Saturday, 14 March 2015

“Mosaik Ketatanegaraan dan Problema Penegakan Konstitusi dan Hukum di Indonesia”
A. Demokrasi dan Nomokrasi
BPUPKI memilih demokrasi sebagai resultante (kesepakatan). Demokrasi yaitu kedaulatan rakyat (menang-kalah), sedangkan nomokrasi yaaitu kedaulatan hukum (benar-salah). Contoh dari demokrasi adalah pemilu kepala desa, kepala daerah dan presiden. Hasil dari pemilu itu ada yang kalah dan ada yang menang. Sedangkan contoh nomokrasi  adalah ada di pengadilan, baik pengadilan negeri, pengadilan tinggi, pengadilan agama, MA, MK yang mana semangatnya adalah mencari kebenaran dan menguak kesalahan.
Namun begitu demokrasi dan nomokrasi seperti dua keping mata uang yang tidak bisa dipisahkan karna ;
  • Demokrasi tanpa nomokrasi melahirkan anarki.
  • Nomokrasi tanpa demokrasi melahirkan kesewenang-wenangan.
Demokrasi bukan ideal, karena didalam demokrasi selalu ada resiko resiko-resiko ;
  • Pemberian kekuasaan pada orang awam (sangat rentan seseorang/rakyat memilih pada pilkades, pilkada, pilgub dan pilpres hanya karena faktor uang (money politik) bukan karena faktor kompetensi, track record, leadership serta management sang Caleg).
  • Munculnya demagog dan narsis, maksud demagog adalah orator-orator pembohong (seperti kita lihat menjelang pilpres misalnya banyak tim sukses yang mengobral janji surga, setelah duduk di DPR lupa dengan janji yang pernah di sampaikannya tempo dulu waktu kampanye).
Sedangkan narsis, maksudnya banyak spanduk caleg yang berfoto narsis dipajang atau ditempel di sepanjang jalan dan tempat-tempat strategis yang kebanyakan berisikan slogan “Pilihlah saya, maka negara akan makmur”, serta Pilihlah saya, maka angka pengangguran akan berkurang dan seterusnya”.
Hal terpenting dalam demokrasi (pencar kekuasaan) :
  • Horisontal, melahirkan sistem pemerintahan negara.
  • Vertikal, melahirkan bentuk negara.
Bentuk negara kesatuan Indonesia disepakati oleh para pendiri negara Repuplik Indonesia (founding people) yang mana dari kubu Sukarno CS mengusung negara kesatuan (87%) dan Hatta CS mengusung negara federal (13%).
Bahwa persatuan (integrasi), tidak sama dengan kesatuan :
  • Persatuan, yaitu tentang konsep kejiwaan, ingin bersatu (misalnya di dalam pemerintahan Amerika dan Malaysia yang mengadopsi sistem federal).
  • Kesatuan, yaitu konsep susunan kebangsaan (misalnya di dalam pemerintahan Indonesia, China, Afrika Selatan serta Inggris).
B. Sedangkan ciri-ciri negara hukum :
  1. Peradilan bebas dan tidak memihak (imparsial)
  2. Perlindungan HAM (Hak asasi manusia)
  3. Azas legalitas
Didalam penegakan hukum, konflik-konflik yang mungkin terjadi adalah :
  1. Konflik antara sesama warga masyarakat
  2. Konflik antara masyarakat dan pejabat pemerintah dalam bidang administrasi
  3. Konflik antara lembaga negara/pemrintah dengan lembaga negara/pemerintah lainnya.
Untuk itu dibentuklah Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif yang mempunyai empat lingkungan pengadilan, yaitu ;
  1. Lingkungan peradilan umum, berkompeten mengadili konflik atau pelanggaran bidang perdata dan pidana pada umumnya.
  2. Lingkungan peradilan agama, berkompeten mengadili masalah perdata tertentu bagi orang-orang yang beragama Islam (bidang NTCR, Wasiat, Waris, Hibah).
  3. Lingkungan peradilan militer, berkompeten mengadili pelanggaran pidana yang khusus dilakukan oleh anggota TNI atau orang-orang yang disamakan dengan militer.
  4. Lingkungan peradilan tata usaha negara (PTUN), berkompeten mengadili sengketa administrasi yakni sengketa antara warga negara dengan badan/pejabat pemerintah sebgai akibat dikeluarkannya keputusan yang bersifat konkret, individual dan final (tidak bisa banding).
C. Jenis-jenis perbuatan pemerintah dan peradilannya :
  1. Regelings (membuat peraturan) -> judicial review
  2. Beschikking (membuat keputusan) -> PTUN
  3. Materiale Daad (perbuatan hukum biasa) -> peradilan umum
Struktur Kenegaraan ;
  1. Dulu bersifat vertikal-struktural yaitu ada lembaga MPR tertinggi dan yang lain-lain adalah lembaga tinggi negara.
  2. Sekarang bersifat horisontal-fungsional (sejajar) yaitu MPR,DPR,DPD, Presiden, MA, MK, BPK, KY adalah sejajar.
  3. Peradilan Konstitusi adalah lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi (MK)
Latar belakang mahkamah konstitusi :
  1. Bahwa Undang-undang itu selalu benar (di zaman orde baru). Dulu semua undang-undang harus dianggap benar dan bisa diuji atau diadili oleh lembaga yudikatif meskipun dirasakan melanggar hak-hak masyarkat. Perubahan UU dulu hanya bisa dilakukan melalui legislative review. Sekarang ada MK yang bisa menguji UU terhadap UUD melalui judicial review.
  2. Presiden sering dijatuhkan secara politik bukan secara hukum (Era Sukarno, Suharto, Gusdur), sekarang  kalau mau menjatuhkan Presiden dan Wapres ditengah masa jabatannya harus melalui impeachment (pendakwaan) dan pendapat oleh DPR yang harus dinilai melalui peradilan di MK.
  3. Hasil pemilu selalu benar (di zaman orde baru), pada masa lalu hasil pemilu tidak bisa digugat ke pengadilan walaupun banyak kecurangan-kecurangan yang terjadi.
Empat wewenang dan satu kewajiban Mahkamah Konstitusi (MK) :
  1. Berwenang menguji konstitusionalitas Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar
  2. Berwenang mengadili sengketa hasil pemilu
  3. Berwenang mengadili sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
  4. Berwenang membubarkan Parpol
  5. Wajib memutus pendapat DPR bahwa Presiden/ Wapres telah melanggar hal-hal tertentu/Presiden atau Wapres tidak memenuhi syarat lagi sebagi Presiden (memutuskan impeachment DPR terhadap Presiden).
Impeachment bisa dilakukan apabila Presiden atau Wakil Presiden terlibat;
·         Korupsi
·         Penyuapan
·         Pengkhianatan terhadap negara
·         Tindakan pidana minimal ancaman penjara 5 tahun
·         Melakukan tindakan tercela
D. Sedangkan problem penegakan hukum di Indonesia adalah :
Problem yang dihadapi oleh Indonesia pada saat ini adalah tidak tegaknya hukun atau lemahnya supremasi hukum. Penyebabnya antara laina adalah :
  1. Mafia Hukum yakni permainan antar penegak hukum untuk membuat putusan yang menguntungkan pihak tertentu melalui saling kolusi antar mereka. Dalam kasus Gayus Tambunan terbukti adanya permainan kotor antara Hakim, Jaksa, Polisi dan Pengacara.
  2. Jual beli perkara (yang berperkara pada hakim) yakni penyuapan langsung yang melibatkan dan orang-orang yang berperkara. Disinilah orang yang berperkara bisa membeli putusan tertentu dengan pembayaran tertentu pula. Sangkaan yang ditujukan kepada mantan Ketua MK, AM sebagian besar adalah jual beli seperti ini, sebenarnya ini bagian dari mafia hukum juga.

