CONTOH KASUS PENUNGGAKAN PAJAK PADA
KELOMPOK PERUSAHAAN BAKRIE
Dibuat untuk memenuhi tugas tertulis
Mata Hukum Pajak
Dosen : Ary Oktaviyanti, SH, MH
Di buat oleh :
Alex (2012020380)
Esti Puspita L.A. (2012020417)
Nur Mentari Jannah (2012020576)
Soca Hatiasri Syarafina (2012020665)
Suparno (2012020368)
Triono (2012020209)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN 2014
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pembayaran
pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib
Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan
untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang
perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan
hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta
terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas
kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang
perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban
tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessmentyang dianut
dalam Sistem Perpajakan Indonesia.
Eksistensi
pajak merupakan sumber pendapatan utama sebuah negara, karena itu merupakan isu
strategis yang selalu menjadi pantauan masyarakat. Apalagi sekarang telah
dilakukan pembahasan RUU Pajak yang baru yang akan menggantikan UU No. 16/2000
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Penduduk Indonesia sebesar 215
juta jiwa merupakan potensi pajak yang berlimpah. Ironisnya, hingga 2004 jumlah
wajib pajak/ pembayar pajak hanya mencapai 3.670.060 jiwa dengan perincian
2.622.184 pembayar pajak orang pribadi dan 1.047.876 lainnya pembayar pajak
badan. Hal ini menandakan bahwa kebijakan perpajakan tidak cukup kuat
untuk melakukan ekstensifikasi pajak di samping proses pendataan wajib pajak
yang kurang gencar dilakukan.
Urgensi pajak
bagi kelangsungan pembangunan tak lagi disangsikan. Karena itu wajar jika
pemerintah terus berupaya menggali berbagai potensi tax coverage
(lingkup/cakupan pajak) sekaligus menekankan tax compliance (kepatuhan pajak)
dari masyarakat. Namun demikian, kepatuhan pajak yang bersumber dari kesadaran
masyarakat terhadap penunaian kewajiban membayar pajak itu tentu bukan sesuatu
yang berdiri sendiri.
Berbagai
persoalan perpajakan yang kerap muncul, baik yang bersumber dari wajib pajak
(masyarakat), aparatur pajak (fiscus), maupun yang bersumber dari sistem
perpajakan itu sendiri menunjukkan bahwa persoalan pajak merupakan hal yang
kompleks. Oleh karena itu, penanganannya perlu diupayakan secara sinergis dan
komprehensif.
Dengan
sendirinya, berbagai upaya untuk menciptakan masyarakat agar memiliki apresiasi
yang baik terhadap kewajiban membayar pajak tidak terpaku pada wajib pajak
belaka, tapi perlu mempertimbangkan aspek-aspek lainnya secara korelatif.
Dengan pertimbangan yang simultan, solusi alternatif yang signifikan akan lebih
memungkinkan. Dari begitu banyak dan keanekaragaman hak dan kewajiban wajib
pajak, salah satunya adalah wajib pajak orang pribadi yaitu orang yang
memperoleh penghasilan baik sebagai seorang direktur dari satu, beberapa,
atau bahkan ratusan perusahaan atau seorang pemegang saham atau komisaris atau
pegawai menengah atau pegawai rendah atau pekerja mandiri seperti dokter,
notaris , pengacara.
Sebelum sampai
pada pembahasan tentang Wajib Pajak Pribadi, sebagai cakrawala pengetahuan
perpajakan perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian, jenis dan macam
pajak serta manfaat pajak yang berlaku di Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah
Wajib Pajak Pribadi adalah orang yang memperoleh penghasilan
baik sebagai seorang direktur dari satu, beberapa, atau bahkan ratusan
perusahaan atau seorang pemegang saham atau komisaris atau pegawai menengah
atau pegawai rendah atau pekerja mandiri seperti dokter, notaries ,
pengacara . Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki resiko mengalami pemeriksaan
pajak .
Namun sering kali terjadi berbagai permasalahan mengenai
pembyaran pajak pribadi itu sendiri.
