk melakukan pemeriksaan terhadap anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang disangka melakukan pelanggaran disiplin.
Pasal 20
Ankum berwenang memerintahkan diselenggarakannya sidang
disiplin terhadap anggotanya yang disangka melakukan pelanggaran disiplin.
Pasal 21
Sebelum melaksanakan Sidang Disiplin, Ankum meminta pendapat
dan saran hukum dari satuan fungsi pembinaan hukum Kepolisian Negara Republik
Indonesia guna menentukan perlu atau tidaknya dilakukan sidang disiplin.
Pasal 22
Provos Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang:
a.
melakukan pemanggilan dan pemeriksaan;
b.
membantu pimpinan menyelenggarakan pembinaan dan
penegakan disiplin, serta memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
c.
menyelenggarakan sidang disiplin atas perintah
Ankum;
d.
melaksanakan putusan Ankum.
Pasal 23
Ankum menyelenggarakan Sidang Disiplin paling lambat 30
(tiga puluh) hari setelah menerima Daftar Pemeriksaan Pendahuluan Pelanggaran
Disiplin dari satuan fungsi Provos.
Pasal 24
Dalam penjatuhan hukuman disiplin perlu dipertimbangkan:
a.
situasi dan kondisi ketika pelanggaran itu
terjadi;
b.
pengulangan dan perilaku sehari-hari pelanggar
disiplin;
c.
terwujudnya keadilan dan mampu menimbulkan efek
jera, serta tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Pasal 25
Penyelesaian perkara pelanggaran disiplin dilaksanakan
melalui tahapan:
a.
laporan atau pengaduan;
b.
pemeriksaan pendahuluan;
c.
pemeriksaan di depan sidang disiplin;
d.
penjatuhan hukuman disiplin;
e.
pelaksanaan hukuman;
f.
pencatatan dalam Data Personel Perseorangan.
Pasal 26
Sidang Disiplin dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan pada
satuan kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 27
Satuan kerja yang berwenang melaksanakan sidang disiplin,
susunan keanggotaan dan perangkat sidang disiplin diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Kapolri.
Pasal 28
Apabila pelanggar disiplin tidak diketahui keberadaannya,
setelah melalui prosedur pencarian menurut ketentuan dinas yang berlaku, maka
dapat dilakukan sidang disiplin tanpa kehadiran pelanggar.
Pasal 29
(1)
Hukuman disiplin ditetapkan dengan Surat
Keputusan Hukuman Disiplin dan disampaikan kepada terhukum.
(2)
Provos melaksanakan putusan sidang disiplin yang
berupa penempatan dalam tempat khusus.
(3)
Ankum berkewajiban melaporkan hasil pelaksanaan
sidang disiplin kepada atasan Ankum.
(4)
Surat Keputusan Hukuman Disiplin dicatat dalam
Data Personel Perseorangan yang bersangkutan.
Pasal 30
(1)
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang dijatuhi hukuman disiplin berhak mengajukan keberatan.
(2)
Keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diajukan tertulis kepada atasan Ankum melalui Ankum dengan mencantumkan alasan
keberatan.
(3)
Tenggang waktu pengajuan keberatan paling lama
14 (empat belas) hari setelah terhukum menerima putusan hukuman disiplin.
(4)
Ankum wajib menerima pengajuan keberatan dari
terhukum dan meneruskannya kepada atasan Ankum.
Pasal 31
(1)
Apabila keberatan terhukum ditolak seluruhnya,
maka atasan Ankum menguatkan putusan yang telah dibuat oleh Ankum yang
menjatuhkan hukuman disiplin.
(2)
Apabila keberatan terhukum diterima seluruhnya,
maka atasan Ankum membatalkan putusan yang telah dibuat oleh Ankum yang
menjatuhkan hukuman disiplin.
(3)
Apabila keberatan terhukum diterima sebagian,
maka atasan Ankum mengubah putusan yang dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan
hukuman disiplin.
(4)
Atasan Ankum berwenang menolak atau mengabulkan
seluruh atau sebagian keberatan dengan memperhatikan pendapat dan saran dari
satuan fungsi pembinaan hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(5)
Putusan atasan Ankum sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya
pengajuan keberatan.
(6)
Surat Keputusan atasan Ankum terhadap pengajuan
keberatan terhukum sebagaimana dimaksud ayat (1), (2), dan (3), disampaikan
kepada pemohon keberatan.
(7)
Putusan atasan Ankum atas keberatan terhukum,
merupakan keputusan akhir.
Pasal 32
(1)
Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 berlaku:
a.
apabila dalam tenggang waktu 14 (empat belas)
hari terhukum tidak mengajukan keberatan, maka putusan yang dijatuhkan Ankum
berlaku pada hari ke-15 (kelima belas);
b.
apabila ada keberatan dari terhukum, maka
putusan hukuman mulai berlaku sejak tanggal putusan atas keberatan itu
diputuskan.
(2)
Dalam hal terhukum tidak hadir dalam sidang
disiplin dan/atau setelah dilakukan pencarian terhadap terhukum untuk
menyampaikan hasil putusan hukuman disiplin tidak ditemukan, maka putusan
hukuman disiplin tersebut berlaku sejak hari ke-30 (ketiga puluh) terhitung
mulai tanggal keputusan itu diputuskan.
BAB IV
PELAKSANAAN PENEMPATAN DALAM TEMPAT KHUSUS
Pasal 33
(1)
Penempatan dalam tempat khusus ditentukan oleh
Ankum.
(2)
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang ditempatkan dalam tempat khusus dilarang meninggalkan tempat khusus
tersebut kecuali atas izin Ankum.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
Hal lain yang bersifat sangat teknis dan belum diatur dalam
Peraturan Pemerintah ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.
Pasal 35
Hukuman disiplin yang telah dijatuhkan sebelum Peraturan
Pemerintah ini ditetapkan tetap berlaku.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 1 Januari
2003
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Ttd.
MEGAWATI
SOEKARNOPUTRI
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 1 Januari
2003
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK
INDONESIA,
Ttd.
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 2
No comments:
Post a Comment