  1. Orang berperkara bukan mencari ahli, tapi mencari pelobi. Sekarang ini orang berperkara pada umumnya bukan untuk mencari benar atau salah secara hukum melainkan untuk mencari menang. Karena tujuannya menang maka seringkali kuasa hukum yang laris adalah mereka yang pandai melobi bukan yang profesional atau mahir dalam ilmu hukum.
  2. Hukum dintervensi oleh politik. Disinyalir banyak kasus hukum menjadi macet karena adanya intervensi politik baik melalui pengaruh langsung kepada pengak hukum (seperti oknum anggota DPR yang ikut campur dan membuat insinuasi terhadap penegak hukum) maupun melalui saling kunci dan saling sandera diantara para politisi yang kemudian menyulitkan penegak hukum untuk bergerak.
Problem dalam Supremasi Hukum :

  1. Tidak tegaknya hukum karena akan membahayakan eksistensi negara. Berdasarkan pengalaman sejarah bangsa-bangsa menjadi hancur ketika hukum tidak ditegakkan. Jika hukum tidak ditegakkan maka keberanian untuk melawan dan memisahkan diri menjadi muncul dan bisa terealisasi ditengah-tengah masyarakat.
  2. Transaksi Politik karena akan menyebabkan ketersanderaan para pejabat. Ketersanderaan bisa terjadi karena keterlibatan dalam korupsi dan pelanggaran hukum masa lalu, bisa juga karena transaksi masa kini saat seseorang akan maju atau tampil ke posisi kepemimpinan.
  3. Hukum sebagai panglima, artinya menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu diperlukan strong leadership. Yang bisa lahir dari pemimpin yang merah dan putih. Merah artinya berani, tegas, cepat dan cermat sedangkan putih artinya bersih, tidak punya track record yang buruk sehingga tidak tersandera untuk melakukan tindakan dengan berani. Merah tanpa putih berbahaya, putih tanpa merah tak memberi apa-apa atau tak berguna. Merah-putih adalah dua syarat komulatif, bukan alternatif dalam menciptakan strong leadership. Upaya kearah situ harus dimulai dengan membangun kesadaran kolektif agar kita memberantas dan mengakhiri transaksi politik yang bisa menyandera tokoh yang tampil ke pentas kepemimpinan.

No comments:

Post a Comment