1. Bagaimanakah Perlakuan PPh atas pengalihan tanah?
2. Bagimanakah Perlakuan PPh atas kerugian yang timbul
akibat terjadinya bencana alam?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan:
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah:
1.
Supaya penulis
pribadi dan para pihak yang membaca makalah ini mengetahui tentang macam-macam
serta penggolongan penggolongan pajak di Indonesia.
2.
Untuk mengetahui
hal-hal yang berkaitan dengan pengenaan pajak terhadap penghasilan.
3.
Untuk mengetahui
bagaimana mengenai kewajiban pajak bagi wanita.
1.3.2 Manfaat:
Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah:
1.
Bagi para pihak
yang membaca, hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi
serta pengetahuan mengenai ilmu Hukum Pajak Khususnya mengenai hal Pajak
Penghasilan.
2.
Bagi penulis
merupakan penerapan secara ilmiah ilmu Hukum Pajak khususnya Pajak Penghasilan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Berkenaan
mengenai pengenaan pajak, pajak mempunyai latar belakang falsafah. Falasafah
pajak ini lebih lanjut lagi berdasarkan falsafah negara yaitu pancasila. Pasal
23 UUD 1945, merupakan dasar hukum pemungutan pajak yang berbunyi “segala pajak
pajak untuk kegunaan kas negara berdasarkan undang-undang” walaupun pasal 23
(2) UUD 1945, merupakan dasar hukum pemungutan pajak, namun pada dasarnya dalam
ketentuan ini tersirat Falsafah Pajak. Pajak harus berdasar undang-undang
karena dapat diibaratkan pajak adalah menyayat daging diri kita sendiri. Pajak
tidak memerikan imbalan yang secara langsung dapat dinikmati, atau dapat
dikatakan pajak tidak memberikan imbalan.
Selain memiliki dasar falsafah dalam pengenaan pajak terdapat asas-asas menurut
Falsafah Hukum yaitu asas-asas keadilan, untuk memberikan dasar
menyatakan keadilannya, terdapat teori-teori pajak yang dapat diterapkan dalam
pemungutan pajak dalam masyarakat, dan juga terdapat sistem pemungutan
pajak diantaranya adalah :
2.2.1 Teori Pemungutan Pajak
1.
Teori Asuransi:
Pajak dianggap sama dengan premi yang harus dibayar rakyat karena negara yang
mempunyai tugas menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dan lingkungan di
seluruh wilayah negara.
2.
Teori Kepentingan:
Teori kepentingan hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut
pemerintah kepada rakyat yang disesuaikan dengan kepentingan masing-masing
dalam tugas-tugas pemerintah yang bermanfaat baginya termasuk perlindungan atas
jiwa beserta harta bendanya.
3.
Teori Daya Pikul:
Pajak harus dibayar menurut daya pikul atau kemampuan seseorang.
4.
Teori Bakti: teori
yang berdasar atas paham organisasi negara yang mengajarkan bahwa negara negara
sebagai organisasi mempunyai tugas untuk menyelenggarakan kepentingan umum.
Dengan organisasi dan tindakan negara seperti itu, di satu sisi negara
mempunyai hak untuk memungut pajak.
5.
Teori Daya Beli:
penyelenggaraan kepentingan rakyat dapat dapat dianggap sebagai dasar keadilan
pemungutan pajak, bukan kepentingan individu dan juga bukan kepentingan negara
melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya.
2.2.2 Asas Pemungutan Pajak
1.
Asas Domisili: Asas
ini didasarkan pada domisili atau tempat tinggal wajib pajak di suatu negara.
Negara tempat tinggal seseorang berhak mengenakan pajak terhadap seseorang
tersebut tanpa melihat darimana sumber penghasilan atau pendapatanya diperoleh
dan tanpa melohat kebangsaan atau kewarga negarann wajib pajak tersebut.
2.
Asas Sumber: Dalam
asas ini pemungutan didasarkan pada adanya sumber pendapatan alam suatu negara.
Negara menjadi tempat sumber pendapatan tersebut berhak memungut pajak
tanpa memperhatikan domisili dan kewarganegaraan wajib pajak.
3.
Asas Kebangsaan:
Pada asas ini pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan seseorang. Yang
berhak memungut pajak seseorang adalah negara yang menjadi kebangsaan orang
tersebut.
2.2.3 Sistem Pemungutan Pajak
1.
Official Assesment
System: adalah sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang
dilunasi atau terhutang oleh wajib pajak dihitung dan ditetapkan oleh
aparat pajak atau fiscus.
2.
Self Assesment
System: adalah sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang
dilunasi atau terhutang oleh wajib ajak dihitung sendiri oleh wajib pajak.
2.2 Dasar Hukum
·
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
·
Undang-undang No.
10/1994 Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 Tentang Pajak Penghasilan. Pasal 4 ayat (2). “ Atas Pengasilan berupa
bungan deposito dan tabungan dan tabungan-tabungan lainya, penghasilan dari
transaksi saham dan sekuritas lainya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan
harat berupa tanah dan atau tabungan serta pengasilan tertentu lainya,
pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah.
·
Undang-Undang Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan.
·
Undang-undang
nomor: 7 tahun 1991tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1983
tentang pajak penghasilan
·
Undang-undang nomor
46 tahun 1994 tentang pembayaran pajak penghasilan bagi orang pribadi yang
bertolak keluar negeri
·
UUD 1945 pasal23
ayat (2): segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang
·
UU No. 6 Tahun 1983
ttg KUP jo. UU No. 9/1994
·
UU No. 8 Tahun 1983
ttg PPN jo. UU No. 11/1994
·
UU No. 12 Tahun
1985 ttg PBB sbg diubah dengan UU no. 12 Tahun 1994
·
UU No. 13 Tahun
1985 ttg Bea Materai
·
UU No. 21 Tahun
1997 ttg BPHTP sbg diubah dengan UU No. 20 tahun 2007
BAB III
Contoh kasus penunggakan pajak pada kelompok
perusahaan Bakrie
3.1.
Prinsip Pemungutan Pajak
Pajak adalah iuran kepada negara yang
dapat dipaksakan yang terutang menurut ketentuan perundang-undangan tanpa
mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk yang tujuannya untuk
digunakan membiayai pengeluaran public sehubungan dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut teori yang ada bahwa negara berhak memungut pajak dari penduduknya, karena penduduk negara tersebut mempunyai kepentingan kepada negara. Makin besar kepentingan penduduk kepada negara, maka makin besar pula perlindungan negara kepadanya. Sama dengan teori asuransi, teori ini mempunyai kelemahan antara lain tentang fungsi negara untuk melindungi segenap rakyatnya. Negara tidak boleh memilih-milih dalam melindungi penduduknya. Jika misalnya di suatu RT (Rukun Tetangga) terjadi kebakaran, apakah hanya mereka yang sudah bayar pajak yang dibantu dan diselamatkan oleh petugas mobil kebakaran? Di samping itu jika ditinjau dari unsur definisi pajak, maka adanya hubungan langsung atau kontraprestasi (dalam hal ini kepentingan wajib pajak) telah menggugurkan eksistensi pajak itu sendiri.
Menurut teori yang ada bahwa negara berhak memungut pajak dari penduduknya, karena penduduk negara tersebut mempunyai kepentingan kepada negara. Makin besar kepentingan penduduk kepada negara, maka makin besar pula perlindungan negara kepadanya. Sama dengan teori asuransi, teori ini mempunyai kelemahan antara lain tentang fungsi negara untuk melindungi segenap rakyatnya. Negara tidak boleh memilih-milih dalam melindungi penduduknya. Jika misalnya di suatu RT (Rukun Tetangga) terjadi kebakaran, apakah hanya mereka yang sudah bayar pajak yang dibantu dan diselamatkan oleh petugas mobil kebakaran? Di samping itu jika ditinjau dari unsur definisi pajak, maka adanya hubungan langsung atau kontraprestasi (dalam hal ini kepentingan wajib pajak) telah menggugurkan eksistensi pajak itu sendiri.
3.2.
Pengertian tunggakan pajak
Tunggakan pajak merupakan pajak yang
terutang ataupun yang belum dibayar kepada negara dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan, jumlah hutang pajak yang harus dibayar dalam batas waktu yang telah
ditetapkan tercantum dalam surat ketetapan pajak (SKP) dan harus dibayar oleh
wajib pajak ataupun penanggung pajak.
Dalam pelaksanaannya tidak semua wajib pajak atau penanggung pajak melunasi pajak yang terhutang tepat waktu. Apabila sampai batas waktu yang telah ditentukan hutang pajak tersebut belum juga dilunasi, maka dilakukkan tindakan penagihan pajak.
Dalam pelaksanaannya tidak semua wajib pajak atau penanggung pajak melunasi pajak yang terhutang tepat waktu. Apabila sampai batas waktu yang telah ditentukan hutang pajak tersebut belum juga dilunasi, maka dilakukkan tindakan penagihan pajak.
Penagihan pajak adalah serangkaian
tindakan agar penaggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak
dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan pelaksanaan
penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
Prosedur penagihan pajak dimulai dari
dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak. SKP tersebut
berdasarkan Surat Pemberitahuan yang disampaikan dan disusun oleh wajib pajak
sendiri yang dikenal dengan istilah self assessment system.
3.3.
Penjabaran Kasus
Di tengah adanya ketegangan hubungan
antara Menkeu Sri Mulyani dan Aburizal Bakrie, Dirjen Pajak menemukan dugaan
pidana pajak di tiga perusahaan kelompok Bakrie. Tak tanggung-tanggung, dugaan
penyelewengan pajak lebih dari Rp2 triliun. Menurut Dirjen Pajak Mochamad
Tjiptardjo, pengungkapan kasus ini sama sekali tidak terkait perseteruan antara
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan bekas Menteri Koordinator
Kesejahteraan Sosial, Aburizal Bakrie, dalam kasus Bank Century. “Kami
profesional di sini, pisahkan dengan politik. Saya masuk duluan lho menangani
wajib pajak ini. Saya masuk duluan sebelum masalah ribut-ribut. Cuma saya aja
orang baik, selama ini enggak ngomong-ngomong, diam-diam. Lha, wong tidak
ditanya,” kata Tjiptardjo usai solat Jumat di kantornya, Jumat (11/12).
Dia memastikan tak ada perintah khusus
dari Menteri Keuangan dalam menangani kasus pajak Grup Bakrie. “Jadi DJP
(Direktorat Jenderal Pajak) itu bukan alat politik. DJP itu bekerja secara
profesional melaksanakan undang-undang,” katanya. Seperti diketahui, Direktorat
Jenderal Pajak mengungkapkan penelusuran dugaan pidana pajak tiga perusahaan
tambang batubara di bawah payung bisnis Grup Bakrie senilai kurang lebih Rp 2
triliun. Tiga perusahaan tambang itu antara lain PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT
Bumi Resources Tbk., (BR) dan PT Aruitmin Indonesia.
Ketiganya diduga melanggar pasal 39
Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan atau terindikasi tak melaporkan Surat
Pemberitahuan Tahunan secara benar. “Tekniknya bermacam-macam, intinya tidak
melaporkan penjualan sebenarnya, biayanya. Itu kan modusnya,” kata Tjiptardjo.
Hingga saat ini Direktorat telah menetapkan status penyidikan pada kasus pajak
KPC sejak Maret 2009. Pada kasus Bumi, Direktorat baru menerbitkan Surat
Perintah Penyidikan dan segera akan melayangkan Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan kepada Kejaksaan Agung. Adapun
terhadap kasus Arutmin, Direktorat baru melakukan pemeriksaan bukti permulaan.
Sumber di Direktorat Jenderal Pajak mengungkapkan total kewajiban pajak tiga
perusahaan tambang milik Grup Bakrie yang kini sedang dalam penelusuran tim
penyidik mencapai Rp 2,1 triliun. Sumber juga memaparkan, PT Kaltim Prima Coal
diduga kurang membayar pajak Rp 1,5 triliun, PT Bumi Resources Tbk sebesar Rp
376 miliar, dan PT Arutmin Indonesia sebesar US$ 30,9 juta atau ekuivalen
kurang lebih Rp 300 miliar. Hingga 30 November 2009, Direktorat Pajak telah
menerima pembayaran pajak dari KPC sebesar Rp 800 miliar dan dari Arutmin
sebesar US$ 27,5 juta atau sekitar Rp 250 miliar.
3.4.
Kasus Penunggakan Pajak
Pajak merupakan suatu kewajiban yang
harus dibayarkan penduduk kepada negara. Penduduk yang seharusnya ikut serta
membangun negara dari pajak yang disetorkannya, tetapi terkadang malah
merugikan negara sendiri dengan tidak membayar pajak maupun melakukan segala
cara untuk menekan pajak yang seharusnya dibayarkan. Penyelewengan pajak maupun
hutang pajak pun terjadi.
Menagih hutang pajak selalu menjadi masalah yang serius. Salah satunya contoh kasus di atas yang terjadi pada perusahaan group Bakrie. Dalam kasus tersebut disebutkan bahwa tiga perusahaan tambang batubara di bawah payung bisnis Grup Bakrie antara lain PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bumi Resources Tbk., (BR) dan PT Aruitmin Indonesia telah melanggar pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan atau terindikasi tak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan secara benar . Ditjen Pajak Depkeu tengah memeriksa dugaan tunggakan pajak senilai Rp 2,1 triliun pada tahun buku 2007 dari tiga perusahaan tersebut.
Menagih hutang pajak selalu menjadi masalah yang serius. Salah satunya contoh kasus di atas yang terjadi pada perusahaan group Bakrie. Dalam kasus tersebut disebutkan bahwa tiga perusahaan tambang batubara di bawah payung bisnis Grup Bakrie antara lain PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bumi Resources Tbk., (BR) dan PT Aruitmin Indonesia telah melanggar pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan atau terindikasi tak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan secara benar . Ditjen Pajak Depkeu tengah memeriksa dugaan tunggakan pajak senilai Rp 2,1 triliun pada tahun buku 2007 dari tiga perusahaan tersebut.
BR diduga menunggak senilai Rp 376
miliar, sedangkan dua anak perusahaannya yakni KPC sebesar Rp l,5 triliun dan
Arutmin sebesar Rp 300 miliar. Kasus ini terungkap pada laporan tahunan target
penerimaan pajak 2009 yang meleset dan langsung menyorot ke dugaan tunggakan
pajak tiga perusahaan tambang milik Grup Bakrie tersebut. Komisi VII DPR RI
diam-diam melihat ada celah untuk menagih tunggakan pajak Bakrie. Anggota
Komisi VII DPR meminta pemerintah segera menyelesaikan kewajiban tiga
perusahaan Bakrie tersebut, sehingga kasus tersebut dapat diselesaikan
secepatnya dan tidak hanya menguap seperti kasus lainnya.
Selain itu menurut Komisi VII DPR, Grup Bakrie juga harus tetap diberi kesempatan membayar secara mencicil, jika pembayaran tunai tidak dimungkinkan. Yang paling penting, mereka bayar utang pajaknya. Pemerintah sebenarnya bisa menyelesaikan terlebih dahulu tunggakan pajak yang sudah masuk tindak pidana. Kalau mereka tidak mau terkena pidana, maka bisa membayar denda yang besarnya empat kali lipat nilai tunggakkannya atau asetnya disita.
Selain itu menurut Komisi VII DPR, Grup Bakrie juga harus tetap diberi kesempatan membayar secara mencicil, jika pembayaran tunai tidak dimungkinkan. Yang paling penting, mereka bayar utang pajaknya. Pemerintah sebenarnya bisa menyelesaikan terlebih dahulu tunggakan pajak yang sudah masuk tindak pidana. Kalau mereka tidak mau terkena pidana, maka bisa membayar denda yang besarnya empat kali lipat nilai tunggakkannya atau asetnya disita.
Pemeriksaan terhadap Kaltim Prima dan
Bumi Resources sudah memasuki tahap penyidikan. Sedangkan Arutmin masih dalam
tahap pemeriksaan bukti permulaan. Dari jumlah tunggakan itu, Bakrie sudah
menyetor dana sekitar Rp 1 triliun.
Hal ini tidak akan terjadi apabila Group Bakrie dan oknum Ditjen Pajak dapat bekerja sama dalam pengelolaan pajak sesuai dengan ketetapan yang berlaku.
Hal ini tidak akan terjadi apabila Group Bakrie dan oknum Ditjen Pajak dapat bekerja sama dalam pengelolaan pajak sesuai dengan ketetapan yang berlaku.
Dampak-dampak
yang terjadi dalam kasus tersebut :
Dampak
positif :
1.
Pemerintah dan masyarakat dapat
mengetahui ketidakberesan dalam pemungutan pajak yang selama ini terjadi.
2.
Membersihkan oknum-oknum Ditjen Pajak
yang tidak berkompeten dan bertanggungjawab terhadap kewajibannya.
3.
Memberikan kesadaran kepada wajib
pajak untuk taat dalam membayar pajak.
Dampak
Negatif :
1.
Dengan adanya penyelewengan dan
hutang pajak tentunya dapat mengurangi penerimaan negara dari sektor
perpajakan, sehingga menghambat pembangunan infrastuktur.
2.
Penyelesaian masalah dari segi hukum
terlalu berbelit-belit, sehingga masalah tersebut tidak dapat diatasi secara
cepat.
3.
Memperburuk citra dan kinerja
pemerintah khususnya pada Ditjen Pajak.
4.
Menghambat penyusunan RAPBN.
3.5.
Penyelesaian Kasus
1.
Jika permasalahan penunggakan pajak
Group Bakrie ini ingin dihentikan dan dapat terselesaikan dengan cepat, Group
Bakrie harus membayar kewajiban lima kali lipat dari total tunggakan atau 500%
dari total hutangnya atau asetnya disita. Setelah melunasi tunggakan pajak
tersebut, masih ada prosedur lain yang harus ditempuh Group Bakrie, mereka
harus mengajukan permohonan ke Menkeu kemudian dari Menkeu ke Kejagung untuk
meminta penghentian penyidikan. Sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan (PMK)
No. 130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penghentian Penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan untuk kepentingan penerimaan Negara.
2.
Memeriksa pihak – pihak terkait
dalam kasus ini baik dari pihak Group Bakrie maupun dari pihak Direktorat
Jenderal Pajak.
3.
Memperketat sistem pengendalian dan
controlling di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dalam masalah perpajakan.
4.
Mengedepankan
pendekatan persuasive dalam penyelesaian persoalan utang pajak, dengan
melakukan klarifikasi terlebih dahulu ke perusahaan yang bersangkutan. Jika
dimungkinkan akan diberikan dispensasi dengan memberikan kelonggaran kepada
Group Bakrie tersebut membayar secara mencicil jika pembayaran tunai tidak
dimungkinkan.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perlakuan PPh
atas keuntungan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan terhadap wajib
pajak orang pribadi menimbulkan ketidakadilan bagi wajib pajak orang pribadi
biasa. Yang dimaksud dengan wajib pajak orang pribadi biasa adalah mereka yang
tidak melakukan kegiatan usaha jual-beli hak atas tanah dan/atau bangunan.
Wajib pajak kelompok ini akan memikul beban pajak yang lebih besar dari pada
mereka yang mempunyai usaha pokok jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan.
Undang-undang PPh hanya mengatur bahwa kerugian
yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah:
1.
Kerugian karena
penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan
atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
(Pasal 6 ayat (1) huruf d)
2.
Kerugian dari
selisih kurs mata uang asing (Pasal 6 ayat (1) huruf e)
3.
Piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih sepanjang memenuhi persyaratan tertentu
Pasal 6 ayat (1) huruf h
Ketentuan
diatas belum mencakup hak wajib pajak untuk membebankan kerugian yang diderirta
karena bencana alam oleh karena itu perlu dipertimbangkan untuk memperluas
cakupan Pasal 6 sehingga mencakup kerugian yang diderita karena bencana
dimaksud.
Pengertian-pengertian
dan pemahaman mengenai pajak seperti diatas yang perlu terus disosialisasikan
kepada masyarakat lewat kampanye sadar pajak dalam berbagai bentuknya, seperti
seminar, diskusi, penataran, lokakarya, simulasi, dan bentuk aktifitas lainnya
Dengan upaya ini diharapkan tumbuhnya apresiasi positif masyarakat terhadap
pajak yang pada akhirnya sampai pada suatu keinsyafan bahwa sadar pajak
merupakan kunci pembangunan.
4.2 Saran
Sebaiknya
perlakuan pajak atas pengalihan harta dimaksud diubah dengan mengenakan pajak
final terhadap wajib pajak orang pribadi yang tidak mempunyai usaha, sedangkan
wajib pajak orang pribadi yang kegiatan usahanya adalah pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan dikenai pajak dengan tarif umum.
Untuk mencegah
terjadinya penyalahgunaan perlakuan PPh dimaksud perlu dipikirkan dan
ditentukan dokumen-dokumen yang dapat diterima oleh fiskus.Pembebanan kerugian
atas harta yang tidak dapat atau tidak boleh disusutkan mungkin dapat dilakukan
seperti pembebanan penyusutan atau amortisasi, artinya tidak dibebankan
sekaligus.
Hal ini perlu
dipikirkan agar perlakuannya juga seimbang dari sudut pandang Undang-undang
PPh. Di samping itu perlu dipikirkan untuk mengatur prosedur atas penyesuaian
setoran PPh dalam tahun berjalan bagi wajib pajak yang mengalami bencana. Wajib
pajak yang masuk dalam kategori ini perlu mendapatkan perlakuan yang favourable
dengan tujuan agar usahanya dapat bangkit kembali sehingga pada gilirannya akan
meningkatkan kembali setoran PPh-nya seperti sebelum terjadinya bencana.
Banyaknya
tokoh dari berbagai kalangan dan profesi yang terbukti mangkir membayar Pajak
Penghasilan (PPh) merupakan contoh buruk bagi masyarakat wajib pajak secara
keseluruhan. Oleh karena itu, keteladanan dalam hal penunaian kewajiban pajak
perlu mendapat perhatian tersendiri. Keteladanan ini tentu saja harus dimulai
dari jajaran pemerintah sendiri sebagai pengelola pajak. Jika pemerintah mampu
memberikan teladan dan juga diikuti tokoh-tokoh dan public figur lainnya,
agaknya masyarakat akan lebih mudah untuk menyadari betapa pentingnya pajak
bagi kehidupan dan masa depan negaranya. Sebaliknya, jika pemerintah, para
pemimpin, dan tokoh-tokoh populis sudah memperlihatkan keingkarannya terhadap
kewajiban pajak ini, masyarakat di bawah akan lebih sulit lagi tersadarkan
untuk membayar pajak.
DAFTAR PUSTAKA
n Soemitro, Rochmat. 1992. Pengantar Singkat Hukum Pajak,
PT Eresco, Bandung
n Muqodim, 2000. Perpajakan Buku Satu, UII Press dan
Ekonesia , Jogyakarta
n Brotodiharjo Santoso R, 1993. Pengantar Ilmu Hukum
Pajak, PT Eresco, Bandung
n Burton, Richard dan Ilyas Wirawan B. 2001. Hukum Pajak,
Salemba Empat, Jakarta
n Alrasid,Harun. Naskah UUD 1945, 2003. Universitas
Indonesia, UII Press
n Hostaritua, Situmorang. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
Tentang Pajak Penghasilan
n Pandiangan, Liberti. 2002. Undang-Undang Perpajakan
Indonesia,Erlangga,
n Soemitro, Rocmat.1991. Pajak Ditinjau Dari
SegiHukum, PT Eresco, Bandung
No comments:
Post a Comment